Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Ketua DPR: Mengkritik Boleh, yang Enggak Boleh Adalah Menghina
13 Februari 2018 13:38 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
ADVERTISEMENT
DPR lagi-lagi menjadi sasaran kecaman publik karena telah mengesahkan UU MD3 . Salah satu pasal yang menuai protes adalah pasal 122 di mana pengkritik DPR bisa dipidana.
ADVERTISEMENT
Bergeming dengan reaksi publik, pimpinan DPR ramai-ramai menegaskan masyarakat masih bisa mengkritik. Mereka berdalih bahwa pasal itu disahkan hanya demi menjaga agar DPR bisa melakukan fungsinya sebagai lembaga legislatif.
Ketua DPR Bambang Soesatyo menjelaskan masyarakat masih bisa mengkritik kebijakan yang diambil.
"Jadi tidak perlu ada yang dipersoalkan. Kalau mengkritik boleh, kalau yang enggak boleh adalah menghina," ujar Bamsoet, sapaan Bambang, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (13/2).
Ia menyebut tiap anggota DPR punya hak untuk menuntut. Tak hanya anggota DPR, Bamsoet menilai tiap profesi berhak untuk menuntut jika ada penghinaan terhadap profesi.
"Kalau ada yang menghina saya akan tuntut, itu hak dasar saya. Saya akan melapor ke Dewan Pers atau Dewan Pers membela saya untuk melapor ke aparat penegak hukum karena ada yang telah menghina saya," tutur mantan Ketua Komisi III ini.
ADVERTISEMENT
"Bukan hanya DPR tapi tiap profesi memerlukan perlindungan atas kehormatannya karena beda penghina sama kritik," ujarnya.
Di kesempatan yang berbeda, Wakil Ketua Komisi III Desmond Mahesa, menilai publik tak perlu khawatir dengan adanya pasal 122 soal pengkritik bisa dipidana.
Menurut dia, pasal ini dibutuhkan untuk melindungi DPR secara kelembagaan,
"Menurut aku tidak berlebihan karena mengapa kami di Gerindra tidak merespons ini karena bagi kami ini sesuatu yang wajar saja kalau tiba-tiba semua orang memvonis korup. Kan pertanyaannya apakah semua anggota DPR korup. Kan tidak semuanya," ujar Desmond hari ini.
Politikus Gerindra ini beranggapan masyarakat hanya salah tafsir dengan menyimpulkan bahwa DPR merupakan lembaga anti kritik.
ADVERTISEMENT
"Kalau berlebihan bahwa kasus DPR korup. Itu kan perbuatan individu yang merusak kelembagaan. Menurut saya salah tafsir itu," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Atgas menegaskan pasal ini disahkan demi mendukung fungsi pengawasan yang dijalankan DPR. Ia pun memastikan DPR terus bisa dikritik.
"Kita representasi dari rakyat. Representasi dari kedaulatan rakyat. Bagaimana mungkin kita mau anti kritik padahal kerjaan kita mengkritik dan memberi pengawasan kepada pemerintah. DPR harus dikritik supaya dia lebih dewasa," ujarnya.
"Yang tidak boleh adalah memberi stigma yang berlebihan dan tidak sesuai dengan harkat dan etika kita dalam berbangsa dan bernegara sebagai orang timur," lanjutnya.