KPK Temukan Dugaan Penyelewengan Dana Hibah KONI

18 Januari 2019 11:48 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Juru bicara KPK, Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait pengembangan kasus korupsi terkini di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (27/12). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Juru bicara KPK, Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait pengembangan kasus korupsi terkini di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (27/12). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPK menemukan adanya penyelewengan penggunaan dana hibah Kemenpora oleh KONI. Hal itu ditemukan KPK setelah memeriksa sejumlah saksi, termasuk asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, dalam kasus dugaan suap dana hibah dari Kemenpora ke KONI.
ADVERTISEMENT
"Penyidik juga sedang mendalami penggunaan-penggunaan dari dana hibah tersebut, apakah sesuai atau tidak sesuai dengan peruntukannya yang ada di proposal," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah saat dihubungi, Jumat (18/1).
Penyidikan kasus ini awalnya terkait percepatan pencairan dana hibah Kemenpora untuk KONI tahun 2018. Namun dalam pengembangannya KPK menemukan penyelewengan. Penyelewengan yang ditemukan penyidik KPK, kata Febri, yakni adanya dugaan penggunaan dana hibah yang tak sesuai peruntukan.
Febri menyebut, pada dasarnya Kemenpora memberikan dana pembiayaan pengawasan dan pendampingan (wasping) sejumlah Rp 17.971.192.000 hanya untuk pembiayaan tiga kegiatan, tapi pihak KONI diduga menggunakan untuk kepentingan lain di luar tiga kegiatan tersebut.
"Dari identifikasi yang dilakukan saat ini ada dugaan penyimpangan penggunaan dana hibah tersebut yang seharusnya dialokasikan setidaknya misalnya untuk tiga hal," ucap Febri.
Asisten Pribadi Menpora Miftahul Ulum meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (3/1/2019). (Foto:  ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
zoom-in-whitePerbesar
Asisten Pribadi Menpora Miftahul Ulum meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (3/1/2019). (Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Tiga kegiatan itu yakni penyusunan instrumen dan pengelolaan database berbasis android bagi atlet berprestasi dan pelatih berprestasi multievent internasional, penyusunan instrumen dan evaluasi hasil monitoring dan evaluasi atlet berprestasi menuju SEA Games 2019, serta penyusunan buku-buku pendukung Wasping Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional.
ADVERTISEMENT
Tak hanya penyelewengan penggunaan dana, KPK juga menduga proses pengajuan proposal lain oleh KONI di luar kepentingan dana pembiayaan Pengawasan dan Pendampingan (Wasping). Hal itu kini tengah dicocokkan kebenarannya dengan sejumlah proposal yang disita KPK dari proses penggeledahan.
"Kami menemukan adanya proposal-proposal lain yang diajukan oleh koni ke kemenpora. Tentu nanti kita lihat ya. Apakah praktek yang sama juga terjadi di proposal-proposal yang lain tersebut," imbuh Febri.
Terkait kasus suap dana hibah ini, penyidik sudah menggeledah sejumlah ruangan di Kemenpora. Ruang pribadi Imam Nahrawi pun turut digeledah oleh penyidik. Dalam penggeledahan itu, penyidik menyita sejumlah dokumen yang berkaitan dengan dana hibah dan penyidikan perkara ini.
Bendahara umum KONI, Jhonny E. Awuy usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/1). (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bendahara umum KONI, Jhonny E. Awuy usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/1). (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
KPK pun menetapkan lima orang sebagai tersangka yakni Staf Kemenpora Eko Triyanto, Asisten Deputi Olahraga Prestasi Adhi Purnomo, Deputi IV Kemenpora Mulyana, Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy, dan Bendahara KONI Jhonny E Awuy.
ADVERTISEMENT
Mulyana bersama dengan Eko dan Adhi diduga menerima Rp 318 juta dari Ending dan Jhonny. Suap diduga diberikan sebagai bagian fee pencairan dana hibah Kemenpora untuk KONI tahun 2018. Selain itu, ada ATM bersaldo Rp 100 juta, mobil Toyota Fortuner dan satu Samsung Note 9 yang diduga diterima Mulyana sebagai suap.
KPK menduga, kongkalikong sudah ada sejak pengajuan proposal hibah senilai Rp 17,9 miliar itu berlangsung. Pejabat Kemenpora diduga meminta fee 19,13 persen dari nilai hibah atau Rp 3,4 miliar.