KontraS: Polri Sebut Korban Tewas 22 Mei Perusuh Tanpa Ungkap Perannya

12 Juni 2019 19:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi kerusuhan di sekitar Bawaslu. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi kerusuhan di sekitar Bawaslu. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik konferensi pers Polri terkait pengungkapan kerusuhan 22 Mei. Deputi Koordinator KontraS, Feri Kusuma, menilai Polri belum memberikan penjelasan secara menyeluruh hingga memicu bias informasi.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, sembilan korban meninggal dunia akibat kerusuhan masih mengundang tanda tanya. Feri menyayangkan dugaan Polri yang langsung menyimpulkan bahwa para korban meninggal adalah massa perusuh. Menurutnya, jika tidak ada penjelasan mendetail, kesimpulan tersebut bisa memunculkan asumsi publik menyoal pelaku penembakan.
Koordinator Deputi KontraS Feri Kusuma saat ditemui di Kantor KontraS, Senen, Jakarta Pusat pada Senin (12/6). Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
“Polri menyebutkan 9 orang korban tewas sebagai orang-orang yang diduga perusuh. Terkait hal ini, kami menyayangkan Polri hanya memberikan kesimpulan bahwa korbannya adalah perusuh. Tetapi tidak menjelaskan lebih detail peran dan keterlibatan mereka sebagai perusuh, pelaku penembakan, penyebab kematian dan hasil rekonstruksi TKP, uji balistik dan bukti-bukti lain,” ungkap Feri di Kantor KontraS, Senen, Jakarta Pusat, Rabu (12/6).
Feri juga menyoroti pemberitaan Majalah Tempo yang mengungkapkan dugaan keterlibatan eks anggota Tim Mawar (tim dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, TNI AD, dalang penculikan aktivis 1998). Ia memandang pemberitaan tersebut harus ditindaklanjuti agar masyarakat bisa mengetahui fakta yang benar dan utuh.
ADVERTISEMENT
“Terkait pemberitaan oleh Majalah Tempo, memang di situ ada salah satu anggota mantan Tim Mawar, namanya sudah kita tahu, yang diduga terlibat. Masih kata 'diduga',” ucap Feri.
Feri menyebut langkah itu sekaligus mengklarifikasi penyebutan “Tim Mawar”. Sebab, kata dia, eks anggota Tim Mawar tidak hanya satu orang, melainkan banyak orang. Dengan klarifikasi Polri, nama eks anggota lainnya tidak ikut tercoreng.
“Polri tidak menjelaskan lebih jauh terkait temuan Majalah Tempo mengenai ”Tim Mawar dan Rusuh di Sarinah” yang berisikan tentang dugaan keterlibatan eks anggota Tim Mawar, Fauka Noor Farid, dalam aksi kerusuhan yang terjadi. Perihal tersebut kami merasa Polri penting untuk menelusuri keterlibatan Fauka Noor Farid,” ungkap Feri.
Konferensi pers Kontras merespon siaran pers Polri terkait Peristiwa 21-22 Mei. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan
Masalah lainnya yang menjadi perhatian KontraS adalah dugaan pelanggaran HAM dalam kerusuhan. Feri mendesak polisi mengungkap semua pihak yang diduga melanggar HAM, melanggar prosedur, ikut bertanggung jawab di balik peristiwa rusuh tersebut, termasuk anggota Polri itu sendiri.
ADVERTISEMENT
“Tidak boleh ada impunitas dalam penegakan hukum. Kami menemukan informasi bahwa ada peserta aksi yang menjadi korban salah tangkap, mengalami kekerasan,” ungkap Feri.
“Memang sebelumnya polisi telah mengafirmasi bahwa video tentang tersebut benar menunjukkan perlakuan anggota polisi terhadap seorang peserta aksi. Namun sampai saat ini belum ada keterangan lebih lanjut mengenai proses hukum terhadap anggota kepolisian yang terlibat dalam pengeroyokan tersebut,” imbuhnya.
Feri menyatakan, dalam laporan yang mereka terima, KontraS menemukan berbagai indikasi pelanggaran HAM. Salah satunya anggota polisi yang diduga melanggar prosedur penangkapan.
Kondisi kerusuhan di sekitar Bawaslu. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
“KontraS menemukan adanya pembatasan akses terhadap saksi maupun tersangka. Berdasarkan pengaduan yang kami terima, orang-orang yang ditangkap kesulitan dalam bertemu dengan keluarganya. Selain itu tidak mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum/advokat. Hal ini bertentangan dengan Pasal 60 KUHAP, di mana setiap tersangka berhak untuk menerima kunjungan dari keluarganya,” tutur Feri.
ADVERTISEMENT
Terkait bias atau banyaknya ketidakjelasan itulah, KontraS mendesak Presiden Joko Widodo untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) yang terdiri dari berbagai lembaga. Dengan begitu, masyarakat bisa ikut mendalami kasus ini secara komprehensif.
“Presiden Joko Widodo, sebagai kepala Negara harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan persoalan ini. Pembentukan Tim Pencari Fakta untuk mengusut peristiwa dan menemukan aktor-aktor yang bertanggung jawab dan terlibat dalam peristiwa ini menjadi indikator penting untuk mengukur sejauh mana pemerintahan Jokowi mengedepankan penegakan supremasi hukum dan hak asasi manusia," imbuhnya.
Infog "Ricuh Aksi 22 Mei". Foto: Herun Ricky/kumparan