KPK Jawab Hoaks Novel dan Anies Bertemu untuk Bahas Kasus

3 Oktober 2019 20:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyidik KPK, Novel Baswedan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penyidik KPK, Novel Baswedan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK angkat bicara soal tudingan yang beredar di media sosial terkait pertemuan penyidik senior Novel Baswedan dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang disebut membahas suatu kasus. Tudingan itu didasari dari beredarnya sebuah foto Anies dan Novel yang bertemu di sebuah masjid seusai salat.
ADVERTISEMENT
Pertemuan Novel dengan Anies itu dituding terkait sebuah dugaan kasus korupsi yang pernah dilaporkan ke KPK. Kasus itu yakni Anies yang dituding melakukan korupsi dalam pendanaan Frankfurt Book Fair tahun 2015 senilai Rp 146 miliar. Anies dilaporkan dalam jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, menegaskan tudingan tersebut sebagai berita bohong. Febri menyatakan tidak ada pembahasan kasus dalam pertemuan itu. Sebab Novel bertugas di Direktorat Penyidikan. Sedangkan laporan suatu kasus ditangani Direktorat Pengawasan Intenal dan Pengaduan Masyarakat.
"Sehingga tidak memungkinkan bagi seorang penyidik untuk mengetahui, apalagi memengaruhi proses telaah dan analisis di Direktorat Pengaduan Masyarakat," ujar Febri dalam keterangannya, Kamis (3/10).
Febri menyatakan foto pertemuan Novel dan Anies yang tersebar di media sosial itu diambil sesudah salat, Juni 2017. Febri menyebut saat itu Novel tengah menjalani perawatan mata intensif di Singapura selama beberapa waktu.
ADVERTISEMENT
Perawatan itu dilakukan usai Novel diserang dengan air keras usai salat subuh pada 11 April 2017. Sehingga mengharuskan dirinya menjalani pengobatan di Singapura.
Selama menjalani perawatan, kata Febri, Novel mendapat kunjungan dari banyak pihak, termasuk dari Anies yang memiliki hubungan saudara dengan Novel.
"Akan tetapi dengan dibentuknya framing seolah-olah hubungan saudara dan foto tersebut memengaruhi penanganan perkara di KPK, kami pastikan hal tersebut tidak terjadi," ucapnya.
"Karena di KPK terdapat aturan yang tegas tentang antikonflik kepentingan. Ada larangan di UU hingga aturan kode etik KPK. Jika ada pihak dalam perkara memiliki hubungan keluarga dengan pegawai KPK yang menangani kasus tersebut, maka pegawai wajib menyatakan dan mundur dari tugas tersebut," lanjut Febri.
Anies Baswedan menjenguk Novel Baswedan Foto: Nabilla Fatiara/kumparan
Febri juga menjawab hoaks soal kabar adanya tukar guling perkara yang melibatkan eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar. Kabar itu mengatakan adanya seseorang yang tukar guling sebanyak 50 kamar kos di Bandung dengan Novel agar tak terjerat kasus di KPK.
ADVERTISEMENT
"Informasi ini juga sudah kami klarifikasi sebelumnya bersamaan dengan sejumlah informasi bohong yang diedarkan saat itu. Kami percaya masyarakat akan hati-hati dan rasional dalam mencerna Informasi yang beredar, apalagi saat ini informasi palsu dengan berbagai cara diproduksi untuk tujuan-tujuan yang tidak benar," jelas Febri.
Febri pun menyayangkan banyaknya hoaks yang menerpa Novel. Hal itu menurutnya berbanding terbalik dengan lamanya penanganan kasus penyiraman air keras terhadap Novel. Praktis sudah 905 hari kasus penyerangan Novel belum terungkap.
"Jangan sampai korban penyerangan kembali menjadi korban berulang kali karena fitnah dan tuduhan-tuduhan tak berdasar," sambung Febri.
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah memberikan keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/9/2019). Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Febri mengajak semua pihak untuk menggunakan kebebasan berkomunikasi dan penyampaian informasi secara bertanggungjawab dan bijak. Sebab, lanjut Febri, penyebaran berita bohong, terlebih dilakukan secara sistematis dapat berdampak serius dan memanipulasi informasi yang diterima oleh masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Terkait penyiraman terhadap Novel, Febri menegaskan kepada Polri yang telah diberikan tugas oleh Presiden agar dapat segera menangkap pelaku teror secepatnya.
"Tidak hanya pelaku lapangan, tetapi juga aktor intelektual yang menyusun rencana hingga memerintahkan tindakan penyiraman air keras pada Novel," tegas Febri.