Menkes Era SBY Harap Isu Rokok Diangkat di Debat Pilpres 17 Maret

9 Maret 2019 15:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana diskusi polemik bertajuk 'Menuju Debat III Menakar Visi Kesehatan' di Wahid Hasyim, Jakarta Pusat. Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana diskusi polemik bertajuk 'Menuju Debat III Menakar Visi Kesehatan' di Wahid Hasyim, Jakarta Pusat. Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Kesehatan era Kabinet Indonesia Bersatu II, Nafsiah Mboi menyarankan agar pertanyaan terkait pengendalian tembakau diangkat dalam debat cawapres pada 17 Maret mendatang. Sebab menurutnya saat ini, konsumsi tembakau semakin meningkat hingga menyentuh usia muda.
ADVERTISEMENT
"Kalau kita lihat dalam studi bahwa jumlah perokok di semua provinsi dan saya ulangi, semua provinsi meningkat, termasuk usia 15-19 tahun meningkat di semua provinsi. Jadi itu adalah sudah merampas hak anak untuk hidup sehat," kata Nafsiah dalam diskusi 'Menuju Debat III: Menakar Visi Kesehatan' di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (9/3).
"Pesan saya untuk tanggal 17 Maret ini, supaya moderator memasukkan pertanyaan soal pengendalian rokok dan apa yang kita bahas hari ini. Oleh karena itu, terlalu penting untuk kesehatan maupun kesejahteraan rakyat kita, termasuk ibu dan anak-anak," tutur dia.
Nafsiah menyayangkan pemerintah saat ini tidak memberikan komitmen yang komprehensif dan intensif untuk mengendalikan tembakau. Sebab, komitmen itu, penting diketahui masyarakat.
ADVERTISEMENT
Di saat yang sama, anggota TKN Jokowi-Ma'ruf Amin, Hasbullah Thabrany menganggap harga rokok perlu dinaikkan untuk membatasi keterjangkauan masyarakat terhadap tembakau. Hasbullah mengatakan, saat ini ia telah merancang naskah akademis terkait perubahan cukai rokok.
"Saya sendiri sudah melakukan kajian dan bahkan sudah mendraft RUU perubahan cukai rokok, sudah ada naskah akademisnya. Kita di sini industri rokok jadi lebih sulit karena masyarakat bisa tidak melihat rokok sebagai ancaman," kata dia.
Dalam kajiannya, Hasbullah menjamin petani tembakau tak akan menjadi korban kenaikan cukai rokok. Sebab, 10 persen hasil cukai akan digunakan untuk memberdayakan petani tembakau.
"Kita menaikkan cukai rokok tidak berarti petani akan korban. Saya punya konsep cukai dinaikkan, 10 persen digunakan untuk memberdayakan petani, melatih petani atau untuk beralih tanam yang lain," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Hasbullah, Anggota BPN Hermawan Syahputra menganggap perubahan perilaku masyarakat lebih penting dibandingkan kenaikan cukai rokok. Selain itu, ia mengatakan sebaiknya petani diberikan alternatif lain dengan memberikan pelatihan industri kreatif.
"Kita naikkan cukai pun, tapi selama budaya dan perilaku masyarakat yang mengkonsumsi rokok dan petani yang menggantungkan diri hidupnya di situ, maka tidak akan terselesaikan," katanya.
"Maka, yang harus diselesaikan adalah hulunya, yaitu memberikan alternatif dan sumber kesejahteraan petani. Anggaran untuk industri kreatif dan ekonomi menengah itu kita hidupkan. Masyarakat dengan sendirinya akan mudah teralihkan dari profesi produksi tembakau menjadi industri yang kreatif," tutur Hermawan.