Mencari Bekal di Taiwan, Ingin Mandiri di Tanah Air

19 November 2018 12:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
TKI mengikuti praktik membuat bubble tea. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
TKI mengikuti praktik membuat bubble tea. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
ADVERTISEMENT
Puluhan TKI, mayoritas perempuan, tampak antusias mendengarkan sang mentor menjelaskan tata cara bagaimana membuat bubble tea yang sedang nge-hits di Taiwan. Setelah itu, mereka dibagi ke dalam beberapa kelompok untuk langsung praktik. Keriuhan dan keceriaan mewarnai kegiatan ini.
ADVERTISEMENT
Mereka adalah sebagian TKI di Taipei, yang memanfaatkan waktu liburnya untuk mendulang ilmu, mencari skill baru dan mengasahnya. Mereka tidak puas hanya memiliki pengalaman menjadi pembantu rumah tangga, merawat orang tua dan anak-anak, atau hanya menjadi buruh kasar di pabrik. Mereka ingin memiliki skill baru yang bisa menjadi bekal saat pulang ke Tanah Air.
“Tidak mungkin kerja terus di pabrik di sini. Saya sudah berencana pulang, makanya saya ikut ini. Siapa tahu saya bisa membuka usaha kuliner di kampung nanti,” kata Dedi, salah seorang TKI yang ikut dalam kursus tata boga yang digelar Global Workers Organization (GWO) ini.
Hari libur mereka adalah setiap hari Minggu. Dari 260 ribu TKI di Taiwan, ada mereka yang memanfaatkan liburnya dengan mengisi kegiatan yang lebih positif. Mereka mengikuti kegiatan peningkatan skill yang diadakan oleh GWO yang didukung oleh Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI).
Para TKI antusias mengikuti kelas tata boga. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Para TKI antusias mengikuti kelas tata boga. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
Program peningkatan skill ini digelar di sebuah sekolah vokasi di Taipei sepekan sekali. Ada beberapa program, seperti kelas salon/potong rambut, kelas bahasa Mandarin, dan kelas tata boga.
ADVERTISEMENT
Seorang TKI lainnya, Sriatun, mengaku mengikuti pelatihan ini karena ingin mencari tambahan ilmu. “Saya ingin mendapat ilmu dan pengalaman yang lain. Siapa tahu nanti bisa bermanfaat saya pulang ke Indonesia, saya bisa menjadi enterpreneur,” kata Sriatun yang berasal dari Pangandaran, Jawa Barat ini.
Selama ini, untuk kelas tata boga, sudah dilakukan pelatihan-pelatihan dengan berbagai tema. Sebelum membuat bubble tea, mereka juga diajari membuat steak daging sapi halal. Segala fasilitas dan peralatan masak tersedia sangat baik di sekolah vokasi ini. Untuk mengikuti pelatihan ini, mereka juga hanya menyediakan uang untuk membeli bahan-bahan masakan.
Sri Purwati (34), yang mengikuti kelas salon, mengaku bercita-cita memiliki bisnis salon ketika kembali ke Indonesia. Saat ini, Sri yang meninggalkan suami dan anak yang berusia 9 tahun di Pacitan, Jawa Timur, sudah bekerja di Taiwan selama 5 tahun. Rencananya, satu tahun lagi, Sri akan kembali ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Saya suka menata rambut, makanya saya ikut kursus ini. Begitu pulang ke Indonesia, saya nanti ingin memiliki bisnis salon dan kecantikan,” kata Sri yang sangat antusias mengikuti pelatihan ini.
Para TKI mengikuti kelas bahasa Mandarin. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Para TKI mengikuti kelas bahasa Mandarin. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
Sri saat ini mendapat majikan baru, setelah majikan sebelumnya meninggal dunia. Sang majikan baru sangat mendukungnya untuk belajar atau kursus di hari Minggu. Bahkan, majikannya yang sudah berusia lanjut dan harus duduk di kursi roda, mengalah demi Sri belajar. Karena itu, saat mengikuti kursus salon, Sri turut membawa serta majikannya.
“Dari rumah, tadi naik taksi. Saya bawa majikan, karena di rumah gak ada siapa-siapa. Bapaknya juga tidak masalah,” kata dia.
Menurut dia, pelatihan salon ini sebenarnya gratis. Namun, dia harus membeli peralatan sendiri. Bagi dia, gak masalah. Toh peralatan bisa dia tetap pakai meski nanti pelatihan sudah selesai. Sri bisa menjadi salah satu contoh TKI yang haus belajar. Sebelumnya, Sri mengikuti kursus bahasa Mandarin dan bahasa Inggris. Dia juga pernah mengikuti Kejar Paket C untuk mendapat ijazah setingkat SMA yang digelar KDEI.
ADVERTISEMENT
Karen Hsu, pimpinan GWO, mengatakan saat ini peserta kursus tata rias baru ada dua orang. Sedikitnya TKI yang berminat mengikuti kursus ini, karena terbentur biaya. Peserta pelatihan tata rias harus memiliki peralatan tata rias sendiri, seperti satu set peralatan potong rambut. Biaya tambahan juga diperlukan saat praktik, seperti manekin dan rambut palsu.
Sri Purwati, TKI yang ingin mendirikan salon. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sri Purwati, TKI yang ingin mendirikan salon. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
"Kami menghadirkan pelatih rias profesional agar TKI usai berlatih bisa membuka salon dengan kualifikasi profesional," ujar Karen. Mantan wartawan Taiwan yang kemudian mendirikan GWO ini berharap ada bantuan biaya untuk menunjang kursus tata rias ini, sehingga peserta bisa lebih banyak lagi.
Sementara kelas kursus bahasa Mandarin, termasuk salah satu kursus yang diminati banyak TKI. Saat kumparan melihat dari dekat kelas ini beberapa waktu lalu, ada sekitar 45 TKI yang sedang belajar bahasa Mandarin. Taipei Economic and Trade Representative Office (TETO) menyambut dan mendukung program peningkatan skill TKI ini.
ADVERTISEMENT
30.000 TKI Menikah dengan Orang Taiwan
Selain ada TKI yang memilih meningkatkan skill untuk mencari bekal saat pulang ke Tanah Air, banyak juga TKI yang memilih menikah dengan orang Taiwan. Biasanya para TKI perempuan menikah dengan anak majikan. “Jumlahnya, ada sekitar 30.000 TKI yang menikah dengan orang Taiwan,” kata Kendra Chen dari TETO.
Sebagian dari mereka menikah secara resmi di Indonesia. Namun, kemudian mereka kembali lagi ke Taiwan. Banyak juga TKI yang akhirnya memilih menjadi warga Taiwan, karena mereka akhirnya memiliki anak. Saat ini, sudah banyak anak-anak keturunan Indonesia dan Taiwan yang tinggal di Taiwan.
Ada juga TKI yang memilih menikah di Taiwan. Masjid Taichung, sekitar 1 jam perjalanan menggunakan kereta cepat dari Taipei, menjadi tempat favorit menikah bagi TKI. Pengurus masjid memang membantu TKI-TKI asal Indonesia yang beragama Islam yang ingin menikah. “Ada yang menikah sesama TKI, ada juga TKI yang menikah dengan warga Taiwan,” kata pengurus masjid.
ADVERTISEMENT