Mereka yang Menggantungkan Nasib di Sunan Kuning

23 Juni 2019 11:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tampak depan tempat Resosialisasi Argorejo. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tampak depan tempat Resosialisasi Argorejo. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemandangan lokalisasi Sunan Kuning (SK) di Kalibanteng Kulon, Semarang Barat, Kota Semarang itu jauh dari kata gemerlap. Hanya ada sejumlah perempuan dengan dandanan tebal dan bau harum menyengat, tampak duduk dan sibuk dengan gawainya, beberapa lainnya berjalan wara-wiri tanpa tujuan.
ADVERTISEMENT
Setidaknya, itulah pemandangan yang kumparan dapati saat menyambangi area tersebut pada Sabtu (21/6) malam. Menurut salah satu penjual kelontong, ER (23), wilayah lokalisasi itu kian meredup seiring dengan isu penutupan yang gencar disuarakan pemerintah setempat.
"Mereka yang sepi pelanggan harus jemput bola, muter ikut ke wisma lain. Kadang juga cuma jadi pemandu karaoke," kata ER.
Suasana Lokalisasi Sunan Kuning di Jalan Argorejo pada malam hari. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Mesti tak ikut praktik prostitusi, ER yang juga menggantungkan hidup di area itu merasa khawatir jika pertengahan Agustus mendatang Sunan Kuning benar-benar ditutup. Jika itu terjadi, ER masih belum bisa membayangkan apa yang akan ia lakukan.
"Kalau mereka dipulangkan, kami dapat apa? Belum tau mau usaha apa nanti," tuturnya yang biasa menjajakan rokok, makanan ringan, hingga minuman kepada para pekerja seks komersial (PSK) di area itu.
ADVERTISEMENT
Isu penutupan lokalisasi di seluruh Indonesia, termasuk Sunan Kuning, sebenarnya sudah digaungkan oleh Kemensos sejak 2017 silam. Kalijodo Jakarta dan Dolly Surabaya sudah ditutup, Sunan Kuning masih dalam antrean.
Suasana Lokalisasi Sunan Kuning di Jalan Argorejo pada siang hari. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Namun, proses penutupannya cukup alot karena lokalisasi Sunan Kuning memiliki izin yang jelas, merujuk pada Surat Keputusan Wali Kota Semarang tahun 1966. Seluruh bangunannya mengantongi IMB.
Pihak Pemkot Semarang terus memutar otak untuk bisa menutup wilayah ini, termasuk dengan menjanjikan uang Rp 5,5 juta bagi masing-masing PSK. Padahal, menurut salah satu PSK di Sunan Kuning, Eni (30), jumlah itu tidak ada apa-apanya dibanding hasil kerjanya sebulan yang bisa menyentuh angka Rp 7 juta.
"Misal beneran ditutup, Wali Kota apa enggak memikirkan anak-anak masih kecil, bisa sekolah, bisa lulus jadi sarjana. Rp 5 juta buat apa? Sehari buat makan Rp 100 ribu mentok. Terus dikasih Rp 5 juta bisa buat apa?" kata Eni dengan nada tinggi.
Suasana Lokalisasi Sunan Kuning di Jalan Argorejo pada malam hari. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Memang, Eni tak pernah berharap akan memenuhi kebutuhan keluarganya melalui bisnis prostitusi. Namun, seharusnya SK Wali Kota Semarang tahun 1966 itu bisa jadi penyelamat Kota Semarang dari kasus pemerkosaan.
ADVERTISEMENT
"Kalau tidak ada prostitusi seperti ini, di luar pasti banyak pemerkosaan. Kayak istri, ada anak sambung, bapak sambung, jalan keluarnya, pasti anak-anaknya sendiri dong. Boleh (Sunan Kuning) ditutup, tapi jangan spontan. Itu susah," tegasnya.
Suasana Lokalisasi Sunan Kuning di Jalan Argorejo pada malam hari. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Namun, jika Sunan Kuning memang harus ditutup, wanita asal Wonogiri ini berharap Pemkot Semarang bisa memberikan kompensasi yang lebih bak. Misalnya, modal bisnis dan kios.
"Mintaku, boleh ditutup, tapi enggak bisa ditutup spontan. Tapi dikasih kios dan pegangan buat usaha, terserah tempat kiosnya di mana saja," ucap Eni.
Tak kurang dari dua bulan lagi, para PSK di Sunan Kuning harus pindah. Entah pulang kampung dengan status pengangguran, atau justru mengadu nasib di tempat lain. Meski demikian, sebagian besar dari mereka masih berusaha menggantungkan asa dari kebijakan pemerintah setempat.
ADVERTISEMENT