Masinton: Pemungutan Suara Ulang via Pos di Kuala Lumpur Semrawut

15 Mei 2019 18:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota DPR RI Komisi III, Masinton Pasaribu. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPR RI Komisi III, Masinton Pasaribu. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Mekanisme pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) via Pos oleh PPLN Kuala Lumpur, Malaysia, dipertanyakan caleg DPR Dapil DKI Jakarta II. Salah satunya caleg PDIP Masinton Pasaribu .
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) PSU, sekitar 257.000 surat suara untuk PSU Kuala Lumpur dikirim secara bertahap ke berbagai wilayah. Namun, menurut Masinton, sebagian besar masyarakat tidak menerima surat suara via pos tersebut, padahal sebelumnya menerima. Beberapa di antaranya di Negeri Perak, Selangor, Shah Alam, Kelantan, dan Trengganu.
"Kami juga menemukan adanya perbedaan amplop surat suara PSU via Pos yang diterima pemilih, ada yang menggunakan cap bertuliskan 'pemilu ulang' dan ada juga yang bercap 'pemungutan suara ulang'. Tidak ada kejelasan mana yang sebenarnya berlaku dan mengapa bisa ada perbedaan ini," ujar Masinton dalam keterangan tertulis, Rabu (15/5).
"Ada pemilih yang dikirimkan surat suara ke alamat lama padahal orang yang dituju sudah meninggalkan Malaysia lebih dari tiga tahun lalu. Bahkan ada juga pemilih yang sudah menggunakan hak pilihnya di TPSLN 14 April lalu ternyata juga masih dikirimkan surat suara PSU via Pos," sambungnya.
Sejumlah Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) bertugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) KBRI Kuala Lumpur di Malaysia, Minggu (14/4). Foto: ANTARA FOTO/Rafiuddin Abdul Rahman
Selain itu, kata Masinton, banyak masyarakat mengeluhkan surat suara via Pos yang baru diterima pada 14-15 Mei, atau sehari menjelang penghitungan suara di PPLN Kuala Lumpur.
ADVERTISEMENT
Masinton juga menganggap PPLN Kuala Lumpur tidak transparan. Dia menyinggung deadline penerimaan pengembalian surat suara dari pemilih yang semula tanggal 13 Mei kemudian diubah menjadi tanggal 15 Mei.
"Lalu tanggal penghitungan yang semula jatuh di tanggal 15 Mei diubah menjadi tanggal 16 Mei. Padahal KPU sendiri tidak pernah mengeluarkan kebijakan tertulis perihal pengubahan tahapan ini," imbuhnya.
"Dikhawatirkan surat suara PSU via Pos dalam jumlah besar tersebut dikuasai dan dibajak oleh oknum-oknum tertentu dan tidak sampai ke tangan pemilih," sambung Masinton.
Masinton menuturkan, PSU via Pos dapat dikatakan berjalan normal jika partisipasi pemilih yang kembali ke PPLN Kuala Lumpur tidak lebih dari 10 persen. Namun, jika penghitungan Kamis (16/5) nanti penghitungan melebihi 10%, ia menduga ada penggelembungan suara oleh oknum tertentu.
ADVERTISEMENT
"Dengan cara dicoblos sendiri di lokasi tersembunyi seperti kejadian yang pernah viral pada 11 April 2019," urainya.
"Padahal hakikat diadakannya PSU via Pos adalah untuk menjamin kualitas pemilu yang berintegritas dan mencegah terjadinya praktik kecurangan dan manipulasi suara rakyat oleh oknum-oknum tertentu," tutup Masinton.