KPK Usut Putusan Berbeda Hakim PN Medan yang Berujung Suap
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam pemeriksaan tersebut, KPK mendalami perbedaan pengambilan putusan (dissenting opinion) yang diambil hakim Merry saat memvonis Tamin Sukardi dalam kasus korupsi penggelapan lahan perkebunan milik PT PTPN II.
Diketahui dalam kasus itu, dua anggota majelis hakim yakni ketua majelis Wahyu Prasetyo Wibowo dan hakim anggota I Sontan Merauke Sinaga menyatakan Tamin bersalah. Akan tetapi, hakim anggota II Merry berpandangan berbeda. Ia menyatakan dissenting opinion dan menilai Tamin tidak terbukti bersalah.
Namun putusan dissenting opinion Merry itu tidak mampu menyelamatkan Tamin sehingga pengusaha asal Medan itu tetap dihukum selama 6 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta wajib membayar uang pengganti Rp 132 miliar.
ADVERTISEMENT
"Untuk kasus di PN Medan ini kami masih mendalami bagaimana pengambilan keputusan pada saat itu," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (21/9) seperti dilansir Antara.
Selain mengusut adanya perbedaan putusan dengan dua hakim lain, Febri mengatakan penyidik KPK juga menelusuri bagaimana pemberian suap dari Tamin kepada Merry dan panitera PN Medan Helpandi terjadi.
"Kemudian bagaimana proses aliran dana yang diduga mengalir pada hakim (Merry) dan panitera (Helpandi) di Medan," ucapnya.
Merry sebelumnya telah membantah menerima suap dari Tamin. Merry mengaku putusan dissenting opinion dalam kasus Tasmin murni karena pendapat hukum pribadinya, bukan karena suap.
"Saya sendiri (dissenting opinion), dari saya pribadi," kata Merry.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Merry, Tamin, Helpandi dan Hadi Setiawan sebagai tersangka. Tamin diduga memberikan uang senilai SGD 280 ribu kepada Merry melalui Helpandi. Uang suap itu diduga untuk meringankan hukuman Tamin dalam kasus korupsi penggelapan lahan perkebunan milik PT PTPN II. Pemberian uang suap itu dilakukan Tamin melalui Hadi.