Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Mengenal Balancing Art Indonesia, Aktor Batu Bertumpuk di Sukabumi
4 Februari 2018 14:24 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
ADVERTISEMENT
Sebanyak 99 tumpukan batu tersusun rapi di Sungai Cidahu, Sukabumi, beberapa waktu lalu. Sempat dikira karena ulah kekuatan gaib, nyatanya batu-batu sungai itu disusun oleh sebuah komunitas bernama Balancing Art Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di Facebooknya, Balancing Art Indonesia menyebut karya seni yang ada di Sukabumi bukanlah hal mistis, tapi buatan anggotanya yang berasal dari daerah tersebut. Semua dilakukan bertepatan dengan momen gerhana bulan tempo hari lalu. Tidak ada unsur membuat kehebohan bahkan menciptakan sebuah mitos. Semua hanya karya seni.
Kepada kumparan (kumparan.com), Suryadi, pendiri Balancing Art Indonesia mengungkapkan adanya anggapan mistis dari masyarakat karena sosialisasi dari komunitasnya belum begitu luas.
"Kalau dari kita sebenarnya mungkin sosialisasi kita kurang luas. Jadi ada beberapa daerah yang belum terjangkau dari sosialisasi kita. Sebenarnya kita ada di Instagram, di Facebook, dan di media-media lain," kata Suryadi melalui sambungan telepon, Minggu (04/02).
Balancing Art Indonesia didirikan Suryadi pada 2013. Anggotanya kini berjumlah 900-an orang. Mereka yang bergabung, datang dari berbagai daerah secara sukarela.
ADVERTISEMENT
"Awalnya didirikan saya sendiri, tapi kemudian ada anggota-anggota baru. Kota yang banyak anggotanya itu seperti Makassar, Ngawi, Bandung, Wonogiri, Lombok, Medan, Palembang sudah ada," sebutnya.
Awal Mula Balancing Art Indonesia
Menurut Suryadi, ide pendirian Balancing Art Indonesia adalah murni dari dirinya sendiri. Ia mulai tekun mengembangkan dan menyebarluaskan kesenian modern ini setelah berkenalan dengan beberapa ahli Balancing Art dunia.
"Awalnya saya kenal orang Sumatera namanya Om Wildan. Dia itu seniman Balancing Art dari tahun 1992. Saya kenal dia dan belajar dari dia. Terus dikenalkan lagi sama masternya yang modern, Michael Grab, terus sama orang Jepang namanya Kokei. Terus kita sama-sama belajar dan punya komitmen untuk mengembangkan Balancing Art," cerita Suryadi.
ADVERTISEMENT
Setelah pertemuan itu, Suryadi diminta untuk mengembangkan Balancing Art di Indonesia. Ia pun berkomitmen dan bertekad mengembangkan kesenian yang dianggapnya memiliki banyak manfaat ini.
Awalnya, perkembangan Balancing Art di Indonesia tak semudah yang Suryadi kira.
"Awalnya susah berkembang. Namun, ada beberapa televisi swasta yang mengapreasiasi perjuangan saya. Mengundang saya dan ditampilkan live, sehabis itu banyak sekali yang mencoba dan ikut bergabung ke komunitas," terangnya.
Komunitas yang bermarkas di Yogyakarta ini memiliki misi ke depannya agar jenis keseniannya banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia.
"Misi utama kami, pertama mengenalkan Balancing Art Indonesia. Di balik itu kami punya misi mengingatkan tentang kepedulian terhadap alam semesta," ungkap Suryadi.
Sejauh ini, Balancing Art Indonesia tidak hanya menyusun batu-batu alam. Mereka juga menyusun benda-benda lain, seperti koin, botol, dan lain sebagianya.
ADVERTISEMENT
Cara belajar menyusun batu ala Balancing Art Indonesia
Menurut Balancing Art Indonesia, tidak terlalu butuh banyak waktu untuk bisa menyusun benda-benda. Untuk pemula dengan stacking style (gaya dengan level paling dasar) hanya butuh sekitar 5-10 menit. Stacking sendiri adalah gaya yang diterapkan pada batu bersusun di Sungai Cidahu, Sukabumi.
"Yang kemarin viral di Sukabumi itu namanya stacking. Level dasar dari seni ini," kata Suryadi.
Hal yang patut diperhatikan dalam belajar menyusun adalah benda atau media apa yang digunakan. Setiap media memiliki tingkat kesulitan masing-masing.