Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Memahami Vonis Pailit Perusahaan Teh Sariwangi
18 Oktober 2018 12:56 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Dunia usaha terhentak saat majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memvonis pailit alias bangkrut PT Sariwangi Agricultural Estate Agency pada Senin (16/10). Sariwangi mengikuti 'jejak' perusahaan besar lainnya dalam bisnis jamu yakni PT Nyonya Meneer yang juga divonis pailit PN Semarang pada Agustus 2017 akibat memiliki kredit macet Rp 89 miliar.
ADVERTISEMENT
Vonis pailit perusahaan yang pertama kali memperkenalkan merk teh celup SariWangi pada 1973 itu tak lain karena PT Sariwangi AEA tak mampu membayar utang senilai Rp 288,9 miliar kepada Bank Industrial and Commercial Bank of China (ICBC) Indonesia.
"Putusan sesuai dengan permohonan kami. Karena dari perjanjian perdamaian mereka janjinya kan mau bayar bunga dan juga (utang) pokok, tapi kenyataanya mereka, Sariwangi, tidak pernah bayar," kata kuasa hukum ICBC Swandy Halim pada kumparan, Rabu (17/10).
Bagaimana sebenarnya PT Sariwangi AEA sampai terjerat utang?
Berdasarkan beberapa referensi yang dikutip kumparan, PT Sariwangi AEA pada 2013 dan 2014 melakukan beberapa investasi yang salah satunya di pasar modal. Seperti lazimnya investasi, selain berasal dari kas perusahaan, PT Sariwangi AEA juga mengajukan pinjaman atau kredit kepada beberapa pihak termasuk perbankan.
ADVERTISEMENT
Nahasnya, sejumlah investasi PT Sariwangi AEA pada 2013 hingga 2014 itu tidak memberikan imbal hasil yang baik, atau bisa dikatakan investasi yang mereka lakukan justru buntung. Akibatnya perusahaan yang berdiri sejak 1962 itu tak mampu membayar kredit yang mereka pinjam untuk investasi.
Berapa utang PT Sariwangi AEA?
Menurut catatan Bank ICBC, PT Sariwangi AEA memiliki utang plus bunga Rp 288,9 miliar. Namun di luar utang terhadap Bank ICBC itu, PT Sariwangi AEA itu juga memiliki utang lain kepada beberapa pihak yang totalnya mencapai Rp 1,05 triliun.
Total utang Rp 1,05 triliun itu terdiri dari pinjaman dari lima kreditur separatis (dengan jaminan) sebesar Rp 719,03 miliar, 59 kreditur konkuren (tanpa jaminan) Rp 334,18 miliar, dan kreditur preferen (prioritas) Rp 1,21 miliar.
ADVERTISEMENT
Kenapa PT Sariwangi AEA tidak membayar utangnya?
Tidak jelas alasan mengapa perusahaan pelopor teh celup di Indonesia itu tidak membayar utangnya. Tetapi pada tahun 2015 lalu, sebenarnya PT Sariwangi AEA pernah digugat pailit oleh beberapa kreditur (pemberi utang) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Namun PT Sariwangi AEA sebagai debitur (pihak yang diberi utang) berdamai (homologasi) dengan para kreditur -salah satunya Bank ICBC- melalui putusan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) pada Oktober 2015.
Mengapa setelah ada PKPU PT Sariwangi AEA tetap dinyatakan pailit?
Bank ICBC memiliki perjanjian dengan PT Sariwangi AEA untuk mencicil pembayaran utang plus bunga selama enam tahun setelah masa tenggang (2 tahun) pasca-homologasi. Dalam artian, PT Sariwangi harus memulai pembayaran utang kepada Bank ICBC mulai Oktober 2017 hingga enam tahun setelahnya.
ADVERTISEMENT
Rinciannya, sebanyak 2 persen dari utang pokok akan dibayar setiap tahun sejak tahun pertama hingga keempat. Selanjutnya 22,5 persen utang pokok akan dibayarkan tiap tahun pada tahun kelima dan keenam. Sisanya, sebanyak 48 persen dari sisa utang pokok akan dibayar pada tanggal jatuh tempo.
Sementara untuk bunganya akan dibayarkan selama delapan tahun dengan rincian 4,75 persen akan dibayarkan pada tahun pertama dan kedua. Sebesar 5,5 persen akan dibayar pada tahun ketiga dan keempat. Dan 6,5 persen akan dibayar pada tahun kelima dan keenam. Sedangkan pada tahun ketujuh dan kedelapan Sariwangi harus membayar bunga sebesar 7,5 persen.
Akibat tak kunjung membayar utangnya sesuai perjanjian, Bank ICBC kembali menggugat PT Sariwangi AEA ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada pertengahan 2018. Dalam gugatannya, Bank ICBC meminta pembatalan perjanjian damai (homologasi) antara pihak bank asal China itu dengan PT Sariwangi AEA.
ADVERTISEMENT
Dalam putusannya, majelis hakim mengabulkan gugatan Bank ICBC dan menyatakan PT Sariwangi AEA pailit. Tak hanya PT Sariwangi AEA, majelis hakim juga memutus pailit PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung juga karena tak mampu membayar utang Rp 33,82 miliar kepada Bank ICBC.
"(Pihak) Sariwangi tidak pernah datang dalam persidangan. Sampai saat ini pembicaraan dengan Sariwangi belum ada, karena mereka enggak pernah hadir," ucapnya.
Setelah dinyatakan pailit, lanjut Swandy, aset kedua perusahaan itu akan dilelang dan dibagikan kepada para kreditur.
"Kalau sudah pailit kan ada kurator, nanti kurator yang melelang harta yang ada kemudian nanti membagi-bagikan kepada krediturnya," kata Swandy.
Setelah dinyatakan pailit, apakah konsumen tidak bisa lagi menikmati teh celup SariWangi?
ADVERTISEMENT
Konsumen tetap bisa menikmati teh celup SariWangi. Teh celup SariWangi tetap beredar di pasaran dan tidak ada hubungannya dengan putusan pailit tersebut.
Hal itu karena merk teh celup SariWangi telah diakuisisi oleh Unilever pada 1989. Tak hanya itu, sejumlah aset PT Sariwangi AEA berupa mesin-mesin juga sudah dibeli Unilever. Head of Corporate Communication Unilever Indonesia Maria Dewantini Dwianto mengatakan, produksi teh celup SariWangi akan tetap berjalan.
"PT Unilever Indonesia Tbk, tetap memproduksi teh celup SariWangi sehingga teh celup SariWangi akan terus bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia," kata Maria.
Unilever memang sempat bekerja sama dengan PT Sariwangi AEA untuk memasok dan memproduksi teh SariWangi. Namun kerja sama tersebut, kata Maria, sudah tidak berlanjut. Maria juga menegaskan PT Sariwangi AEA bukan anak perusahaan Unilever.
ADVERTISEMENT
"PT Sariwangi Agricultural Estate Agency pernah menjadi rekanan usaha Unilever untuk memproduksi merek teh celup SariWangi, namun saat ini Unilever sudah tidak memiliki kerja sama apa pun dengan PT Sariwangi Agricultural Estate Agency," kata Maria yang tak menyebut sejak kapan kerja sama itu berakhir.