Kritik Tes CPNS di Grup WA, Dosen di Aceh Jadi Tersangka

1 September 2019 17:38 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi WhatsApp. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi WhatsApp. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Berawal dari sekadar memberikan komentar bernada kritik di dalam grup WhatsApp, seorang dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh kini ditetapkan sebagai tersangka. Dia dilaporkan atas tuduhan telah melakukan pencemaran nama baik.
ADVERTISEMENT
Saiful Mahdi dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), dijerat menggunakan Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi, kini Saiful ditetapkan sebagai tersangka.
Direktur LBH Banda Aceh, Syahrul, mengatakan, Saiful dilaporkan karena mengkritisi hasil Tes CPNS untuk dosen Fakultas Teknik pada akhir 2018 lalu dalam ruang lingkup Universitas Syiah Kuala. Kritikan itu disampaikan dalam sebuah grup WhatsApp yang beranggotakan akademisi di Universitas Syiah Kuala.
Kata Syahrul, Saiful bermaksud hanya ingin menyampaikan pendapatnya terhadap hasil Tes CPNS dosen Unsyiah 2019 terutama di Fakultas Teknik yang dinilai janggal. Penilaian itu merupakan hasil analisis berdasarkan ilmu statistik yang dia geluti.
ADVERTISEMENT
“Saiful Mahdi tidak berniat untuk mencemarkan nama baik seseorang, namun untuk kepentingan umum semata. Namun, Dekan Fakultas Teknik malah melaporkan Saiful Mahdi dengan tuduhan pencemaran nama baik dan Saiful Mahdi telah diperiksa oleh kepolisian di Polresta Banda Aceh menggunakan Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang ITE,” kata Syahrul, Minggu (1/9).
UU ITE (Ilustrasi) Foto: Pixabay
Kritikan itu disampaikan Saiful Maret 2019. Dia membuat sebuah tulisan di dalam group WA bernama “Unsyiah KITA” yang anggotanya terdiri dari 100 dosen Unsyiah.
Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!! Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen hanya pada medioker atau yang terjerat “hutang” yang takut meritokrasi.
ADVERTISEMENT
“Akibat dari postingannya Saiful kemudian diadukan oleh Dekan Teknik, Taufik Saidi, ke Senat Universitas Syiah Kuala. Pada 18 Maret, Saiful dipanggil oleh komisi F senat Universitas Syiah Kuala. Namun, oleh anggota Komisi F dia hanya diminta klarifikasi atau meminta keterangan, bukan sidang etik,” tutur Syahrul.
Selanjutnya, Rektor Universitas Syiah Kuala, Samsul Rizal, juga mengirimkan surat kepada Saiful Mahdi perihal Teguran Pelanggaran Etika Akademik tertanggal 6 Mei 2019. Dalam suratnya Nomor T/302/UN11.1/TP.02.02/2019 tanggal 22 April 2019, rektor meminta agar Saiful menyampaikan permohonan maaf kepada dekan Fakultas Teknik. Saiful diberi waktu dalam 1 x 24 jam sejak surat itu diterima.
Kemudian pada 15 Mei 2019, Saiful membalas surat tersebut berisi keberatannya dengan teguran dari Rektor Universitas Syiah Kuala. Saiful merasa dirinya tidak pernah menjalani sidang etik di Senat Universitas Syiah Kuala. Surat yang ditujukan langsung Samsul Rizal itu juga ditembuskan kepada Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Jeratan UU ITE mulai membayangi Saiful, awal Juli 2019. Dia mendapat surat panggilan dari Kepolisian. Saiful diminta hadir ke Polresta Banda Aceh Kamis (4/7) untuk dimintai keterangan sebagai saksi terlapor dalam perkara dugaan tindak pidana pencaran nama baik dengan menggunakan sarana elektronik.
Ia dianggap melanggar Pasal 27 ayat (3) Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Penyidik dalam kesempatan tersebut, mengatakan bahwa pelapor hanya ingin saksi terlapor untuk meminta maaf dalam 1 (satu) waktu minggu, sebelum nantinya penyidik bisa menetapkan ia jadi tersangka,” ungkap Syahrul.
Namun pada 11 Juli 2019, penyidik kembali mengirimkan surat pemanggilan sebagai saksi untuk kedua kalinya dengan pasal dan UU yang sama dan para penyidik meminta waktu untuk melakukan gelar perkara terkait status saksi. Selanjutnya 30 Agustus, Saiful kembali mendapatkan panggilan sebagai tersangka dan akan dipanggil untuk menjalani pemeriksaan Senin (2/9).
ADVERTISEMENT
“Besok kami Insyaallah akan hadir. Dengan kejadian ini, LBH Banda Aceh akan mendampingi seluruh proses hukum yang sedang dihadapi oleh saudara Saiful Mahdi sebagai bentuk perjuangan penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM). Salah satunya kebebasan dalam berpendapat baik masyarakat umum maupun terhadap insan akademik,” ungkap Syahrul.
Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Trisno Riyanto, membenarkan penetapan tersangka Saiful Mahdi, seorang dosen di Unsyiah, atas tuduhan diduga telah melakukan pencemaran nama baik.
Sebelum penetapan itu, kata Trisno, institusinya telah memberikan agar pihak kampus menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan.
“Laporan sudah dari Juni, sudah lama, sudah kita berikan kesempatan saya pikir karena ini internal di kampus,” kata Trisno.
Kesempatan tersebut ternyata tidak membuahkan hasil. Selanjutnya polisi melakukan penyidikan dan memeriksa sejumlah saksi termasuk saksi ahli yaitu ahli bahasa dan ITE.
ADVERTISEMENT
“Sudah diberi kesempatan supaya diselesaikan secara baik. Karena tidak ada hasil selanjutnya terlapor kita panggil sebagai saksi. Hasil gelar kita tetapkan tersangka dan Senin besok dipanggil sebagai tersangka untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut,” pungkasnya.