KPK Bongkar Kasus Dugaan Korupsi Triliunan Rupiah Bupati Kotim

3 Februari 2019 6:44 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Kotawaringin Timur, Supian Hadi. Foto: Dok. kotimkab.go.id
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Kotawaringin Timur, Supian Hadi. Foto: Dok. kotimkab.go.id
ADVERTISEMENT
KPK membongkar adanya praktik dugaan korupsi terkait penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Kasus tersebut disebut merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah.
ADVERTISEMENT
Berawal dari penyelidikan yang dilakukan, KPK menemukan adanya indikasi terjadinya korupsi dalam penerbitan IUP Operasi Produksi dari Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur atau biasa disingkat Kotim.
KPK menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemberian Izin Usaha Pertambangan terhadap tiga perusahaan di lingkungan Pemkab Kotawaringin Timur pada tahun 2010-2012. Tiga perusahaan itu, yakni PT Fajar Mentaya Abadi (PT FMA), PT Billy Indonesia (PT BI), serta PT Aries Iron Mining (PT AIM).
"KPK sangat menyesalkan kasus korupsi tambang ini terjadi. Karena yang diakibatkan bukan hanya kerugian negara, namun juga risiko yang sangat besar terhadap kerusakan lingkungan dan hutan yang perlu jadi perhatian kita semua," kata juru bicara Febri Diansyah, Sabtu (2/2).
Juru bicara KPK, Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait pengembangan kasus korupsi terkini di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (27/12). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK menduga ada korupsi dalam penerbitan izin yang dilakukan oleh Bupati Kotawaringin Timur, Supian Hadi. Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, KPK menetapkan Supian Hadi sebagai tersangka.
Supian Hadi dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Bupati Kotawaringin Timur, Supian Hadi. Foto: Dok. kotimkab.go.id
Perkara tersebut bermula saat Supian Hadi resmi dilantik sebagai Bupati Kotawaringin Timur periode 2010-2015. Selepas pelantikan, Supian diduga mengangkat teman dekatnya yang juga merupakan anggota tim suksesnya sebagai Direktur dan Dirut PT Fajar Mentaya Abadi (PT FMA). Mereka diduga mendapat jatah masing-masing sebesar 5 persen saham PT FMA.
Untuk menerbitkan satu persatu izin pertambangan untuk 3 perusahaan yang dimaksud, Wakil Ketua KPK Laode M Syarief mengatakan, bahwa Supian telah memanfaatkan jabatannya saat itu sebagai Bupati, di antaranya:
ADVERTISEMENT
1. PT Fajar Mentaya Abadi (PT FMA).
Pada Maret 2011, Supian menerbitkan surat keputusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi seluas 1.671 hektar yang berada di kawasan hutan, dengan sejumlah syarat yang tak dipenuhi PT FMA, izin tetap diterbitkan. Padahal Supian Hadi mengetahui bahwa PT FMA belum memiliki sejumlah dokumen perizinan seperti ijin lingkungan/Amdal dan persyaratan lainnya yang belum lengkap.
Berangkat dari izin itu pula, pada November 2011, PT FMA menjalankan kegiatan operasi produksi pertambangan bauksit untuk kepentingan ekspor khususnya ke negara China. Masih di bulan yang sama, pertambangan dianggap bermasalah, Gubernur Kalimantan Tengah mengirimkan surat kepada Supian untuk segera menghentikan proses pertambangan. Namun, surat itu tak digubris oleh Supian. PT FMA tetap melakukan kegiatan pertambangan hingga tahun 2014.
ADVERTISEMENT
Ahli pertambangan menduga bahwa penerbitan izin tersebut menimbulkan kerugian keuangan negara. Kerugian negara itu dihitung dari nilai hasil produksi yang diperoleh secara melawan hukum, kerusakan lingkungan hidup, dan kerugian kehutanan.
2. PT Aries Iron Mining (PT AIM).
Pada April 2011, Supian terbitkan IUP PT AIM tanpa terlebih dahulu melalui proses lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Padahal, PT AIM tidak memiliki Kuasa Pertambangan (KP). Kegiatan eksplorasi yang dilakukan PT AIM dianggap merusak lingkungan dan akibatnya diduga menimbulkan kerugian lingkungan.
3. PT Billy Indonesia (PT BI).
Pada Desember 2010, Supian menerbitkan IUP PT BI tanpa terlebih dahulu melalui proses lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Perusahaan itu pun tak mempunyai Kuasa Pertambangan (KP).
ADVERTISEMENT
Selain itu, pada Februari 2013, Supian menerbitkan SK IUP terkait persetujuan peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi produksi.
Tak hanya itu, Supian juga menerbitkan keputusan tentang Izin Lingkungan Kegiatan Usaha Pertambangan Bijih Bauksit oleh PT BI dan keputusan tentang Kelayakan Lingkungan Rencana Kegiatan Pertambangan Bijih Bauksit oleh PT BI. Pada Oktober 2013, PT BI memulai kegiatan ekspor bauksit.
Dari penerbitan izin-izin tersebut, KPK menduga keuangan negara telah dirugikan senilai Rp 5,8 triliun dan USD 711 ribu. Kerugian tersebut dihitung berdasarkan eksplorasi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian hutan akibat produksi, serta kegiatan pertambangan yang dilakukan PT FMA, PT BI, dan PT AIM.
ADVERTISEMENT
Atas penerbitan izin tersebut, Supian diduga telah menerima uang senilai Rp 500 juta serta dua unit mobil yaitu mobil Toyota Land Cruiser senilai R0 710.000.000 dan mobil Hummer H3 senilai Rp 1.350.000.000.
Penetapan tersangka Supian menambah daftar kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi di KPK. KPK pun menyesalkan bahwa potensi sumber daya alam yang sangat besar malah dikuasai sekelompok pengusaha.