KPK Telaah Pelaporan Arcandra Tahar

28 Februari 2017 13:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Tanda terima sura pelaporan (Foto: Dok. Ferdinand Hutahaean, Direktur Energy Watch Indonesia)
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah mengatakan lembaganya akan menelaah pelaporan terhadap Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar. Arcandra dilaporkan oleh Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean.
ADVERTISEMENT
"Laporan dari masyarakat akan kami terima dan kami akan menelaah laporan itu lebih lanjut. Kami akan melihat apakah ada indikasi tindak pidana korupsi atau tidak," kata Febri saat dihubungi, Selasa (28/2).
Febri Diansyah (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Yang dipermasalahkan Ferdinand adalah pekerjaan Arcandra sebagai konsultan perorangan untuk PT Pertamina EP. Ferdinand merujuk ke kontrak Arcandra dengan Pertamina EP senilai USD 477 ribu yang diteken pada 21 November 2013. Ferdinand lalu melaporkan Arcandra pada Senin (27/1).
Yang dipermasalahkan Ferdinand adalah realisasi pekerjaan dari kontrak. Di kontrak, definisi waktu kerja adalah ketika Arcandra bekerja di Indonesia dari jam 07.00 atau jam 08.00 selama delapan jam. Arcandra harus berada setiap hari di Indonesia pada jam kerja karena hitungan pembayaran sesuai jam kerja dengan total 1.910 jam atau setara 239 hari kerja.
ADVERTISEMENT
"Tapi Arcandra ada di Amerika, sehingga pekerjaan yang selama ini dilakukan adalah fiktif," ujar Ferdinand.
Lampiran dokumen pelaporan Archandra ke KPK (Foto: Dok. Ferdinand Hutahaean, Direktur Energy Watch Indonesia)
Ferdinand, merujuk audit internal Pertamina EP, menyebut Arcandra masih menunggak tiga pekerjaan pada 23 Desember 2016. "Yakni survey and inspection pipe line L PARIGI (CTR 7), X RAY (CTR 8), Poleng AW-BW (CTR 9) dan Poleng AW Flare (CTR 12), padahal pembayaran sudah dilakukan 100 persen," kata dia.
Selain urusan pekerjaan, pajak Arcandra juga dianggap bermasalah. Sebagai WNI, Arcandra dianggap tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Padahal di kontrak Arcandra memiliki 239 hari bekerja di Indonesia--dan harusnya menyelesaikan kewajiban pajak. "Dia harus punya NPWP, tidak boleh mengikuti subjek pajak orang di luar negeri. Tapi faktanya pajak Arcandra disetor ke mana? Dia bukan subjek pajak luar negeri," katanya.
ADVERTISEMENT
Ferdinand sedang mempertimbangkan untuk melaporkan eks Presiden Direktur PT Pertamina EP Syamsu Alam. "Laporan akan kami kembangkan, karena yang bertanggung jawab adalah Dirut PT Pertamina EP Syamsu Alam. Kalau butuh laporan baru, kami akan laporkan," ujar dia.
Paspor Archandra Tahar (Foto: Dok. Ferdinand Hutahaean, Direktur Energy Watch Indonesia)
Lalu di kontrak, menurut Ferdinand, Arcandra adalah Warga Negara Indonesia. "Padahal ia terbukti menjadi Warga Negara Amerika sejak 2012," kata Ferdinand. "Itu membuat kontrak tidak sah."
"Jika KPK tidak menindaklanjuti laporan kami, maka kami akan langsung melapor ke Bareskrim," kata Ferdinand merujuk Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian.
Arcandra dan Plt Dirut Pertamina Yenni A (Foto: Akbar Nugroho Gumay/Antara)