Kisah Heri, Kakek Penjual Pulpen di Depan Kampus Trisakti

7 September 2019 12:50 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Heryanto (56) pedagang pulpen keliling di kawasan grogol. Foto: Efira Tamara Thenu/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Heryanto (56) pedagang pulpen keliling di kawasan grogol. Foto: Efira Tamara Thenu/kumparan
ADVERTISEMENT
Seorang warganet mengunggah sebuah cerita mengenai pertemuannya dengan Heriyanto, kakek penjual pulpen di sekitar Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat. Di usianya yang sudah tak muda lagi, Kakek Heri --demikian ia disapa-- masih giat bekerja demi bertahan hidup.
ADVERTISEMENT
kumparan berkesempatan menemui pria paruh baya berusia 56 tahun ini yang sedang berjualan di atas trotoar depan kampus Trisakti, Sabtu (7/9). Terik matahari yang cukup menyengat siang ini tak lantas memupus semangat Kakek Heri untuk terus menjajakan dagangannya ke pejalan kaki yang melintas.
Sudah 2 tahun ia menggantungkan hidup dengan berjualan pulpen. Dalam sehari, rata-rata penghasilannya adalah Rp 60 ribu, namun diterimanya dengan penuh rasa syukur. Ia menyebut, masih banyak orang-orang dermawan yang kadang membeli dalam jumlah banyak, meski kondisi itu tak selalu terjadi setiap hari.
"Paling Rp 60 ribu, laku 20 gitu ya. Tapi kadang-kadang enggak sampai. Tapi kadang gimana ya, banyakan dikasihnya (dibantu), dapat Rp 200 ribu, jadi enggak murni pulpen," ujar Kakek Heri.
Heryanto (56) pedagang pulpen keliling di kawasan grogol. Foto: Efira Tamara Thenu/kumparan
Sebelum jadi penjual pulpen, kakek Heri pernah bekerja sebagai tukang servis jok mobil di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Namun ia terpaksa berhenti karena mata kiri bapak 2 anak tersebut mengalami kebutaan.
ADVERTISEMENT
"Dulu bapak tukang jok mobil di Kebon Sirih. Karena bapak mata sebelah sudah enggak ngeliat, sudah buta, (sebelah) kiri (buta) total," jelasnya.
Sempat selama 5 tahun ia menganggur dan menggantungkan hidup dari sang istri yang berjualan peyek di sekitar kontrakan mereka di kawasan Cakung, Jakarta Timur. Namun, penghasilan dari berjualan makanan ringan tak mampu menopang biaya hidup sehari-hari.
Pulpen yang dijual Heryanto di kawasan grogol. Foto: Efira Tamara Thenu/kumparan
"Berapa tahun bapak nganggur, sampai hampir 5 tahun. Makan susah, apa susah. Kita ngarepin istri kadang kan enggak enak. Kita dikasih makan sama istri," kata dia.
Kakek Heri juga tak bisa berharap banyak dari kedua anaknya yang sama-sama hidup susah.
"Ada 2 (anak) di rumah ada. Yang satu kasihan gaji cuma Rp 1,5 juta, kerjanya naik sepeda di Bekasi, dari Cakung ke Bekasi. Ngebantu itu doang kontrakan. Ya tapi gimana ya, belum stabil kita mau minta sama anak juga bingung. Gaji segitu," tuturnya.
Heryanto (56) pedagang pulpen keliling di kawasan grogol. Foto: Efira Tamara Thenu/kumparan
Melihat keadaan keluarganya yang semakin sulit, Heri akhirnya memilih untuk berjualan pulpen di sekitar kontrakannya. Namun istri kakek Heri mengusulkan agar dirinya berjualan pulpen di sekitar kampus.
ADVERTISEMENT
"Itu istri yang bilang. Sudah capek kaki sakit, jalan kalau enggak salah 4 kilo 5 kilometer ke kampung-kampung. Jadi istri dianjurin ke kampus-kampus saja. Pertama kampus UI Depok, UNJ Rawamangun, terakhir di sini," jelas dia.
Berjualan di depan kampus Trisakti, rupanya mendatangkan berkah bagi kakek Heri. Menurutnya banyak mahasiswa yang sengaja membeli pulpennya, namun dibayar 2 kali lipat dari harga pulpen dagangannya yang berkisar Rp 5 ribu hingga Rp 8 ribu.
"Di sini orangnya ya beli 1 kadang-kadang dibayar Rp 20 ribu. Kadang-kadang dikasih uang Rp 50 ribu. Di sini orang-orangnya benar-benar dermawan," cerita kakek Heri.
Untuk mengurangi beban Kakek Heri, kumparan menggalang donasi online melalui Kitabisa.com. Jika Anda ingin membantu, salurkan donasi melalui tautan berikut:
ADVERTISEMENT