Siswa-siswa SDN Malambigu bermain bulu tangkis dengan raket kayu

Melawan Keterbatasan dengan Harapan di Desa Malambigu

7 Mei 2019 19:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Siswa-siswa SDN Malambigu bermain bulu tangkis dengan raket kayu Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Siswa-siswa SDN Malambigu bermain bulu tangkis dengan raket kayu Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan
ADVERTISEMENT
Kondisi tangan Aldi (30) tidaklah sama dengan manusia lain pada umumnya. Sejak lahir, dia sama sekali tidak memiliki jemari. Namun, dengan segala keterbatasan itu, Aldi tetap mahir dibalik kemudi.
ADVERTISEMENT
Mengemudikan mobil melintasi jalan berkelok-kelok dari pusat kota Tolitoli hingga ke Desa Malambigu, Dampal Utara, Sulawesi Tengah. Bahkan, kondisi jalan yang berlubang dan belum rata bukan menjadi masalah.
Perjalanan dari Tolitoli hingga ke Malambigu berjarak sekitar 95 kilometer dengan waktu tempuh 3,5 jam. Aldi dan mobilnya, merupakan jasa pengangkutan satu-satunya yang menghubungkan kedua lokasi tersebut.
Makanya, mobil Aldi bisa dibilang selalu berisi penumpang. Tarif sekali jalannya, Rp 70 ribu.
Ketika mobil memasuki wilayah Malambigu, penumpang akan disambut pemandangan laut Sulawesi. Ada pula sambutan dari gerombolan sapi yang dibiarkan berkeliaran oleh pemiliknya. Di setiap badan sapi terdapat goresan berupa inisial sang pemilik.
“Itu memang sudah biasa di sini. Mereka (sapi) tidak dikandangin,” cerita seorang warga Desa Malambigu, Ramlia, kepada kumparan, Senin (29/4).
Suasana Desa Malambigu Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan
Di kanan kiri jalanan bebatuan tak beraspal itu berdiri rumah-rumah penduduk. Mayoritas warga Malambigu membangun rumah panggung. Hanya satu dua penduduk memiliki rumah berbahan beton.
ADVERTISEMENT
Warga Malambigu cukup beragam. Ada yang memang asli Sulawesi Tengah, ada orang Kaili, dan ada pula orang Bugis. Sehari-hari, kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pengrajin gerabah. Tanah liat sebagai bahan baku mereka dapatkan dari pinggiran pantai di dekat pemukiman.
“Tapi, juga ada nelayan dari sini, meski tidak banyak,” Ramlia menyebutkan.
Ramlia, warga Desa Malambigu Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan
Ikan-ikan yang ditangkap oleh para nelayan ini adalah sumber kebutuhan dari warga Malambigu. Ikan seperti cakalang menjadi makanan pokok yang selalu ada di piring-piring warga. Adalah hal yang langka bagi mereka bisa menyantap sayuran dan sejenisnya. Mengingat, tak ada pasar di Malambigu.
“Pasar di sini cuma ada di pusat kecamatan, di Ogotua. Bukanya tidak setiap hari. Cuma hari Sabtu saja,” terang Ramlia.
ADVERTISEMENT
Selain tak ada pasar, di Malambigu juga tidak ada toko kelontong dan warung makan. Masyarakat lagi-lagi harus ke pusat kecamatan untuk mendapatkan barang kebutuhan sehari-hari. Adapun jarak Malambigu ke pusat kecamatan kurang lebih 18 km dan memakan waktu perjalanan sekitar 30 menit.
“Di sini belum ada yang mampu buka toko. Belum ada uangnya,” ungkap Ramlia.
Suasana di Desa Malambigu, Dampal Utara, Tolitoli, Sulawesi Tengah. Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan
Bagi para pendatang, kondisi itu menjadi masalah tersendiri. Seperti pada Syarif pamboang, guru asal Makassar yang tinggal seorang diri di Malambigu. Dia seringkali harus ke pusat kecamatan hanya untuk mencari makan.
“Kadang saya juga ikut numpang makan di rumah warga,” imbuh dia sambil tertawa.
Di samping itu, Malambigu juga masih miskin sinyal telepon. Warga biasanya harus pergi ke bukit atau ke tanggul di depan pantai hanya untuk berkomunikasi dengan rekan atau sanak saudaranya lewat handphone. Juga untuk sekadar berselancar di internet, melihat apa yang terjadi belahan dunia lain.
Dermaga Desa Malambigu Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan
Meski hidup dalam berbagai keterbatasan, warga Malambigu menyimpan banyak mimpi. Khususnya siswa di SDN Malambigu yang merupakan satu-satunya sekolah di sana.
ADVERTISEMENT
Mereka punya mimpi bisa mengharumkan nama Indonesia lewat bulu tangkis. Makanya, hampir setiap hari, mereka bermain bulu tangkis. Walaupun hanya dengan raket kayu dan kok bekas.
“Saya ingin bisa seperti Jojo (Jonatan Christie). Karena mainnya bagus, bola tipuan dengan smes. Pengin main bulu tangkis terus,” tutur seorang bocah kelas 5 SD, Arjuna.
Bagi Anda yang ingin membantu anak-anak tersebut, komunitas 1000 Klub Badminton berkolaborasi dengan kumparan membuat program donasi di tautan berikut: https://www.kitabisa.com/badmintonuntuksemua
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten