KPK Sebut Pemilu Jadi Masa Panen untuk Parpol
ADVERTISEMENT
Mahalnya biaya politik di Indonesia dalam kontestasi Pileg, Pilkada, maupun Pilpres membuat setiap calon yang terpilih berpotensi melakukan korupsi untuk mengembalikan dana kampanye.
ADVERTISEMENT
"Mau tahu enggak partai politik ada siklusnya kayak petani? Sekarang itu siklusnya tanam, menjelang Pileg menanam. Banyak biaya dikeluarkan parpol," ujar Saut dalam diskusi peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2018 yang diselenggarakan di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (4/12).
Saut menjelaskan, saat masa pembibitan, parpol kesulitan mencari dana. Namun saat masa panen yakni mendekati pemilu baik Pileg dan Pilkada, parpol bisa mendapatkan hingga ratusan miliar. Saut menyebut uang hingga ratusan miliar itu salah satunya bisa diperoleh dari satu rekomendasi calon kepala daerah.
"Ada masa panennya. Panennya saat Pilkada langsung Rp 500 (miliar) Pilkada itu butuh rekomendasi. Dan rekomendasi itu dikeluarkan oleh parpol yang lolos. Satu rekomendasi (bisa) Rp 5 miliar Rp 10 miliar, bahkan untuk gubernur bisa Rp 200 miliar. Ini pengalaman saya," ujar Saut.
ADVERTISEMENT
Saut menyebut, para calon itu berani memberikan mahar politik kepada parpol hanya untuk mendapatkan rekomendasi. Meskipun, kata Saut, para calon itu belum tentu diusung sebagai calon kepala daerah.
"Ada parpol yang minta Rp 50-100 miliar untuk mengusung satu pasangan. Ini rekomendasi loh belum tentu jadi (calon). Makanya tidak heran kalau banyak orang bangun parpol dalam satu kali putaran balik modal. Dari 300 orang masing-masing satu Rp 1 miliar sudah balik modal. Itulah siklusnya," pungkas Saut