news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mengunjungi Pataba, Perpustakaan yang Dikelola Keluarga Toer di Blora

22 Juni 2018 14:23 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Bangunan kecil di Jalan Sumbawa No. 40 Blora, Jawa Tengah, itu terlihat berbeda dengan rumah-rumah di sekitarnya. Plang berlatar cokelat menjadi penyangga tulisan “Perpustakaan Pataba”. Pagar pendek dari bambu pun seolah menyambut para tamu yang datang.
ADVERTISEMENT
Rumah tua bertembok putih itu adalah rumah masa kecil Pramoedya Ananta Toer, sastrawan Indonesia yang enam kali mendapat nominasi peraih nobel. Masih tinggal di sana, adik keenam Pram, yaitu Soesilo Toer.
Adik Pramoedya Ananta Toer, Soesilo Toer (Foto: Retno Wulandhari Handini/kumparan)
Kiranya, hampir 10 ribu buku disimpan oleh keluarga Toer di Perpustakaan Pataba. Ada karangan Pram, Koesalah (adik Pram), Soes (adik Pram), dan pengarang lainnya. Buku terdahulu hingga teraktual ada di sana. Dari urusan cinta hingga negara juga ada.
Nama Pataba merupakan singkatan dari Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa. Nama besar sang sastrawan menjadi simbol keinginan kuat para pendiri menumbuhkan semangat membaca dan menulis kepada masyarakat.
“Indonesia membangun melalui Indonesia membaca menuju Indonesia menulis (motto Pataba). Itu ciptaan seorang cantrik (orang yang berguru kepada orang pandai atau sakti-red) di sini, penulis andal bahasa Jawa, Hermawan Widodo,” sebut Soesilo Toer saat berbincang dengan kumparan, Rabu (6/6).
Soesilo Toer di Perpustakaan PATABA (Foto: Retno Wulandhari Handini/kumparan​)
Papan bertuliskan “bakarlah dan bacalah” juga terpampang di depan pintu rumah. Menurut Soes, ada sebuah filosofi khusus dari slogan ringkas tersebut.
ADVERTISEMENT
“Bacalah dan bakarlah itu ketika rumah Pram dihancurkan itu. Bukunya kan dibakar. Itu untuk menyanjung masyarakat Indonesia. Anda kan sudah merdeka 74 tahun. Maka isi sendiri titik-titik. Tapi kebanyakan orang yang baca benar, bakarlah semangatmu,” jelas pria yang juga berprofesi sebagai pemulung itu.
Perpustakaan ini didirikan pada 30 April 2016, tepat di hari kematian Pram.
Perpustakaan PATABA di Blora (Foto: Retno Wulandhari Handini/kumparan​)
Saat ini, perpustakaan Pataba dikelola oleh Soes beserta istri dan anak laki-laki semata wayangnya. Dua pendiri lainnya telah tutup usia beberapa tahun lalu.
Soes juga terus berkarya meski usianya sudah menginjak 81 tahun. Pria lulusan Institut Plekhanov Uni Soviet (sekarang Rusia) itu telah menulis secara lengkap biografi sang kakak, Pram. Dia juga menulis banyak realitas yang telah menjadi pengalamannya.
ADVERTISEMENT
“Karangan Pak Soes 20 yang sudah terbit, kira-kira 15 yang mau terbit tambah lagi karena saya masih nulis,” kata Soes sembari menunjukkan buku karangannya yang paling berkesan, “Dunia Samin”.
Dokumen Soesilo Toer (Foto: Retno Wulandhari Handini/kumparan​)
Meski terus semangat dalam berkarya ada kalanya mereka yang tak bertanggung jawab enggan mengembalikan buku koleksi Perpustakaan Pataba.
Memang, perpustakaan ini setiap harinya tak luput dari kunjungan masyarakat. Bila dilihat dari buku tamu yang disediakan, masyarakat dari Jawa Tengah, Yogyakarta, Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, hingga luar negeri pernah mengunjungi perpustakaan ini.
Walau kadang dihadapkan dengan ulah-ulah tak mengenakkan, Soes mengaku bahagia perpustakaan keluarganya banyak dikunjungi orang.
“Saya ngambil kata mutiara dari Einstein. Carilah pengalaman sebanyak-banyaknya. Itu merupakan basis dari pengetahuan Anda. Dari pengetahuan Anda itu basis ilmu Anda. Makanya banyaklah cari pengalaman. Semua orang yang datang kemari adalah guru saya,” pungkas Soes.
Soes Toer saat memulung di jantung Blora (Foto: Retno Wulandhari Handini/kumparan​)
Sementara itu, pemerintah setempat kini berencana menjadikan perpustakaan Pataba sebagai cagar budaya di Blora. Hal itu selaras dengan keinginan pemerintah menjadikan Blora sebagai Kota Sastra.
ADVERTISEMENT
Lomba baca puisi Pram yang diadakan tempo hari lalu adalah salah satu kegiatan dari upaya mewujudkan cita-cita itu.
Soes akan menjadikan perpustakaan Pataba sebagai yayasan keluarga.
“Saya itu lahir telanjang, mau mati juga telanjang. Kalau saya, warisan itu kadang-kadang menimbulkan kisruh di antara keluarga. Saya penginnya dihadiahkan pada negara. Kemudian anak saya usul, dijadikan sejenis yayasan, yayasan keluarga besar Toer. Kita tetap sebagai pemilik walau kita tidak tinggal di sini,” pungkas Soes.
----------------------------------------------------------------
Ikuti kisah Pramoedya dan Soesilo lebih lanjut di topik Jejak Pram.