Unggahan Filsafat Jawa Presiden Jokowi

Lakon Politik Jawa Ala Jokowi

4 September 2019 12:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Unggahan Filsafat Jawa Presiden Jokowi. Foto: Twitter/@jokowi
zoom-in-whitePerbesar
Unggahan Filsafat Jawa Presiden Jokowi. Foto: Twitter/@jokowi
Pukulan gamelan menyahut kencang mengiringi duel Gatotkaca dengan Dursala di Tegal Kurusetra yang kian sengit. Gatotkaca yang digambarkan melalui wayang berkulit gelap tampak mencekik dan membanting Dursala berkali-kali. Dursala, keponakan Kurawa yang paling sakti, berusaha bangkit melawan namun tetap roboh oleh pukulan Gatotkaca, sang Putra Werkudara.
Kunci kemenangan Gatotkaca adalah ilmu Aji Narantaka yang merupakan pemberian sang mahaguru nan sakti, Resi Seta. Memasuki ujung cerita, Gatotkaca membanting tubuh Dursala hingga terguling. Gunungan wayang yang ditancapkan menandai kemenangan Gatotkaca yang berhasil menewaskan Dursala.
Lakon wayang ini diberi judul Aji Narantaka dan dimainkan oleh trio dalang Ki Warseno Slenk, Ki Sri Susilo Tengkleng, dan Ki Suwondo. Pagelaran wayang kulit yang digelar oleh PDIP di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (20/7) malam sengaja menyomot makna kemenangan Gatotkaca untuk perayaan khusus. PDIP saat itu hendak merayakan HUT ke-46 sekaligus kemenangan capres Joko Widodo - Ma'ruf Amin. "Kebenaranlah yang akhirnya akan menang," ucap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto memegang wayang kulit tokoh Gatotkaca saat acara Tasyakuran HUT ke-46 PDI Perjuangan di Tugu Proklamasi, Jakarta, Sabtu (20/7). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Hari itu, Gatotkaca seakan jadi simbol kubu Jokowi. Sabtu pagi, Gatotkaca muncul di akun media sosial Jokowi disertai pesan njawani. Latar suara Jokowi mengiringi gambar Gatotkaca yang bergerak. Ia menjelaskan sebuah kalimat berbahasa Jawa. “Lamun siro sekti, ojo mateni. Meskipun kamu kuat, jangan suka menjatuhkan,” kata Jokowi.
Alih-alih digambarkan sebagai ksatria gagah di dalam pertempuran, dalam akun Instagram Jokowi, Gatotkaca justru dimunculkan mengulurkan seutas padi kepada seorang laki-laki rakyat jelata. Jokowi memodifikasi Gatotkaca dan tidak menggambarkannya di medan laga seperti pada umumnya.
Deputi Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden Eko Prasetyo berkata gambar Gatotkaca tengah memberi padi kepada rakyat jelata mengandung makna filosofis gaya kepemimpinan Jokowi yang khas yaitu merakyat.
“Gatokaca memang salah satu tokoh dalam dunia pewayangan yang melambangkan seorang kstaria yang ngayomi dan ngayemi. Ngayomi itu melindungi. Ngayemi itu mensejahterakan. Ngayomi dan ngayemi,” kata Eko kepada kumparan, Selasa (3/9).
Gaya kepemimpinan semacam itu sudah menjadi identitas Jokowi. Ketua DPP Badan Pemenangan Pemilu PDIP Bambang Wuryanto mengibaratkan desain kepemimpinan Jokowi yang merakyat seperti Kay Pang atau raja para pengemis dalam legenda China. Hal ini tercermin mulai dari gaya berpakaian hingga kesehariannya yang tak bisa lepas dari blusukan.
"Jokowi ini ibarat raja pengemis, rajanya rakyat Indonesia. Makanya dia sehari-hari bajunya biasa, pakai jas kalau acara resmi. Selfie sama rakyat, masuk gorong-gorong, pakai sepatu keds. Bikin program kartu-kartu untuk rakyat yang miskin," ujar pria yang akrab disapa Bambang Pacul ini, Rabu (28/8).
Ornamen kebudayaan wayang memang kental dalam citra diri pemimpin yang lahir dan besar di Surakarta, Jawa Tengah ini. Apalagi, ia sempat kuliah di Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Dua kota tempat tinggal Jokowi dipenuhi oleh piranti kebudayaan Jawa. Penggunaan simbol wayang sebagai citra politik sudah lama digunakan Jokowi bahkan ketika dirinya menjabat Wali Kota Surakarta.
Misalnya ketika memindahkan PKL dari Pasar Banjarsari yang kumuh ke Pasar Klithikan Notoharjo pada tahun 2006, Jokowi menggelar pementasan wayang sebagai perayaan. Pengajar Institut Seni Indonesia Surakarta Bambang Suwarno mengungkapkan, Jokowi memilih sendiri cerita yang akan dimainkan.
Ilustrasi Wayang. Foto: Shutter stock
Ada tiga lakon yang saat itu ditawarkan oleh Bambang. Lakon pilihan pertama adalah Sesaji Rojo Suryo yang menceritakan rasa syukur, lalu Babad Alas yang berkisah soal pemusnahan hutan yang didalangi akal licik Kurawa. Sementara Wahyu Makutoromo bicara soal falsafah kepemimpinan.
Bambang yang saat itu didapuk sebagai dalang diminta memainkan lakon cerita Wahyu Makutoromo.
“Wahyu Makutoromo itu adalah pedoman kepemimpinan yang di lapangan itu. Bumi, geni, banyu, angin, surya, cakra, kartika, samudra. Kan delapan Asthabrata itu kan sifat-sifat kepemimpinan,” kata Bambang kepada kumparan, Selasa (3/9).
Falsafah kepemimpinan yang dimaksud misalnya, harus belajar dari air sebagai elemen penting yang menyangga kehidupan. Surya yang artinya matahari punya sifat menyinari dan memberi kekuatan.
Sedangkan rembulan itu memberi penerangan tapi kan teduh. Kartika adalah lintang yang dimaknai sebagai pedoman, artinya pemimpin harus bisa jadi rujukan rakyatnya. Lalu angin punya sifat menyaring semua masyarakat yang di atas dan di bawah. Geni atau api artinya pemimpin harus memiliki watak tegas.
Meski tak tahu pasti kenapa lakon itu yang dipilih, Bambang berpendapat pilihan Jokowi menunjukkan karakter pemimpin yang tertanam dalam diri Jokowi. “Lho berarti ingin jadi pemimpin, sudah jelas waktu itu,” ucap Bambang.
Presiden Joko Widodo (keempat kanan) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (ketiga kiri) memimpin rapat terbatas terkait perkembangan terkini Papua dan Papua Barat di ruang kerja Presiden, Istana Merdeka, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Prinsip ‘Lamun Siro Sekti, Ojo Mateni’ juga dipakai Jokowi dalam manajemen konflik saat menjadi Presiden. Ketika menghadapi masalah, Jokowi menghindari yang namanya konfrontasi. Jokowi yang dikenal Bambang Pacul punya sifat menahan diri dan tidak gegabah mengambil keputusan. Saat ia tak puas dengan kinerja menterinya, misalnya, jangan bayangkan Jokowi akan memanggil sang menteri kemudian marah-marah apalagi memaki.
“Karena kepemimpinan Jawa itu pakai simbol. Pak Jokowi apapun pemimpin Jawa. Dia punya simbol, dia punya kode, dan dia tidak konfrontatif,” kata Ketua DPD PDIP Jawa Tengah ini.
Hal ini dirasakan langsung oleh salah satu menteri Jokowi, Budi Karya Sumadi. Tiga tahun menjadi menteri Jokowi, Budi menyebut sosok Jokowi halus, tak pernah marah meledak-ledak. Biasanya, ada kode yang sudah dipahami para menterinya yang menandakan sang bos sudah marah.
"Kalau sudah menginstruksikan terus beberapa kali, berarti ada concern tertentu. Jadi bisa tergolong marah kalau seperti itu. Diulang terus omongannya," ujar Budi kepada kumparan di kediamannya, Sabtu (24/8).
Jokowi, lanjut Budi, dimaknai sudah sangat marah ketika instruksinya yang tak dijalankan disinggung dalam forum yang lebih besar seperti rapat terbatas, sidang kabinet, atau bahkan acara yang terbuka bagi publik. "Sudah marah sekali itu, kita mesti tahulah, beliau tidak suka dan kita harus selesaikan segera," tutur Budi.
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno (kanan) memberikan keterangan kepada awak media di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (22/8). Foto: ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Sejumlah sumber di kalangan pemerintahan mencontohkan beberapa kasus di mana Jokowi seringkali menghindari konfrontasi. Misalnya, saat hendak merombak kabinetnya di tahun kedua atau ketiga pemerintahannya, Jokowi biasanya tidak akan langsung memberitahu menteri yang akan diganti. Ia terlebih dahulu akan meminta Mensesneg Pratikno untuk bicara dengan menteri yang diganti. Setelah Pratikno memberikan penjelasan singkat, barulah Jokowi face to face dengan menteri yang akan diganti.
Untuk calon menteri pengganti, ia pun tak akan langsung bertatap muka. Lagi-lagi, Pratikno diminta untuk menemui sang calon menteri untuk diberi ‘briefing’ awal. Jelang pelantikan, barulah Jokowi menemuinya langsung.
Kesan tak ingin merawat permusuhan juga tampak usai Pilpres 2019. Alih-alih memusuhi Prabowo, Jokowi merangkul lawannya tersebut dengan berbagai upaya lobi di berbagai tingkat.
Puncaknya, pertemuan Jokowi dan Prabowo di Stasiun MRT Lebak Bulus 13 Juli lalu. Pertemuan jadi tanda mencairnya rivalitas usai berbagai tuduhan kecurangan yang tumpah ke Jokowi dari kubu Prabowo hingga demonstrasi berujung ricuh pada 21-22 Mei di depan Bawaslu yang memakan korban jiwa.
Pertemuan yang cair antara keduanya bahkan terindikasi aroma transaksi. Orang-orang di sekitar Jokowi dan Prabowo kerap bertemu dengan berbagai tujuan, baik untuk mendinginkan suasana yang sempat panas sampai wacana masuknya Partai Gerindra masuk gerbong koalisi.
Eko Sulistyo menyebut, Jokowi bukanlah politisi yang gemar membumihanguskan lawan. Prinsip ‘Lamun Siro Sekti, Ojo Mateni’ lagi-lagi diterapkan dalam relasi dengan Prabowo dan Gerindra. “Meski terpilih kembali sebagai presiden, tapi tidak merendahkan yang dikalahkan,” kata Eko.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten