Membaca Kemungkinan Golkar Pecah di Pilpres 2019

4 Juli 2018 8:59 WIB
Jusuf Kalla menutup Munaslub Golkar 2017. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jusuf Kalla menutup Munaslub Golkar 2017. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Partai Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto telah mantap untuk mendukung Joko Widodo di Pilpres 2019. Namun, akhir-akhir ini, salah satu tokoh pentingnya, Jusuf Kalla, justru tampak gencar melancarkan manuver politik dengan mendatangi sejumlah tokoh.
ADVERTISEMENT
Menurut pakar politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, kemungkinan Partai Golkar berjalan di dua kaki pada Pilpres 2019 tetap ada. Apalagi, jika JK masih ngotot untuk maju, entah sebagai capres atau hanya sebagai king maker.
"Tapi itu bukan yang pertama. Sebab pada Pilpres 2014 lalu kan juga begitu," ucap Adi kepada kumparan, Rabu (4/7).
Saat itu, kubu Agung Laksono memilih menyalurkan dukungannya kepada Joko Widodo. Sementara, kubu Aburizal Bakrie yang saat itu menjabat sebagai ketua umum, justru memberikan dukungannya kepada Prabowo Subianto.
"Bahkan di pemilu sebelumnya, tahun 2009, kan juga begitu. Pak JK justru tidak didukung karena Golkar memilih untuk mengusung SBY," lanjutnya.
Ia menilai, hal tersebut adalah hal yang wajar terjadi di tubuh Partai Golkar. Sebab, menurutnya, perbedaan arah dukungan antara kubu ketua umum dengan kader kuat lainnya dalam partai sudah menjadi semacam tradisi politik di Golkar.
ADVERTISEMENT
"Bisa saja ketua umum mendukung satu capres, dan lainnya masih dengan pilihan sendiri. Jika memang Pak JK maju, bisa saja ini akan terjadi konflik internal Golkar. Tapi, ya memang begitulah Golkar," tandasnya.