Makam Karl Marx di London Jadi Korban Vandalisme

6 Februari 2019 14:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Makam filsuf revolusioner Jerman Karl Marx di Makam Highgate, London Utara. Foto: AFP/Tolga AKMEN
zoom-in-whitePerbesar
Makam filsuf revolusioner Jerman Karl Marx di Makam Highgate, London Utara. Foto: AFP/Tolga AKMEN
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Makam filsuf Jerman Karl Marx di London menjadi korban aksi vandalisme.
ADVERTISEMENT
Kerusakan akibat aksi tersebut terdapat di bagian plakat nama yang bertuliskan Marx dan beberapa nama keluarganya. Plakat itu dihantam benda besi tumpul berulang kali.
Keterangan tersebut disampaikan pengurus makam Highgate di London, Ian Dungavell. Ia mengatakan, perusakan sudah dilaporkan ke pihak berwenang pada Senin (4/2) lalu. "(Penghancuran) plakat nama Karl Marx dipilih secara khusus dan ini bukan penghancuran secara acak, nampaknya serangan ini sudah ditargetkan sebelumnya," sebut Dungavell seperti dikutip dari AFP, Rabu (6/2).
Makam filsuf revolusioner Jerman Karl Marx di Makam Highgate, London Utara. Foto: AFP/Tolga AKMEN
Dungavell menjelaskan, perusakan terlihat jelas pada nama Marx, tanggal kematian istrinya, dan nama cucunya Harry Longuet yang wafat saat berusia empat tahun. "Secara pribadi saya kesal dengan kekerasan ini. Ada seseorang yang menghantamkan benda tumpul berulang kali, sangat naif jika berpikir bahwa pukulan itu bisa mendorong simpati anti-Marxis," kata Dungavell. Terkait peristiwa ini, Kepolisian London telah menyelesaikan penyelidikan awal. Namun, mereka belum menangkap atau mengungkap terduga pelaku.
Makam filsuf revolusioner Jerman Karl Marx di Makam Highgate, London Utara. Foto: AFP/Tolga AKMEN
Karl Marx memilih pindah ke London pada 1849. Di ibu kota Inggris itu, Marx menghabiskan sisa hidupnya. Teori Marx dijadikan dasar komunisme. Marx meninggal dunia pada usia 64 tahun pada 1883. Sementara monumen Marx setinggi 3,7 meter didirikan di atas makamnya oleh Partai Komunis Inggris pada 1956 lalu.
ADVERTISEMENT