Kampus di Taiwan Bantah Lakukan Kerja Paksa Mahasiswa Indonesia

3 Januari 2019 3:08 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hsuin Wu Technology University. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Hsuin Wu Technology University. (Foto: Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Ratusan mahasiswa asal Indonesia dikabarkan menjadi korban kerja paksa di Taiwan. Salah satu kampus yang disebut-sebut melakukan praktik tersebut adalah Hsuin Wu Technology University. Meski demikian, Hsuin Wu Technology University membantah kabar tak sedap tersebut.
ADVERTISEMENT
"Laporan baru-baru ini memberitakan Jurusan Information Management, Program Industry-Academia Collaboration, telah melakukan pemagangan ilegal, dan dugaan eksploitasi manusia. Pemberitaan tersebut benar-benar bertentangan dengan kenyataan di lapangan. Kami memprotes keras berita tersebut," tulis Hsuin Wu Technology University dalam rilis yang diterima, Kamis (2/1).
Program industry academia collaboration sendiri merupakan mekanisme yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa yang ingin berkuliah tetapi memiliki kendala ekonomi. Untuk itu, kampus memberikan pengurangan biaya kuliah dan perusahaan menyediakan kesempatan kerja bagi mahasiswa secara suka rela untuk membantu kondisi ekonomi mahasiswa.
Pasar malam Shihlin di Taipei, Taiwan (Foto: Flickr/Morgan Calliope)
zoom-in-whitePerbesar
Pasar malam Shihlin di Taipei, Taiwan (Foto: Flickr/Morgan Calliope)
Hsuin Wu Technology University menjelaskan, durasi kerja mahasiswa dalam kelompok tidak lebih dari 20 jam per minggu. Semuanya diklaim sudah sesuai dengan prosedur. Kampus pun telah mengatur transportasi antar jemput mahasiswa. Semua tercatat dalam absensi kehadiran dan dikuatkan dengan slip gaji yang diterima selama bekerja.
ADVERTISEMENT
"Kami menyatakan bersungguh sungguh mengelola kampus dengan benar dan tidak akan membiarkan propaganda palsu yang merusak kebijakan New Southbound Policy yang akan menghancurkan reputasi Taiwan di mata dunia internasional," tulisnya.
Menurutnya, perekrutan mahasiswa baru asal Indonesia sudah sesuai dengan standar. Kampusnya telah bekerjasama dengan Pemda dan secara berkala melaporkan kegiatan belajar yang terjadi kepada Gubernur Bangka. Gubernur, kata dia, telah mengunjungi para mahasiswa di Taiwan dan menyatakan puas dengan program kerjasama ini.
Oleh sebab itu, lanjutnya, kabar tak sedap ini bukan hanya merugikan kampus. Melainkan juga merugikan nama baik perusahaan tempat mahasiswa magang. Padahal, perusahaan telah melatih keterampilan mahasiswa secara gratis.
"Mengingat keahlian dibawah standar dengan kemampuan bahasa terbatas. Perusahaan bersedia berkorban dalam kerjasama ini, namun mereka dituduh sebagai perusahaan jahat sehingga menjadikan kebijakan New Southbound Policy tidak memiliki arti," tutupnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Direktur Pelindundangan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhamad Iqbal menyebutkan, informasi dugaan adanya praktik kerja paksa itu dilakukan sudah mereka terima. Penelusuran kebenaran kabar dilakukan oleh Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei.
"Terkait dengan situasi yang ada saat ini, Kemlu melalui Kementerian Perdagangan, telah meminta kepada KDEI ( Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia) Taipei untuk mendalami lebih lanjut informasi mengenai situasi mahasiswa skema kuliah magang," kata Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/1).
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal. (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal. (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
Selagi penelusuran ini berlangsung, Pemerintah Indonesia memutuskan menghentikan sementara pengiriman mahasiswa dengan skema kuliah magang ke Taiwan. Sembari memastikan pula mahasiswa Indonesia yang belajar dengan skema itu terlindungi haknya.
ADVERTISEMENT
Iqbal mengatakan, saat ini ada 6.000 mahasiswa Indonesia di Taiwan. 1.000 di antaranya adalah peserta skema kuliah magang. Terlepas dari ada dugaan kerja paksa ini, jumlah mahasiswa Indonesia di Taiwan dia perkirakan bakal terus bertambah.
"Seiring dengan kebijakan New Southbond Policy otoritas Taiwan yang memberikan lebih banyak beasiswa melalui berbagai skema kepada mahasiswa dari 18 negara Asia, termasuk Indonesia," ujarnya.