Keluarga Aras, Warga Tangerang yang Hidup Belasan Tahun Tanpa Listrik

8 Mei 2018 12:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Muhammad Aras Arifin (Foto: Marissa Krestianti/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Muhammad Aras Arifin (Foto: Marissa Krestianti/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sudah lebih dari 11 tahun Muhammad Aras Arifin, warga kelurahan Kunciran, Kecamatan Pinang, Tangerang, hidup tanpa listrik. Aras panggilan pria berusia 45 tahun itu tak sendiri, di rumah sederhana itu ia tinggal bersama istri dan enam orang anaknya.
ADVERTISEMENT
Kehidupan memprihatinkan tersebut dimulai pada tahun 2007, saat itu Aras baru saja menikahi istri keduanya, Yulianti. Sebelumnya, Aras sempat menikah dengan istri pertamanya pada tahun 2003 dan dikaruniai satu orang anak bernama Syabila Nur Fateha.
Aras mengaku, selama tiga tahun sejak 2007, dirinya hidup tanpa listrik dan air bersih. Saban harinya Aras harus menyuling sendiri air hujan atau air genangan tanah menggunakan pasir dan arang sehingga bisa diminum.
"Selama bertahun-tahun saya minum dari air comberan (air hujan). Namun manusia punya akal, saya saring air itu dengan pasir dan arang untuk penyulingan. Air hujan kan masih tajam masih ada racun-racunnya maka dari itu kita kasih arang," ujar Aras saat ditemui kumparan (kumparan.com) dikediamannya pada Senin (7/5)
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya Aras berinisiatif menggali sumur kecil untuk tadah air hujan. Kini, dirinya tak lagi kesulitan karena sudah ada sumur pompa.
Kondisi rumah Muhammad Aras Arifin (Foto: Lolita Claudia/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi rumah Muhammad Aras Arifin (Foto: Lolita Claudia/kumparan)
Menjelang malam, Aras menyalakan lampu minyak tanah dan lilin sebagai penerangan. Meski demikian, Aras mengatakan rumahnya sempat dialiri listrik lalu dicabut oleh PLN hingga sekarang. Saat ditanyai lebih lanjut alasan PLN mencabut listrik rumahnya, Aras tak menjawab.
Selama 11 tahun Aras dan Yullianti hidup bersama, dirinya dikaruniai delapan orang anak.
Namun anak ke-5 dan ke-7 Aras meninggal dunia karena sakit sehingga kini yang tersisa tinggal enam anak. Mereka adalah Raja Wahyu Arifin, Rizki Amelia, Maharani Gipti, Bintang Erlangga Sapta Hadi, Dewa Alam Samudra dan Dewi Cipta Negara.
ADVERTISEMENT
Anak pertama dan kedua aras yang berusia 10 dan 9 tahun tidak bersekolah. Menurut Aras, Wahyu, putra pertamanya sempat mendapat pesan dari neneknya yang tak lain adalah ibu kandung Aras sebelum meninggal, bahwa Wahyu tidak boleh sekolah sebelum tanah milik orang tuanya dibebaskan.
Kondisi rumah Muhammad Aras Arifin (Foto: Lolita Claudia/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi rumah Muhammad Aras Arifin (Foto: Lolita Claudia/kumparan)
Diketahui, tujuan Aras dan keluarga bertahan selama belasan tahun di rumah tersebut karena ingin menjaga tanah milik orang tuanya yang sebentar lagi dijadikan proyek tol. Aras menyebut, dirinya sakit hati lantaran tanah milik orang tuanya seluas hampir 2.700 meter tidak diakui.
"400 meter itu dijual ke Alam Sutera, sisanya milik orang tua saya itu yang saya jaga. Sampai detik ini surat-suratnya tidak ada, bertahun-tahun saya ngurus tapi tidak ada hasilnya," ujar Aras.
ADVERTISEMENT
Demi menyambung hidup, sehari-harinya Aras menjual botol-botol plastik yang ia kumpulkan dari sampah kemudian dijual ke pengepul.
"Kita makan dari sampah, ya itu kan botol-botol plastik kita kumpulkan kita jual, jadi nasi buat makan," lanjut Aras.
Di pekarangan rumah Aras ditanami beragam tanaman mulai dari kapas hingga padi. Aras mengaku dirinya sengaja menanam padi dan kapas sebagai simbol Pancasila, sekaligus sebagai upaya untuk menuntut keadilan atas tanah yang ia miliki.