KPU soal Gugatan OSO: Kami Berpengalaman Hadapi Sengketa Pemilu

25 Januari 2019 0:01 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hasyim Asy'ari komisioner KPU. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Hasyim Asy'ari komisioner KPU. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPU harus menghadapi laporan dari Ketum Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) karena mencoretnya dari Daftar Caleg Tetap (DCT) DPD RI. Posisi KPU memang terbilang dilematis karena ada beberapa keputusan hukum yang berbeda hasilnya terkait kasus OSO.
ADVERTISEMENT
"KPU dihadapkan pada dilema hukum sehubungan dengan munculnya putusan-putusan peradilan itu. Ada putusan MK (Mahkamah Konstitusi), ada putusan Mahkamah Agung (MA) Judical Review Peraturan KPU (PKPU), ada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan putusan Bawaslu. Jadi KPU dihadapkan pada dilema hukum dan norma dalam menyikapi putusan dari lembaga peradilan itu," jelas Komisioner KPU Hasyim Asy'ari di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (24/1).
Karena itu, KPU sudah siap dengan berbagai sengketa yang mungkin terjadi saat sebelum atau setelah Pemilu nanti. KPU tetap berpegang teguh pada putusan MK karena segala sengketa pemilu nantinya akan diajukan ke MK.
"Sinyal seperti itu (sengketa) sangat kuat karena apa? MK dalam pers rilisnya yang menyikapi masalah ini menyatakan, mengingatkan bahwa ujung atau muara dari proses Pemilu adalah sengketa hasil Pemilu di MK," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Ancaman kasus OSO akan dibawa ke ranah sengketa pemilu itu pernah disampaikan pengacara OSO, Yusril Ihza Mahendra. Yusril mewanti-wanti KPU apabila OSO tidak masuk menjadi caleg DPD, maka Pileg DPD bisa batal demi hukum.
Pasalnya, PTUN telah memutuskan agar KPU mencabut SK Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD yang tidak mencantumkan nama OSO. PTUN juga meminta KPU menerbitkan SK DCT anggota DPD yang baru dengan mencantumkan nama OSO.
"Pemilu DPD itu pakai apa? pakai DCT. DCT yang telah ditetapkan oleh KPU oleh pengadilan DCT itu sudah dibatalkan. Implikasinya bisa-bisa Pemilu DPD itu batal demi hukum. Karena kan putusan dari pengadilan PTUN kalau tidak dilaksanakan dalam waktu 60 hari dia otomatis berlaku," ucap Yusril.
Oso Hadiri Rakor pemenangan Hanura. (Foto: Ricad Saka/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Oso Hadiri Rakor pemenangan Hanura. (Foto: Ricad Saka/kumparan)
Meski demikian, Hasyim menegaskan KPU bukan baru pertama kali menghadapi sengketa pemilu yang mirip dengan kasus OSO. Dia mencontohkan sengketa pemilu pada Pilkada Bengkulu Selatan dan Pilkada Pati.
ADVERTISEMENT
"Pernah dulu Pilkada di Bengkulu Selatan, MK menilai karena ada calon yang tidak memenuhi syarat tapi tetap diikutkan sebagai peserta pilkada, apa yang terjadi? MK memerintahkan Pilkada ulang dengan diawali mencoret calon yang tidak memenuhi syarat itu," ungkap Hasyim.
"Pernah juga terjadi di Pilkada Pati hasilnya digugat di MK. MK kemudian berpendapat bahwa Pilkada tidak sah hasilnya karena diikuti peserta pemilu yang tidak memenuhi syarat. Apa perintah MK? Pilkada ulang di Pati, dimulai dengan apa? Mencoret calon tersebut, dimulai dari pendaftaran calon," lanjutnya.
Laporan OSO ke Bawaslu.  (Foto: dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Laporan OSO ke Bawaslu. (Foto: dok. Istimewa)
Berkaca dari pengalaman itu, Hasyim menilai ada 2 opsi yang akan diputuskan oleh MK bila nanti terjadi sengketa dalam Pemilu. Pertama KPU membatalkan hasil pemilu lalu mencoret calon yang dianggap tidak memenuhi syarat oleh MK, namun tidak harus melakukan Pemilu ulang.
ADVERTISEMENT
Kemudian KPU harus melakukan Pemilu ulang dengan tidak menyertakan calon yang dianggap tidak memenuhi syarat oleh MK.
"Jadi, itu risiko-risiko yang akan dihadapi oleh KPU nanti," tutup Hasyim.