Menjadikan Rumput Laut Takalar Kian Berpendar

18 Juli 2018 6:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Budidaya Gracilaria di Takalar (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Budidaya Gracilaria di Takalar (Foto: Marcia Audita/kumparan)
ADVERTISEMENT
Penduduk Sulawesi Selatan sudah lama dikenal sebagai bangsa maritim tangguh. Seantero penjuru tahu, mereka, orang Makassar --sebagai suku-- khususnya, adalah pelaut ulung yang tidak hanya pandai berdagang, melainkan pandai memanfaatkan hasil laut.
ADVERTISEMENT
Dulu, pada abad ke-18, sejumlah bukti arkeologis menunjukkan kegigihan orang Makassar mencari teripang hingga ke negeri Arnhem, Australia Utara.
Seorang sejarawan Campbell Mcknight, dalam karyanya 'Voyage to Marege: Macassan Trepanger in Northern Australia', menegaskan, orang-orang Makassar mampu mengolah hasil sumber daya laut ke luar wilayah asalnya di Sulawesi Selatan. Mereka bisa menjalin kontak dengan suku asli Aborigin, dan membawa hasil laut tersebut ke Pelabuhan Makassar untuk diperdagangkan dengan nilai tinggi kepada pedagang Tionghoa.
Keuletan orang Makassar dalam memanfaatkan hasil laut juga masih berjejak hingga saat ini. Di Takalar, misalnya.
Panen Glaciralia (Foto: instagram/@smartfishindonesia)
zoom-in-whitePerbesar
Panen Glaciralia (Foto: instagram/@smartfishindonesia)
Takalar adalah sebuah kabupaten di Sulawesi Selatan yang dimekarkan dari wilayah administrasi Makassar pada 1960. Di sudut surga ini, rumput laut dijadikan sebagai andalan komoditas ekspor dan budidaya berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
ADVERTISEMENT
Terlebih, rumput laut jenis gracilaria yang tumbuh di Takalar, bisa dibilang sebagai tanaman endemik. Setelah diteliti lebih dalam, ganggang laut tersebut hanya bisa beradaptasi dan tumbuh dengan baik di sana.
Gracilaria adalah salah satu komoditas yang dicari-cari dunia. Rumput yang karib disapa masyarakat setempat sebagai Sango-sango Laut ini, kerap dipakai untuk bahan baku pembuatan agar-agar.
Pengeringan Gracilaria di Takalar (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pengeringan Gracilaria di Takalar (Foto: Marcia Audita/kumparan)
Selasa (17/7), kumparan mengunjungi Desa Ujungbaji yang berposisi di Takalar. Beruntungnya, desa ini dijadikan oleh PBB sebagai lokasi percontohan budidaya demonstration farming (demofarm) gracilaria untuk kelompok tani.
Dan, berada di naungan PBB, United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan, memfasilitasi petani rumput laut Takalar untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Melalui program Sustainable Market Access through Responsible Trading of Fish (SMART-Fish), para petani tidak hanya diajarkan untuk sekadar mengejar kuantitas, melainkan kualitas.
Peninjauan koperasi Makkio Dale di Takalar (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Peninjauan koperasi Makkio Dale di Takalar (Foto: Marcia Audita/kumparan)
"Program UNIDO di Kabupaten Takalar ini mendorong salah satu produk terpenting di Indonesia. Setelah mencanangkan program itu, kami melihat produksi rumput laut oleh para petani di kabupaten ini telah meningkat lima puluh persen. Kami melihat keuntungan yang didapat oleh para petani juga meningkat hingga 20 persen," ujar Perwakilan Tetap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia, Anita Nirody.
Anita Nirody (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anita Nirody (Foto: Marcia Audita/kumparan)
Anita pun membeberkan alasan pihaknya menjadikan Takalar sebagai lokasi demofarm. Dia menyebut, saat ini, Takalar menjadi salah satu kabupaten yang berpotensi untuk menjadi penyumbang ekspor rumput laut terbesar di dunia.
ADVERTISEMENT
"Nyatanya, 37 persen eskpor global untuk rumput laut di dunia, berasal dari Indonesia," tuturnya.
SMART-Fish memang menjadi salah satu program 5 tahunan KKP. Adapun, program ini dibuat untuk mendorong kegiatan ekspor produk perikanan, juga rumput laut, semakin meningkat setiap tahunnya.
Hasil pengolahan rumput laut (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Hasil pengolahan rumput laut (Foto: Marcia Audita/kumparan)
Untuk mendukung hal itu, UNIDO dan KKP membuat buku pegangan standard operating procedure (SOP) kepada para petani. Di dalam buku itu, para petani bisa mempelajari bagaimana metode budidaya yang benar, untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen.
Esam Alqararah (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Esam Alqararah (Foto: Marcia Audita/kumparan)
"Program ini adalah salah satu pencapaian utama kita selama 40 tahun terakhir, dan kami berharap budidaya rumput laut ini tidak hanya di Takalar saja, tetapi dapat diperluas di area lain," imbuh perwakilan UNIDO untuk Indonesia, Esam Alqararah.
ADVERTISEMENT
Adalah Daeng Syama, satu dari 300 petani di Takalar yang memiliki hasil panen tertinggi. Dia mengaku, produktivitas dan kualitas gracilaria yang ia hasilkan, menjadi jauh lebih baik setelah mengikuti SOP SMART-Fish dengan mengembangbiakkan rumput laut melalui spora.
"Dalam setahun sekarang bisa 7 ton. Dulu, jarak menanamnya hanya 13-15 sentimer. (Di SOP) dianjurkan 20 sentimer, akhirnya hasilnya lebih bagus daripada yang mepet ikatannya (rumput laut)," tutur Daeng, berbicara di hadapan masyarakat Takalar.
Data Dinas Industri dan Perdagangan Sulawesi Selatan mencatat ekspor rumput laut mencapai 82,110.9 ton dengan nilai 75,3 juta dolar AS pada Oktober 2017. Peningkatan ekspor ini, turut sejalan dengan permintaan tinggi dari eksportir besar dunia, seperti China, Eropa, Amerika, dan Asia Pasifik.
ADVERTISEMENT
Sedangkan untuk gracilaria, total produksi yang dicapai di Takalar pada 2017, adalah sebesar 105,13 ton. Produksi tersebut unggul dibanding komoditas lain, seperti bandeng dan udang vannamei yang hanya memproduksi 3,2 ton per tahun.
Salah satu perumus SOP SMART-Fish untuk budidaya Gracilaria, Jana Anggadiredja, menyebut Takalar adalah sebuah anugerah. Bagaimana tidak, katanya, spora-spora di sisi tali rumput laut yang dibudidaya, tumbuh dengan baik.
"Di sini spora tumbuh. Tidak perlu berulang-ulang untuk pembibitan karena sudah tumbuh spora di tali-talinya. Kami dari SMART-Fish melihat mencoba meningkatkan kualitas kami, untuk membuktikan demofarm dua tahun lalu, harus ditunjukkan bersama-sama," ungkap Jana.
Ahli BPPT, Jana Anggadiredja (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ahli BPPT, Jana Anggadiredja (Foto: Marcia Audita/kumparan)
Kendala utama yang harus diatasi, kata Jana, adalah mengubah paradigma masyarakat Takalar untuk masalah panen. Masih banyak masyarakat yang ingin panen cepat. Padahal, Jana menyarankan panen secara interval.
Talkshow budidaya rumput laut di Takalar (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Talkshow budidaya rumput laut di Takalar (Foto: Marcia Audita/kumparan)
"Masyarakat tadinya panen satu atau dua bulan. Tapi mereka ngerti sekarang, kualitas lebih bagus, produksi lebih banyak kalau interval. Kalau cepat tapi dampaknya kecil kan percuma. Jadi panennya interval, katakanlah 2 bulan 100 tali, panen sekian tali, dan berulang terus, dan setiap minggu dapat uang," bebernya.
ADVERTISEMENT
Jana menyebut, UNIDO sudah mensosialisasikan SMART-Fish ke 150 petani Takalar. Untuk saat ini, baru ada 76 petani yang menerapkannya.
Pengolahan rumput laut (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pengolahan rumput laut (Foto: Marcia Audita/kumparan)
"Hasilnya, produksi meningkat 60 persen setelah ada SOP. Dan kita juga ada kerjasam Kospertami, koperasi," kata Jana.
Peningkatan 60 persen itu dihitung dari seluruh produksi gracilaria oleh 350 petani Takalar. Jika sebelumnya produksi per bulan hanya 140 ton, saat ini, meningkat menjadi 260 hingga 280 ton, per panen dua bulan.
Warga Takalar, Sulawesi Selatan (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Warga Takalar, Sulawesi Selatan (Foto: Marcia Audita/kumparan)
"Walaupun tidak dua bulan selalu, kan mereka bisa rolling," tambahnya.
Bahkan, perusahaan penghasil tepung agar-agar terbesar di dunia, PT Agarindo Bogatama, memilih Takalar sebagai daerah bahan baku pengolahan mereka. Direktur pengembangan dan ekspor rumput laut PT Agarindo Bogatama, Soerianto Kusnowirjono, menargetkan 500 ton Glacilaria per tahun dari Takalar.
Bos Agarindo Bogatama, Soerianto Kusnowirjono (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bos Agarindo Bogatama, Soerianto Kusnowirjono (Foto: Marcia Audita/kumparan)
"Ya, kami menargetkan itu. Untuk saat ini masih rata-rata belum sampai 100 ton per tahun. Cuma sekarang masih banyak peluang dan potensi," kata dia.
ADVERTISEMENT
Soerianto menilai kualitas rumput laut Takalar jauh lebih bagus setelah program SMART-fish disosialisasikan. Misal, dengan jarak metode tanam diperluas menjadi 20 sentimeter, nutrisi air laut tidak akan berebut dan potensi pertumbuhan rumput akan lebih baik.
Warga Takalar, Sulawesi Selatan (Foto: Marcia Audita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Warga Takalar, Sulawesi Selatan (Foto: Marcia Audita/kumparan)
"Rumput laut gracilaria bisa panen dengan proses pertumbuhan rumput laut budidaya 60 hari, dan memang masa 60 hari, asalkan mereka punya jumlah tali, pendapatan ada terus, tiap minggu bisa panen. tinggal dirolling saja," tutur Soerianto.
Perbincangan diselingi dengan dua-tiga gelas sari rumput laut dingin yang ditengguk sejuk di tengah teriknya udara Takalar. Cuaca-cuaca seperti ini, mereka manfaatkan untuk mengeringkan rumput laut untuk mendapatkan kualitas unggul.
Demikian laut bagi orang Takalar, menjadi roda ekonomi yang turut mebawa kaya bahari Indonesia kian berpendar.
ADVERTISEMENT