Menebak Putusan MK dalam Gugatan Prabowo-Sandi

26 Juni 2019 7:21 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hakim MK mendengarkan keterangan dari saksi ahli pihak termohon, Marsudi Wahyu Kisworo pada sidang lanjutan Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (20/6). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hakim MK mendengarkan keterangan dari saksi ahli pihak termohon, Marsudi Wahyu Kisworo pada sidang lanjutan Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (20/6). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
MK akan membacakan putusan sengketa hasil Pilpres 2019 pada Kamis, 27 Juni mendatang. Meski hasilnya belum bisa diketahui secara pasti, namun ahli tata negara Bivitri Susanti memprediksi permohonan paslon 02 Prabowo-Sandi tidak akan dikabulkan.
ADVERTISEMENT
"Kalau untuk diterima dan tidaknya, perkiraan saya sih petitum yang mengenai diskualifikasi enggak akan diterima. Soalnya, diskualifikasi itu seharusnya di Bawaslu. Kemudian membubarkan KPU itu, misalnya, harusnya di DKPP. Jadi saya kira itu juga enggak akan diterima karena tempatnya bukan di MK," kata Bivitri saat dihubungi kumparan, Selasa (25/6).
Belum lagi, kata Bivitri, argumentasi para saksi yang dihadirkan dinilai kurang kuat, termasuk alat bukti berupa link berita yang diberikan ke MK. Sehingga kombinasi tersebut membuat Bivitri menilai hakim tidak cukup diyakinkan oleh pemohon.
“Jadi kalau dugaan saya sih dari 15 itu, saya kira saya tidak terlalu yakin. Saya enggak mau mendahului hakim, tapi kalau saya jadi hakim dari 15 itu akan sulit diiyakan,” ujarnya.
Saksi pemohon jelang menyampaikan kesaksiannya dihadapan Hakim Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Hal senada juga diungkapkan Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Veri Junaidi. Ia menilai, dalil pemohon terkait kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) tidak cukup bisa dibuktikan di persidangan.
ADVERTISEMENT
“Memang bukti TSM-nya memang tidak sangat kuat. Yang kedua rangkaian kejadiannya itu juga tidak cukup membuktikan dapat mempengaruhi hasil pemilu. Oleh karena itu, berdasarkan dua hal itu kami melihat bahwa permohonan nanti akan ditolak oleh MK,” ujar Veri.
Menurutnya, bukti yang dipaparkan oleh tim 02 itu justru cenderung menunjukkan forum penanganan pelanggaran pemilu. Sehingga, ia menilai, bukan tidak mungkin hakim justru mengeluarkan putusan di luar petitum seperti mengevaluasi situng dan netralitas ASN.
Isu lainnya yang digunakan sebagai 'senjata' oleh tim 02 adalah masalah posisi cawapres 01 Ma'ruf Amin di Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah. Namun, menurut peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Charles Simabura, hal ini justru menjadi strategi yang salah.
Kuasa hukum BPN, Denny Indrayana (kedua kanan), saat bertanya kepada ahli di sidang Perselisihan Hasil Pemilu Umum 2019, Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat(21/8) Foto: Helmi Afandi/kumparan
“Cuma pertanyaannya siapa yang bisa menafsirkan itu kalau ini anak BUMN atau tidak? Bahwa BPN dan TKN itu sama-sama memiliki tafsir sendiri-sendiri. BPN pakai tafsir UU Keuangan Negara, entah itu sebagai keuangan negara, BUMN keuangan negara anaknya makanya BUMN. Sementara TKN pakai dalil UU perusahaan perbankan,” kata Charles di Hotel D, Jakarta Pusat, Selasa (25/6).
ADVERTISEMENT
Belum lagi kehadiran mantan Staf Khusus Menteri BUMN Said Didu sebagai saksi, menurut Charles, juga merupakan hal yang kurang tepat. Ia berpendapat jika Said Didu dihadirkan sebagai saksi ahli, bisa saja MK mengeluarkan tafsir baru dan berujung pada gugurnya Ma'ruf Amin sebagai cawapres.
“Makanya coba lihat waktu Said Didu memberikan keterangan pihak terkait, TKN tidak banyak yang bertanya. Kalau pun ada yang bertanya tidak terlalu banyak karena mungkin bagi mereka kapasitas sebagai saksi itu melihat dan mendengar," jelas Charles.
"Tidak boleh berpendapat. Sementara yang disampaikan oleh dia (Said Didu) adalah pendapat-pendapat dia, pengalaman-pengalaman dia, itu lebih kepada ahli,” lanjutnya.
Sementara itu, tim Jokowi-Ma'ruf optimistis MK akan menetapkan paslonnya sebagai pemenang Pilpres 2019. Tim hukum Jokowi-Ma'ruf, I Wayan Sudarta, yakin jika hakim MK akan menolak gugatan Prabowo-Sandi.
ADVERTISEMENT
"Optimistis gugatan mereka ditolak. Optimistisnya, 99,99 persen yakin hakim akan mempertimbangkan alat bukti dan dasar hukum," ujar Wayan saat dihubungi, Jakarta, Senin (24/6).
Said Didu saat memberikan kesaksian pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2019. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Di sisi lain, tim Prabowo-Sandi juga optimistis pihaknya akan memenangkan gugatan hasil Pilpres 2019. Apalagi, menurut tim hukum 02 Denny Indrayana, pihaknya sudah menghadirkan seluruh saksi dan bukti yang menguatkan dalil-dalil gugatan yang diajukan.
"Ya optimislah, dari banyak saksi yang kita hadirkan itu hampir semuanya menguatkan dalil-dalil yang menjadi objek gugatan kita. Misalnya soal posisi Pak Kiai Ma’ruf Amin, dalam persidangan itu sulit dibantah, memang yang bersangkutan semestinya mundur. Itu ya, jadi kita tunggu saja," terang Denny.
"Target kita, MK bisa memutuskan seadil-adilnya berdasarkan prinsip pemilu yang jurdil," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu, MK meminta seluruh pihak untuk tetap tenang dan menghormati apapun keputusan hakim nantinya. Jubir MK Fajar Laksono juga meminta masyarakat untuk percaya pada apa yang sudah dikerjakan oleh hakim dalam menentukan hasil sidang.
"Mari kita hormati proses yang konstitusional ini. Oleh karena itu bukan hanya para pihak tetapi juga kita semua publik itu harus menerima, menaati, melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi apa pun amar putusannya nanti," tutup Fajar.