Melawan Tindak Bejat Peremasan Payudara

25 Januari 2018 14:06 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Awal tahun tak pernah sesuram itu bagi AM. Perempuan muda itu mendapat pengalaman buruk yang seumur hidup tak bakal pernah bisa ia lupakan.
ADVERTISEMENT
Kamis (11/1), AM bergegas menuju stasiun kereta Pondok Cina, Depok, Jawa Barat. Ia punya janji untuk bertemu seorang teman di Stasiun Tebet, Jakarta Selatan. Untuk memastikan kehadiran temannya itu, AM berkirim pesan singkat.
Sambil berjalan menyusuri jalan kecil di dekat rumahnya, AM mengeluarkan ponsel untuk berkirim pesan. Tak jauh dari tempat ia berjalan, AM melihat seorang lelaki mengendarai motor merapat ke arahnya. Laju motor pengendara itu melambat.
AM curiga, namun berusaha menggusah pikiran buruk yang mengganggunya. Ia meyakinkan diri, semua akan baik-baik saja.
“Saya nengok satu kali karena ketakutan, kayak ada rasa khawatir. Terus pas saya tengok ya (berusaha tenang), ‘Ah sudah, nggak ada apa-apa,’” kata AM kepada kumparan di kediamannya, Sabtu (20/1).
ADVERTISEMENT
AM kembali menatap layar gawainya, hingga akhirnya rasa cemas yang menyergapnya terbukti benar: pengendara motor itu tiba-tiba memegang bagian dadanya--payudaranya, lalu memacu motor, melesat pergi dan menghilang.
Kaget dan marah bukan main melanda AM. Ia yang sedang sendirian di jalan itu lantas berteriak kencang. Tak ada siapapun mendengar. Teriakannya hanya ditelan angin.
Namun AM langsung ingat, ada perangkat Closed Circuit Televison (CCTV) di jalan itu yang pasti merekam kejadian yang ia alami. CCTV itu milik tetangganya. AM langsung mendatangi rumah warga pemilik CCTV tersebut.
“Saya samperin rumah ibu yang ada CCTV-nya, minta (rekaman CCTV),” kata AM mengingat saat-saat buruk itu.
ADVERTISEMENT
AM menangis-nangis dengan tubuh gemetar, membuat ibu pemilik rumah terperangah. Sayang, ia tak bisa mengakses CCTV, harus menunggu sang suami yang sedang berada di luar rumah.
“Jadi saya tinggalin nomor WhatsApp supaya video CCTV-nya nanti dikirimi via WhatsApp,” ujar AM.
AM, dengan benak kalut, kemudian melanjutkan perjalanan menuju Stasiun Tebet untuk bertemu temannya. Ia masih separuh jalan ketika ibu pemilik CCTV mengirim rekaman video yang memperlihatkan peristiwa pelecehan seksual yang ia alami.
Melawan Kasus Bejat Peremasan Payudara. (Foto: Lidwina Win Hadi/kumparan )
Tak membuang waktu, sesampainya di Tebet, AM putar balik kembali ke Depok. Dengan diantar sang kawan yang ia temui di Tebet, dan seorang kawan lainnya, AM melaporkan kejadian pelecehan tersebut ke Kepolisian.
Bertiga, mereka menuju Polres Depok, karena lokasi kejadian berada di Depok. Di sana, ia diarahkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT), kemudian digeser ke Kriminal Umum, sebelum dialihkan lagi ke ruangan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA).
ADVERTISEMENT
Pulang dari Polres Depok, AM tak puas. Ada perasaan mengganjal di hatinya, sebab ia khawatir laporannya tak segera ditindaklanjuti polisi.
“Aduh, saya ngerasa percuma banget hari itu, kayak nggak dapat apa-apa. Saya akhirnya minta tolong unggah (video rekaman CCTV) ke (akun Instagram) Info Depok. Jumat paginya, ada yang repost dan langsung viral,” kata AM.
Video pelecehan yang menimpa AM sontak ramai dibicarakan warganet. Kabar soal pelecehan seksual dengan meremas payudara tersebar luas, membuat kepolisian setempat cepat bertindak.
Petugas dari Polsek Depok pun mendatangi AM. Ia diminta kembali ke Polres Depok, tempatnya semula melapor, untuk membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
ADVERTISEMENT
Polisi kemudian memburu pelaku pelecehan dari ciri-ciri fisik dan nomor pelat motor yang sempat dicatat AM. Hingga selang beberapa hari kemudian, Senin (15/1), nama Ilham Sinna muncul sebagai tersangka. Ia ditangkap dan ditemui AM, sebelum akhirnya dibebaskan sembari menunggu proses peradilan.
Kenapa Ilham tak ditahan? Sebab, menurut polisi, tindak kejahatan kesusilaan yang ia lakukan, berdasarkan KUHP, “hanya” diancam pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan. Sementara seseorang diitahan apabila ia terancam dipidana penjara 5 tahun atau lebih.
Ilham Sinna, pelaku peremas payudara di Depok (Foto: Istimewa)
Saat AM bertemu Ilham, amarah berkecamuk di dadanya. Dan rasa murka itu kian menggurita karena AM tak melihat penyesalan dari pelaku.
Ilham memang mengakui perbuatannya dan meminta maaf kepada AM. Ia, seperti ditirukan AM, berkata, “Demi Allah saya khilaf. Saya khilaf banget, Mbak. Saya stres. Saya baru kehilangan istri saya. Istri saya meninggal Januari 2017. Terus saya lagi cari kerja. Dari November 2017 belum kerja.”
ADVERTISEMENT
AM tak terima. Apakah nasib buruk seseorang lantas membolehkannya untuk melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan manapun? Jelas tidak!
Ia menegaskan kepada Ilham, tak ada alasan apapun yang membuat perbuatan dia bisa dimaklumi. AM tak memberi maaf secuil pun.
Terlebih, saat kedua kawannya masuk ruangan menemui Ilham, Ilham memelototi mereka hingga teman perempuan AM ketakutan dan cepat-cepat keluar ruangan. Belum lagi, saat ditanya apa alasan Ilham berbuat bejat, pria 29 tahun itu menjawab, “Iseng.”
Perilaku iseng yang melecehkan perempuan itu paling banter, berdasarkan Pasal 281 KUHP, hanya akan diganjar ancaman 2 tahun 8 bulan penjara.
Kasubag Humas Polresta Depok AKP Sutrisno menyatakan, pelaporan tindak pelecehan seksual sesungguhnya bukan kali ini saja masuk.
ADVERTISEMENT
“Di tempat lain juga ada, di daerah dekat Pondok Cina. Dulu tidak ada barang bukti dan saksi. Sampai sekarang belum terungkap,” kata dia.
AM (jilbab hitam), korban pelecehan seksual. (Foto: Charles B./kumparan)
AM bukan satu-satunya korban. SA, perempuan muda di Jakarta, bahkan tiga kali mengalami pelecehan seksual peremasan payudara. Ya, bukan cuma sekali, melainkan tiga kali--di tiga tempat dan waktu berbeda yang kesemuanya di Jakarta.
Peristiwa pertama ia alami saat masih di bangku SMP, sedangkan yang kedua dan ketiga saat SMA. Ketiganya terjadi ketika ia pulang sekolah, dalam perjalanan ke rumah melewati gang--yang berbeda-beda lokasi.
Peristiwa pertama terjadi hari Jumat, saat SA mengenakan baju muslim--rok dan lengan panjang berkerudung. Ia sedang berjalan di gang, memotong jalan, saat seorang pengendara motor lewat.
ADVERTISEMENT
“Hari itu jalan sepi. Motor itu tiba-tiba putar balik, diam sebentar, lalu tangan si pengendara memegang payudara saya, entah yang kanan atau kiri. Dia lalu kembali melaju. Saya teriak, ‘Eh, ngapain loe?!’ Dia lalu menengok sambil tetap mengendarai motor, lalu berteriak ke saya, ‘Mampus, loe!’” kata SA kepada kumparan, Kamis (25/1).
SA tak mau melewati gang itu lagi. Namun kejadian berulang di jalan lain. “Waktu itu saya SMA. Kejadiannya di gang tanjakan dekat rumah. Jalanan sepi, saya papasan sama laki-laki yang sedang jalan kaki. Dia tiba-tiba memegang payudara saya.”
Tak mau diam seperti pada peristiwa pertama, SA berteriak keras, “Ngapain, loe?!” sambil berlari mengejar lelaki kurang ajar itu. Hingga akhirnya dalam kejar-kejaran itu, mereka bertemu seorang ibu yang segera bertanya ada apa gerangan.
ADVERTISEMENT
SA pun berkata, “Payudara saya dipegang dia.” Lelaki itu pun dipukuli. “Dia lalu minta maaf tapi sambil cengangas-cengenges, lalu jalan lagi dengan wajah tanpa dosa.”
Sial bagi SA, itu bukan peristiwa terakhir yang ia alami. Kali ketiga, lagi-lagi di jalanan dekat rumahnya, sekitar Arteri Pondok Indah. “Jalan sepi, saya jalan di pinggir kanan memakai payung. Lalu ada motor, pengendaranya memegang payudara saya.”
Ayah SA sampai stres dan sakit mengetahui putrinya tiga kali menjadi korban pelecehan seksual di jalan. “Kasihan ayah,” kata SA, lirih.
Pelecehan seksual peremasan payudara bahkan juga terjadi di rumah sakit. Seorang pasien perempuan di National Hospital Surabaya mengunggah video di media sosial terkait pelecehan yang ia alami. Payudara perempuan itu diremas oleh perawat pria yang seharusnya bertugas menjaga dia.
ADVERTISEMENT
“Oknumnya sudah ditindak tegas,” kata CEO National Hospital, Hans Wijaya.
Di tempat lain, seorang perempuan juga pernah mengalami hal serupa. Dalam kondisi lemah, perawat lelaki memegang-megang payudaranya.
Aktivis perempuan Kate Walton mengatakan, pelecehan seksual memang tak kenal tempat, apakah di lokasi sepi atau ramai. Sebagai warga asing yang telah tinggal di Indonesia lebih dari enam tahun, Kate pun mengaku kerap menerima pelecehan seksual verbal seperti disiuli dan dikomentari soal bentuk tubuhnya.
“Kalau mau kenalan, ya boleh. Saya juga suka ngobrol. Tapi ini tuh untuk dilirik, dilihat-lihat, sehingga lama-lama sama merespons pelecehan semacam itu,” kata Kate.
Ia menegaskan, pelecehan tak seharusnya didiamkan. “Orang yang ngelecehin perempuan itu jarang sekali dibalas. Biasanya mereka dicuekin, jadi mereka merasa itu sesuatu yang oke, yang biasa.”
ADVERTISEMENT
Soal lain yang juga perlu diperhatikan ialah infrastruktur buruk yang menjadi salah satu faktor pemicu tindak pelecehan seksual. Misalnya, jalanan yang minim penerangan dan fasilitas yang terbengkalai.
“Kekerasan seksual bisa terjadi di manapun, tetapi infrastruktur yang gelap terbengkalai itu meningkatkan risiko terjadinya hal tersebut,” kata Jackie Viemilawati, psikolog klinis dan antropolog medis yang bergiat di organisasi nirlaba Yayasan Pulih.
Infografis indikator resiko keamanan Kota Jakarta (Foto: Chandra Dyah Ayuningtyas/kumparan)
Belajar dari kasus AM, CCTV nyata penting sebagai barang bukti dalam kasus pelecehan seksual. Rekaman CCTV dapat memperkuat dan mempercepat pengusutan kasus.
“CCTV menjadi rekomendasi detail dalam infrastruktur. Jadi untuk hal bersifat fisik, CCTV direkomendasikan untuk ada, termasuk pos-pos polisi dan satpam,” ujar Jackie.
Ilustrasi pelecehan seksual (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Pelecehan seksual, dari yang paling “sederhana” seperti siulan, hingga yang amat kurang ajar seperti meremas payudara, jelas bukan hal yang patut dimaklumi--apapun alasannya.
ADVERTISEMENT
Sebab, bermula dari pemakluman, pelecehan seksual bisa menjadi hal yang dianggap biasa, hingga akhirnya tak dipandang sebagai bentuk kejahatan. Di sinilah letak bahayanya.
AM paham betul ia tak boleh diam. Itu karenanya ia memutuskan untuk melaporkan peristiwa tersebut ke polisi, meski sempat melalui proses berbelit.
“Saya tidak terima diperlakukan begitu. Waktu video saya viral, banyak perempuan lain DM (direct message), cerita soal masa lalunya yang jadi korban. Jadi saya pikir, ini sudah amat darurat. Sebab bukan cuma saya, tapi banyak perempuan lain yang mengalami kejadian serupa tapi nggak berani bicara dan melapor,” kata AM.
Keberanian untuk angkat bicara memang jadi hal penting untuk menuntaskan kasus pelecehan seksual. Keberanian itu vital tak hanya bagi korban, tapi juga saksi mata yang melihat tindak pelecehan seksual terjadi.
Menghadapi pelecehan seksual (Foto: Lidwina Win Hadi/kumparan)
Sudah saatnya negara memandang perkara ini lebih serius. Semisal dengan menanggapi cepat laporan yang masuk, dan memperkuat aturan hukum soal itu.
ADVERTISEMENT
Jangan diam. Lawan!
------------------------
Apakah kamu punya pengalaman serupa? Atau justru menjadi saksi mata pelecehan seksual? Mari berbagi kisah di kumparan. Kamu juga bisa mengikuti isu mendalam lain dengan mem-follow topik Ekspose di kumparan.