MIKTA Dikritik Kurang Andil Wujudkan Perdamaian Dunia

7 Februari 2019 11:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertemuan tingkat menteri negara anggota MIKTA di Jogjakarta. Foto: Darin Atiandina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan tingkat menteri negara anggota MIKTA di Jogjakarta. Foto: Darin Atiandina/kumparan
ADVERTISEMENT
Pada 2018 Indonesia mencetak sejarah. Untuk pertama kalinya RI dipercaya memimpin kelompok kerja sama antar negera Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia atau disingkat MIKTA. MIKTA dibentuk di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York tahun 2013 lalu, oleh kelima Menteri Luar Negeri negara-negara tersebut. Kerja sama MIKTA bersifat informal dan terjalin di tujuh area utama, yakni melawan terorisme, perdagangan dan ekonomi, energi, pembangunan berkelanjutan, kesetaraan gender, operasi pemeliharaan perdamaian, tata kelola pemerintahan, dan demokrasi.
Pertemuan ke 14 Menteri Luar Negeri MIKTA di Yogyakarta. Foto: Darin Atiandina/kumparan
Selama Indonesia memimpin MIKTA 2018 lalu, Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri, Febrian Alphyanto Ruddyard mengatakan dari tujuh area kerja sama meletakkan prioritas utama pada dua sektor, yakni ekonomi kreatif serta perdamaian dan keamanan. Oleh karenanya, Indonesia saat memimpin MIKTA dengan tema "Fostering Creative Economy and Contributing to Global Peace." Febrian menjabarkan dari tema besar serta prioritas kerja sama yang dibawa, Indonesia berhasil menginisiasi dua program saat memimpin MIKTA. “Ekonomi kreatif ini kita menyelenggarakan World Concern of Creative Economy, artinya kita mengajak negara MIKTA sebagai motor penggerak ekonomi kreatif, sedangkan di isu menciptakan perdamaian, kita bahas juga mengenai Women Role in Peace Keeping waktu itu di Bandung,” ujar Ruddyard kepada kumparan, Rabu (6/2). “Ini jadi tantangan buat yang lain untuk aktif seperti kita, MIKTA ini harapannya tidak hanya kerja sama antar pemerintah tapi juga masyarakatnya, bagaimana MIKTA bisa lebih dikenal sebagai kerja sama antar bangsa,” kata Ruddyard. Tantangan Indonesia di MIKTA
Pertemuan ke 14 Menteri Luar Negeri MIKTA di Yogyakarta. Foto: Darin Atiandina/kumparan
ADVERTISEMENT
Terkait kepemimpinan RI di MIKTA pengamat politik internasional Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah menilai dalam kerja sama menciptakan perdamaian dunia Indonesia berhasil membuat pondasi koalisi baru. “Indonesia sudah berhasil membentuk koalisi, bisa kita lihat hubungan antar lima negara tersebut dalam berbagai forum internasional itu kompak, mereka tidak saling mengkritisi tingkat pencapaian masing-masing,” kata Teuku. Meski demikian, Teuku melihat RI masih belum memanfaatkan koalisi tersebut secara maksimal khususnya untuk menjalankan misinya menciptakan perdamaian. “Yang belum saya lihat integrasi dari 5 negara ini dalam menjawab kebutuhan mendesak dari negara-negara yang berpotensi mencemaskan dunia," sebut Teuku.
Pertemuan tingkat menteri negara anggota MIKTA di Jogjakarta. Foto: Darin Atiandina/kumparan
"Kita belum punya hand print untuk membantu etnis Rohingnya misalnya, Rakhine di Myanmar, atau Korea Utara, ini kan punya potensi dikritik oleh dunia,” kata Teuku. Dalam pandangan Teuku, Indonesia seharusnya bisa memainkan peran lebih demi mendorong integrasi kelima negara anggota menciptakan perdamaian dunia. Pasalnya, kelima negara tersebut memiliki posisi relatif kuat dan dipandang di dunia internasional. “Selama ini Indonesia punya kemampuan terbatas, kita hanya bicara lewat ASEAN, kita belum menggerakkan kekuatan kita di PBB, kenapa MIKTA enggak melanjutkan itu, kita tak boleh tertinggal untuk memberikan solusi dalam perdamaian dunia dan pertumbuhan ekonomi negara di dunia,” pungkasnya. Hal serupa juga diungkapkan Ketua Program Studi Hubungan Internasional di Universitas Indonesia, Shofwan Al-Banna Choiruzzad. Kepemimpinan Indonesia di MIKTA dinilai berada di jalur tepat namun, mesti bergerak lebih cepat demi menjawab kebutuhan dunia khususnya di bidang perdamaian dunia. “Ini adalah peluang penting bagi Indonesia untuk mewujudkan amanat konstitusi yakni ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,” kata Shofwan. “Ke depan, perlu alokasi sumber daya yang lebih serius untuk membuat MIKTA menjadi lebih optimal bagi kebijakan luar negeri Indonesia,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT