Korban Harus Dilibatkan dalam Proses Peradilan Pidana Terorisme

13 November 2018 18:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seminar nasional proyeksi penanganan korban terorisme di Indonesia setelah pengesahan UU tindak pidana Terorisme.  (Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Seminar nasional proyeksi penanganan korban terorisme di Indonesia setelah pengesahan UU tindak pidana Terorisme. (Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan)
ADVERTISEMENT
The Habibie Center menggelar seminar nasional bertajuk 'Proyeksi Penanganan Korban Terorisme di Indonesia Setelah Pengesahan UU Tindak Pidana Terorisme'. Salah satu poin dari hasil kajian lembaga tersebut adalah proses peradilan pidana tindak terorisme yang sebaiknya melibatkan korban.
ADVERTISEMENT
"Mengingat korban adalah pihak yang mengalami secara langsung tindak pidana terorisme, maka mereka harus dilibatkan dalam proses peradilan pidana tersebut," ujar Project Manager Countering Terrorism and Capacity Building Program The Habibie Center, Imron Rasyid, di kantor The Habibie Center, Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (13/11).
Meski begitu, ia menekankan, dalam praktiknya hal tersebut harus sangat memperhatikan kondisi psikologi korban yang besar kemungkinan masih mengalami trauma akibat tindak terorisme tersebut.
Direktur Perlindungan BNPT, Brigjen Pol Herman Chaidir. (Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Perlindungan BNPT, Brigjen Pol Herman Chaidir. (Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan)
"Menghadirkan korban dalam peradilan harus benar-benar mempertimbangkan bahwa mereka tidak akan mengalami pengalaman traumatis lain dalam proses peradilan tersebut," ujar Imran.
Imran mengatakan, agar terhindar dari risiko traumatis tersebut, penegak hukum perlu memahami isu terkait terorisme dan memiliki kepekaan terhadap masalah-masalah spesifik yang dihadapi korban.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, negara juga harus memberikan perlindungan terhadap korban yang berani untuk terlibat dalam proses peradilan. Hal ini dilakukan agar menjaga korban dari bahaya selama proses dan setelah peradilan.
"Perlindungan terhadap saksi korban misalnya BNPT bisa berkoordinasi dengan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) untuk memberikan perlindungan atau safe house bagi saksi korban yang ingin bersaksi tetapi khawatir dengan keselamatannya," kata Imron.
Menanggapi Imron, Direktur Perlindungan BNPT Brigjen Pol Herman Chaidir mengatakan bahwa pemerintah akan memberikan perlindungan tersebut.
"Ya, nanti ada LPSK, mereka memberikan perlindungan dan kepastian hukum. Jangan sampai dia memberikan keterangan di bawah tekanan, nanti LPSK akan bekerja sama dengan pihak kepolisian," kata Chaidir.
"Mau-mau tidak mau, kita enggak bisa mengatakan negara tidak siap, kita akan kerja dengan maksimal," pungkas Chaidir.
ADVERTISEMENT