Kritik Ridwan Kamil Terhadap Tata Bangunan di Jakarta

9 November 2017 14:58 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ridwan Kamil (Foto: Gina Yustika/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ridwan Kamil (Foto: Gina Yustika/kumparan)
ADVERTISEMENT
Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil menjadi salah satu pembicara di Forum Arsitektur Indonesia-Jepang 2017. The 4th Asia Urban Architecture Forum membahas “Housing-Urban Development-Sustainability Cross-Colaboration.
ADVERTISEMENT
Sebagai arsitek, Ridwan Kamil, dalam paparannya, mengkritik pola pembangunan di Jakarta.
“Kritikan saya untuk bangunan di Jakarta, karena saya dulu pernah ngarsitek di Jakarta. Sering saya temukan, bahkan arsitek-arsitek ini luar biasa di luar negeri, tapi kalau ada proyek di Jakarta, hilang rasa urbanitasnya,” tutur Emil di Fairmont Hotel, Jakarta Selatan, Kamis (9/11).
Emil menjelaskan, arsitek yang bekerja di Jakarta tidak bisa terlalu jauh bereksplorasi. Arsitek terpaku pada kemauan para klien.
“Arsitek dipaksa kliennya kalau bikin mal harus masuk drop off seluas-luasnya, parkir seluas-luasnya. Padahal kan ruang parkir ini ruang manusia, ruang interaksi. Jadi kadang-kadang logika sederhananya tuh hilang. Jadi banyak yang kalah argumen dengan kliennya,” kata Emil.
Ridwan Kamil (Foto: Gina Yustika/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ridwan Kamil (Foto: Gina Yustika/kumparan)
Setelah menjadi Wali Kota Bandung, Emil mengaku sangat konsen dengan pola pembangunan di kotanya. Latar belakang sebagai seorang arsitek membuat Emil sangat paham tentang pembangunan dan penataan kota.
ADVERTISEMENT
“Di Bandung, sekarang saya balik. Saya pastikan semua proyek di Bandung harus very friendly to people. Harus ramah terhadap pedestrian. Apapun bangunan atau geometrinya, sehingga arsitekturnya progressive, urbanitasnya saya jaga. Itulah kenapa judul saya adalah Bandung liveable dan Bandung loveable,” tegas Emil.
“Semua berawal dari aturan. Silahkan ITO-san (arsitek Jepang) berjalan di daerah Sudirman-Thamrin, sekarang kalau ada waktu. Pasti tidak menyenangkan. Kenapa? Karena pedestrian Jakarta di daerah Sudirman-Thamrin itu ada setback. Setback itu menjauhi hubungan manusia dengan arsitektur. Setbacknya dipakai drop off mobil,” imbuhnya.
The 4th Asia Urban Architecture Forum menghadirkan sejumlah pembicara, antara lain Toyo ITO arsitek dari Jepang, Ridwan Kamil Wali Kota Bandung dan arsitek-arsitek Indonesia lainnya seperti Isandra Matin Ahmad dan Rachmat Gobel sebagai keynote speaker.
ADVERTISEMENT