Kholili sang Pembunuh Istri: Saya Gelap Mata, Habis Salat Ngeri

4 Januari 2018 18:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Siti Saidah mati di tangan Muhammad Kholili, suaminya sendiri, 4 Desember 2017. Siapa sangka pasangan muda serasi itu bakal berakhir nahas. Tapi nasi telah menjadi bubur.
ADVERTISEMENT
Pembunuhan itu sudah tentu menjadi sorotan publik, terlebih karena Kholili memutilasi Siti, memotong tubuh istrinya menjadi tiga bagian sebelum dibuang ke dua lokasi berbeda.
Kapolres Karawang AKBP Hendy F Kurniawan mengatakan, kasus pembunuhan tersebut dilatarbelakangi ketidakharmonisan Kholili dan Siti Saidah. Adu mulut berujung maut.
Muhammad Kholili kini mendekam di Rutan Polres Karawang, sembari menunggu kasusnya disidangkan. Kepada kumparan, Jumat (29/12/2017), ia menceritakan kesaksiannya.
Siti Saidah alias Nindya dan suami. (Foto: Instagram @muhamad.kholili)
Bagaimana bisa kenal dengan Siti?
Awalnya, dulu, ketemuan dari Facebook. Sebelumnya nggak kenal. Saya dulu (yang menghubungi). Chattingan, langsung sama-sama suka.
Sudah berapa lama menikah dengan Siti?
Dari tahun 2015. Awalnya kenal dari permintaan pertemanan (di Facebook), terus di-confirm. Chatting-chattingan, (saya di)suruh ke sana. Tadinya dia kerja di Semarang. Saya disuruh ke sana, nemuin ke Semarang. Satu tahun setelah itu menikah.
ADVERTISEMENT
Sehari-hari anda dan Siti bekerja?
Saya kerja di kantor pabrik sebagai office boy (OB). Penghasilan dari Rp 3,8 juta sampai 4 juta. Siti belum sempet kerja sih. (Jadi sales promotion) di Meikarta itu belum sampai sebulan, baru empat hari.
Kenapa bertengkar dengan istri?
Cekcok-cekcok karena keinginan (permintaan Siti) doang sih. Dari (hal) kecil sampai motor, dulu. Karena (soal) ekonomi sih, kebanyakan saya nggak bisa nurutin, kayak shopping-shopping. Mobil itu yang saya berat (nurutinnya).
Lalu anak kan ditaruh di Bogor, di rumah orang tua saya. Susunya diganti. Lalu cekcok. Dari soal mobil, merembet ke keluarga saya. Ngomongnya campur gitu.
Kami belum ngirim (uang) juga ke orang tua, jadi susu diganti yang murah. (Dia marah, nanya) “Kenapa diganti yang murah? Nggak sanggup apa gimana?” Tapi kan belum ngirim (uang) ke sana. Ngurusin anak aja udah alhamdulillah, yang penting sehat anaknya.
ADVERTISEMENT
(Minta mobil) sudah empat bulanan. Desember (2017) pengen keturutan. Targetnya gitu. Ingin mobil, saya diem mulu, disabar-sabarin. Ngomongnya nggak ngenakin.
Mau mobil biar enak katanya, biar nggak kehujanan kalau ke Bogor. (Tapi saya) pengennya mah kalau rumah tangga kan ya (beli) rumah dulu gitu. Tetangga juga nyaranin mendingan rumah aja. Mending rental (mobil) ajalah kalau belum mampu mah. Lihat situasi juga masih begini. Gaji segini dibagi-bagi.
Sesering apa bertengkar?
Nggak tiap hari sih, paling seminggu ada dua kali. Masalah kecil, kayak ke salon sebulan sekali dimasalahin.
Saya kebanyakan mah diem kalau dimarahin sama istri. Terus saya gelap mata. Saya diem aja kan, saya dibisu-bisuin, diem kaya orang tuli.
Dia sempet nyekek saya karena (saya) diem mulu. Maksudnya, (dia) suruh (saya) ngomong. Saya balas, saya gelap mata. Saya pukul, nggak kepikiran itu istri. Dari kondisi duduk, saya dorong, saya cekek, terus saya pukul (di bagian tengkuk). Dia jatuh tersungkur, nggak tahu mentok tembok atau apa. Saya cek, (napasnya) nggak ada lagi.
ADVERTISEMENT
Setelah tahu Siti meninggal, apa yang ada di pikiran anda?
Rasanya campur aduk. Masih kesel juga, masih panas hawanya. nggak mikirin apa-apa. Gimana caranya buat nguburin (istri) ini, soalnya udah nggak napas saya cek. Bagaimana caranya ini nggak ketahuan orang lain. Akhirnya saya kepikiran buat mutilasi dia.
Yang dipikirin ya gimana caranya biar cepet selesai. Nggak kepikiran istri, anak. Nggak ada rasa apa-apa (saat memutilasi). Nggak tahu itu istri atau apa. Nggak kepikiran apa-apa.
Abis kejadian itu, saya bingung dan mutilasi korban, terus saya buang di beberapa lokasi yang nggak dijangkau masyarakat. Saat (badan Siti) saya bakar, saya tungguin dulu setengah jam, (terus) saya tinggalin aja, balik ke kontrakan. (Soalnya di situ) rame juga, pinggir jalan juga.
Kholili, Tersangka Kasus Pembunuhan dan Mutilasi (Foto: Intan Alfitry/kumparan)
Apakah menyesal?
ADVERTISEMENT
Nyesel. Nggak tahu, gelap mata saya. Hawanya emosi saja. Kalau saya diem, abis salat, ngeri juga gitu, merinding sendiri. Kok bisa gitu saya (melakukan itu).
Kenapa lalu melapor kehilangan istri ke Polres Karawang?
Keluarga lihat berita ramai (soal penemuan mayat bertato). Kakaknya dia (Siti) juga lihat ciri-ciri (mayat ber)tato di media dan pemberitaan, lalu menyuruh saya lihat itu Siti apa bukan. Jadi (saya lapor), dan berdasarkan keterangan di RSUD Karawang, cocok dengan korban. Saya langsung disidak di Kepolisian dan ditanya asal-usul. Udah ngelak sebenernya, (tapi) saya sudah siap aja (ketangkep).
Kenapa tidak tegas sejak awal ke istri kalau tak bisa penuhi permintaannya?
Kalau ditegasin, dia yang balik tegas lagi. Sebisa mungkin saya nggak bikin dia emosi. Nanti dia ngamuk lagi.
ADVERTISEMENT
Kadang (dia kelihatan) sayang, kadang ngamuk-ngamuk, kadang sedih. Saya suka browsing (soal) kenapa dia suka marah tiba-tiba.
Soal kabar adanya orang ketiga, bagaimana?
Nggak, paling dulu mantan (saya) doang yang ngechat ke Facebook saya, tapi istri saya yang balesin, bukan saya. “(Mantan) nyuruh ketemuan,” gitu (katanya). Tapi kan saya nggak tahu apa-apa. Paling cemburu itu doang. (Kata Siti) “Tuh, mantan kamu masih suka.”
Anda juga pernah cemburu?
Paling (nanya istri) mau ketemuan sama siapa, (soalnya) naek Grab mulu. Kalau saya tanya juga ke temen-temennya, emang (katanya) begitu, sifatnya keras.
Siti Saidah alias Nindya dan suami. (Foto: Instagram muhamad.kholili)
Sekarang anak bagaimana?
Sehat, alhamdulillah. Di Jawa (Pati), dia diasuh sama ibunya Siti. Saya pernah nelepon ke Jawa. Tadinya di Bogor, sudah ada kejadian ini, dia ke Jawa, diminta sama orang tua Siti.
ADVERTISEMENT
Sedih juga kalau saya pikirin mah. Setiap hari kalau inget anak mah sedih. (Setelah anak besar) gimana minta maaf ama anak. Terima aja, mau gimana lagi, kesalahan saya kan.
Kegiatan di penjara seperti apa?
Salat lima waktu nggak pernah saya tinggalin, solat tobat. Baca-baca Alquran.
Bagaimana menghadapi vonis nanti?
Ya gimana lagi. Gimanapun keputusannya, jalanin aja. Yang penting sehatlah di sini. Belum kepikiran (soal hukuman), tapi sering dikasih semangat sama teman-teman yang nengok, bukan keluarga malah (yang memberi dukungan).