Membandingkan Buya Hamka dan UAS

12 April 2019 11:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dai Ustad Abdul Somad Foto: ANTARA FOTO/Feny Selly
zoom-in-whitePerbesar
Dai Ustad Abdul Somad Foto: ANTARA FOTO/Feny Selly
ADVERTISEMENT
Ustaz Abdul Somad (UAS) adalah sosok ulama besar dan diterima semua kalangan. Ceramah-ceramahnya juga dimasukkan ke Youtube agar generasi milenial juga bisa menyimak.
ADVERTISEMENT
Apa yang disampaikan UAS begitu mengena di hati masyarakat Islam Indonesia. Dari mulai anak muda hingga emak-emak.
"Dari kalangan NU, Muhammadiyah, hingga ke mereka yang berafiliasi ke organisasi-organisasi non religi seperti Pemuda Pancasila, atau sebaliknya juga yang berhaluan khilafah seperti HTI, menyenangi ceramah-ceramah beliau," kata tokoh agama Islam asal Indonesia di New York, Shamsi Ali, dalam tulisannya di kumparan.
Tak cuma itu. Kalimat-kalimat dakwahnya juga dapat diterima oleh seluruh profesi, dari mulai anggota TNI, pengusaha, hingga politisi.
Meski tetap saja ada yang tak suka padanya karena dianggap terlalu keras. UAS sempat ditolak beberapa kali ketika ingin ceramah di daerah.
Oleh karena pengikutnya yang banyak, UAS sempat digadang-gadang menjadi calon wakil presiden menemani Prabowo Subianto di Pilpres 2019. Nama UAS menjadi salah satu nama yang direkomendasikan oleh Ijtima Ulama.
ADVERTISEMENT
"Terpilihnya beliau sebagai cawapres oleh ijtima’ ulama dan tokoh nasional menunjukkan bahwa beliau punya “maqoom” (posisi) khusus di mata mereka. Kehormatan dan kemuliaan beliau ada di mata massa dan ulama," ungkap Shamsi.
Namun UAS menolak untuk menjadi cawapres. Ia dengan tegas mengatakan ingin fokus berdakwah di seluruh penjuru Indonesia.
Terkait penolakannya terlibat di dunia politik, UAS punya alasan. Alasan itu ditegaskan kembali ketika ia menyatakan diri mendukung Prabowo-Sandi di Pilpres 2019.
"Kalau Bapak memang duduk nanti menjadi presiden, terkait dengan saya pribadi, dua saja. Pertama, jangan Bapak undang saya ke Istana. Biarkan saya berdakwah masuk ke dalam hutan. Karena memang saya dari awal dari sana. Saya orang kampung. Saya masuk hutan ke hutan," jelas UAS dalam video perbincangan UAS dengan Prabowo, Kamis (12/4).
Prabowo Subianto bertemu dengan Ustaz Abdul Somad (UAS) membincangkan kondisi umat dan Pemilu Foto: Dok. BPN
Apa yang disampaikan UAS ini banyak menjadi perbincangan, mengingat selama ini ulama biasa berkunjung atau diundang ke Istana.
ADVERTISEMENT
"Yang kedua, jangan Bapak beri saya jabatan. Apa pun. Saya di antara 40 cucu mbah, kakek saya, dia bilang; "cucuku yang ini, satu ini hanya sekolah agama untuk mendidik umat". Sudah. Selesai. Makanya tak pernah sekolah umum. Jadi biarkanlah saya terbang sejauh mata memandang, saya ceramah," tambah UAS lagi.
Mirip dengan Buya Hamka
Sikap UAS yang tegas menolak jabatan politik ini mengingatkan kita pada sosok guru bangsa di masa lalu. Dia adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau akrab disapa Buya Hamka
Buya Hamka adalah sosok ulama yang tak bisa 'dibeli'. Ia juga tak segan mengkritik pemerintah lewat tulisan-tulisannya.
Ceramah-ceramahnya menggugah umat Islam di eranya. Keulamaannya tidak diragukan.
ADVERTISEMENT
Satu lagi, soal kepiawaiannya di bidang sastra dan dunia kepenulisan. Ia menulis hampir 100 karya, ditambah dengan Tafsir Al-Azhar.
Seiring peralihan kekuasaan dari Sukarno ke Soeharto, ia diberi ruang oleh pemerintah. Bukan sebagai pejabat pemerintah, tetapi untuk mengisi jadwal tetap ceramah di RRI dan TVRI.
Setelahnya, Buya Hamka mencurahkan sebagian besar waktunya untuk membangun kegiatan dakwah di Masjid Al-Azhar. Ketika pemerintah menjajaki pembentukan MUI pada 1975, peserta musyawarah memilih dirinya sebagai ketua. Ia menjadi ketua MUI pertama.
Dikutip dari Suara Muhammadiyah, ketika menjadi ketua MUI, Buya Hamka meminta agar anggota Majelis Ulama tidak digaji.
Sebab menurut Hamka, apabila sudah menerima gaji dari pemerintah, bisa jadi kekuasaan membeli mereka.
ADVERTISEMENT
Permintaan yang lain: ia akan dibolehkan mundur, bila nanti ternyata sudah tidak ada kesesuaian dengan dirinya dalam hal kerja sama antara pemerintah dan ulama.
Buya juga dikenal sebagai ulama yang moderat. Contohnya, apabila ia salat Subuh dan menjadi imam di kalangan Nahdhatul Ulama, ia juga membaca doa qunut.