Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kisah Yusuf, Mantan Teroris Semarang yang Pilih Jadi Pebisnis
18 Mei 2018 12:08 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
"Saya divonis 10 tahun penjara karena kasus bom Semarang tahun 2003, penyimpanan bahan peledak 1 ton," kata Yusuf kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Mereka kedapatan menyimpan amunisi dan 26 bom rakitan yang diperkirakan daya ledaknya dua kali lipat dari Bom Bali. Bahan peledak itu adalah titipan dari tersangka Bom JW Marriot 2003, Musthofa alias Abu Tholut yang sudah lebih dulu ditangkap di Bekasi dan divonis 7 tahun penjara.
Selama di penjara, Yusuf banyak merenung. Dia memikirkan aksi-aksi yang pernah dilakukannya dan mengaku menyesal. Yusuf mencoba berubah, dia ingin menjadi 'manusia normal' pada umumnya.
"Bentuk kepuasan batin dari bapak, ibu, adik, itu pasti kecewa (lihat Yusuf) selalu was-was dicurigai. Saya ingin keluar dari zona itu dan menunjukkan kepada keluarga terutama masyarakat bahwa bisa kok tidak menyusahkan orang dan tidak membahayakan toh kita sesama muslim," kata Yusuf saat berbincang dengan kumparan, Kamis (19/5).
ADVERTISEMENT
Yusuf bebas bersyarat pada 2009 karena berkali-kali mendapat remisi. Namun saat itu justru adalah masa terberat baginya.
"Waktu itu saya masih beranggapan kalau baru keluar dari penjara bekerja pun tidak mudah, apalagi kita kan punya track record mantan narapidana terorisme yang punya penilaian sendiri dari masyarakat," ucap Yusuf.
Waktu itu Yusuf mencoba mencari kerja dan diterima sebagai karyawan warung makan di Semarang. Dia merasa senang bisa membuat masakan untuk orang lain, apalagi saat masakannya dipuji enak. Namun kegiatan itu tidak berlangsung lama, Yusuf dipecat karena bosnya tahu dia mantan napi terorisme yang masih dikenakan wajib lapor ke polisi sehingga harus sering absen dari kerjaannya.
Di masa bimbang itu, Yusuf bertemu kembali dengan teman yang pernah mengunjunginya saat di penjara Kedung Pane, Semarang, Noor Huda Ismail. Huda adalah pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP), sebuah yayasan penelitian tentang terorime. Alumnus Pondok Ngruki yang juga mantan jurnalis Washington Post itu mendirikan YPP untuk membantu para mantan teroris kembali berintegrasi dengan ke masyarakat.
ADVERTISEMENT
Huda menyarankan agar Yusuf merintis usaha dan YPP akan membantu mencarikan pinjaman modal. Yusuf lalu menghubungi 3 teman lamanya (bukan mantan napi teroris) untuk bergabung merintis usaha Dapoer Bistik di Semarang.
"Tahun 2011, kami berlima, khususnya dari YPP Noor Huda menggagas untuk usaha rumah makan," cerita Yusuf.
Bagi pria yang pernah bergabung dengan kelompok Jamaah Islamiyah (JI) ini, membuka usaha warung makan seperti penyaluran bakat dan keterampilan. Yusuf memang suka memasak. Lewat makanan, Yusuf mencoba berinteraksi kembali dengan orang lain.
"Saya mencoba membuat usaha ini dengan interaksi dan koneksi, termasuk mantan narapidana terorisme dan lainnya. Saya mencoba untuk bisa hidup secara normal dengan cara berinteraksi dengan banyak orang," kata ayah 3 anak ini.
ADVERTISEMENT
Dapoer Bistik berkembang dan membuka cabang di Solo karena di sana Yusuf memiliki banyak teman sesama jaringan mantan teroris yang ikut membantu bisnisnya untuk urusan promosi dan pemasaran.
Usaha bistik Yusuf berjalan lancar, bahkan dia bisa membeli 3 unit mobil dan membuka usaha rental mobil di Semarang. Namun memasuki tahun ke tiga, cabang di Dapoer Bistik Semarang terpaksa ditutup. Alasannya bukan karena krisis ekonomi, tetapi karena para pengurusnya yang memilih untuk membuka usaha masing-masing. Yusuf juga sibuk dengan bisnis rentalnya.
"Saya buka usaha lagi rental mobil jadi agak kewalahan. Temen-teman di Semarang juga ada yang menikah, mau usaha sendiri," katanya.
Yusuf juga mengajak teman-teman mantan narapidana terorisme untuk bergabung mengelola usahanya. Ada beberapa yang pernah magang lalu mendirikan usaha sendiri.
ADVERTISEMENT
"Namanya kerja kan karena kesukaan. Ada teman yang lebih suka masakan padang, teman kita juga mantan napiter, ada juga yang buka usaha kebab," ucapnya.
Kafe rintisan Yusuf juga sering dipakai untuk tempat diskusi oleh para mantan teroris. Selain itu warga sekitar juga sering mengadakan acara kumpul-kumpul atau arisan. Mereka semua tahu, kafe ini dibangun oleh mantan teroris.
"Semua orang tahu ini resto dari napiter. Mereka tetap enjoy, kumpul RT, mengadakan arisan, karena mereka menganggap ini sebagai salah satu solusi untuk integrasi dengan masyarakat," katanya.
Bagi Yusuf, kini jihad bukan lagi menyebarkan teror bom dan aksi radikal di masyarakat. Jihad adalah mencari nafkah untuk anak istri dan memberikan manfaat untuk sekitar.
ADVERTISEMENT