Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Penyidik KPK resmi menahan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Syafruddin Arsyad Tumenggung. Ia ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menyelesaikan pemeriksaan pada sekitar pukul 15.55 WIB, Syafruddin sudah memakai rompi tahanan KPK berwarna oranye. Ia terlihat sudah didampingi oleh beberapa petugas KPK yang mengawalnya ke tahanan.
Sesaat sebelum masuk mobil tahanan, Syafruddin pun sempat mengomentari soal kasus yang membelitnya tersebut. Ia mengklaim bahwa yang dilakukannya selaku Kepala BPPN sudah sesuai dengan aturan.
Ia menolak bahwa yang dilakukannya itu merupakan bentuk korupsi. "Apa yang saya kerjakan di BPPN itu sudah sesuai aturan semua. sudah sesuai dan sudah diaudit BPK dan semua sudah dikerjakan dengan sebaik-baiknya," ujar Syafruddin di gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/12).
Secara terpisah Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha membenarkan soal adanya penahanan terhadap Syafruddin. Ia menyebut Syafruddin akan ditahan di rutan KPK yang berada di belakang gedung Merah Putih.
ADVERTISEMENT
"Ditahan selama 20 hari pertama," kata dia.
Dugaan korupsi BLBI bermula saat BDNI milik Sjamsul Nursalim yang sempat terganggu likuiditasnya, dibantu Syafruddin dengan mengeluarkan SKL. BDNI mendapat gelontoran dana pinjaman dari BI senilai Rp 27,4 triliun dan mendapat SKL pada April 2004.
Perubahan litigasi pada kewajiban BDNI dilakukan lewat rekstruturisasi aset Rp 4,8 triliun dari PT Dipasena yang dipimpin Artalyta Suryani dan suaminya. Namun, hasil restrukturisasi hanya didapat Rp 1,1 triliun dari piutang ke petani tambak PT Dipasena. Sedangkan Rp 3,7 triliun yang merupakan utang tak dibahas dalam proses resutrukturisasi. Sehingga, ada kewajiban BDNI sebagai obligor yang belum ditagih. Namun kebijakan penerbitan SKL BLBI untuk BDNI ini diduga telah merugikan negara sebesar Rp 3,7 triliun. Sehingga Syafruddin harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
ADVERTISEMENT