Misteri Peluru Tajam Kerusuhan 21-22 Mei

24 Mei 2019 7:08 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang warga memperlihatkan selongsong peluru di kawasan Tanah Abang. Foto: Fadjar Hadi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Seorang warga memperlihatkan selongsong peluru di kawasan Tanah Abang. Foto: Fadjar Hadi/kumparan
ADVERTISEMENT
Insiden kerusuhan yang terjadi pada 21-22 Mei menelan delapan korban jiwa. Tiga di antaranya terkonfirmasi terkena tembakan peluru.
ADVERTISEMENT
Rabu (22/5) pagi, kala ricuh agak mereda, sejumlah warga memang menemukan selongsong peluru yang berserakan di Jalan Jatibaru, Jakarta Pusat. Kekhawatiran atas temuan selongsong itu pun bermunculan. Sebagian pihak menganggap bahwa selongsong peluru itu sebagai bukti bahwa polisi menembakkan peluru tajam.
Seorang warga memperlihatkan selongsong peluru di kawasan Tanah Abang. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Kepolisian RI lalu membentuk tim investigasi khusus untuk menyelidiki dugaan selongsong peluru tajam yang ditemukan di lokasi kerusuhan, bahkan diduga melukai sejumlah massa. Sebab, sejak jauh-jauh hari, aparat keamanan yang ditugaskan untuk menjaga aksi sudah dilarang menggunakan peluru tajam.
Sehingga, polisi membantah personelnya menembakkan peluru tajam. Larangan Penggunaan Peluru Tajam juga tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 16 tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa.
"Membawa senjata tajam dan peluru tajam," bunyi pasal tujuh.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri. Foto: Mirsan Simamora/kumparan
“Bapak Kapolri sudah bentuk tim, membentuk tim investigasi yang dipimpin oleh langsung Wakapolri. Untuk mengetahui apa penyebabnya dan semua aspek sehingga ada korban dari massa perusuh,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol M Iqbal saat konferensi pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Kamis (23/5).
ADVERTISEMENT
Iqbal juga memastikan, para korban yang tewas merupakan perusuh yang membuat kericuhan, bukan massa aksi damai yang tertib dan taat aturan.
Suasana kericuhan di dekat area gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5) Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Suasana kericuhan di dekat area gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5) Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Di hari yang sama, massa perusuh di kawasan Slipi, Jakarta Barat, sempat menyerang sebuah mobil polisi berisi amunisi peluru tajam. Mobil itu kemudian dirusak dan peluru dijarah oleh perusuh.
Namun Iqbal menegaskan peluru-peluru itu tidak disiapkan dalam pengendalian massa kericuhan. Sehingga, kata dia, peluru itu bukan bagian dari personel pengamanan.
"Ada pengerusakan pembakaran mobil brimob yang diparkir, termasuk kendaraan dinas komandan batalyon, di dalamnya memang ada satu kotak peluru tajam, peluru tajam ini tidak dibagikan kepada seluruh personel pengamanan, tidak dibagikan kepada seluruh personel pengamanan," kata Iqbal.
Sejumlah warga berjaga di pintu akses masuk kampung mereka di Slipi. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Polisi berjaga di Jalan Kemanggisan Utama kawasan Slipi Jaya saat ricuh. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Iqbal menegaskan, Polri dan TNI yang terlibat dalam pengamanan aksi tidak dibekali dengan senjata api, apalagi peluru tajam. Mereka hanya dibekali dengan alat-alat pengendalian massa seperti tameng dan pentungan.
ADVERTISEMENT
"Peluru tajam hanya dimiliki tim antianarkis, dan tim antianarkis itu pada dua hari dua malam demonstrasi unjuk rasa tidak keluar sama sekali, itu ada di komando. Mereka keluar atas perintah Kapolri kepada Kapolda, Kapolda pada Kasat Brimob, melihat prinsip proposional," tuturnya.
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol M Iqbal berbicara dalam konferensi pers terkait kerusuhan pada Aksi 22 Mei. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
"Nah terkait peluru tajam yang SOP-nya disimpan oleh Danyon, itu ia akan mengarah tim antianarkis. Tetapi ia melihat situasi di Slipi dan terpanggil untuk melakukan briefing personelnya, tapi massa menyerang dan itu semua dijarah oleh perusuh," ungkap Iqbal.
Adapun, ia menilai, penggunaan peluru tajam sebenarnya diperbolehkan dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dan petugas yang nyawanya terancam. Anggota polisi yang terpaksa menggunakan peluru tajam juga harus mempertanggungjawabkan tindakannya itu.
ADVERTISEMENT
"Ya kalau misalnya seketika itu juga saya, Iqbal ini melihat seorang masyarakat yang dibacok oleh perusuh, ingin dibacok, per detik saya harus melakukan tindakan tegas diskresi saya harus dilakukan dengan peluru tajam. Itu adalah pengambilan keputusan sendiri, pilihan sendiri," tutur dia.
Sebelumnya, Polri juga sudah melarang anggotanya saat mengawal aksi di depan KPU-Bawaslu pada 22 Mei untuk membawa senjata api dan peluru tajam. Personel hanya akan dibekali tameng, gas air mata, dan water cannon.
"Konsep pengamanan Polri untuk tanggal 22 Mei yang akan datang bersama dengan rekan-rekan TNI, paling pokok adalah seluruh aparat keamanan yang melaksanakan pengamanan tidak dibekali senjata api dan peluru tajam" ujar Dedi, Sabtu (18/5).
"Semua anggota yang melakukan pengamanan pada 22 Mei hanya dilengkapi tameng, gas air mata, water canon" tambah Dedi.
TNI memukul mundur massa ke arah Tanah Abang/Jati Baru. Foto: Ricad Saka/kumparan
TNI memukul mundur massa ke arah Tanah Abang/Jati Baru. Foto: Ricad Saka/kumparan
Dedi mengatakan, jika ditemukan ada di antara demonstran yang membawa senjata api dan peluru tajam, maka patut diduga itu adalah serangan teroris.
ADVERTISEMENT
"Apabila nanti tanggal 22 Mei ada yang menggunakan peluru tajam, maka patut diduga bahwa itu adalah serangan terorisme, karena aparat keamanan tidak boleh, ini sudah perintah dari pimpinan tidak boleh membawa senjata api dan peluru tajam di saat mengamankan seluruh aksi masyarakat" jelas Dedi.
Anggota kepolisian menunjukkan tersangka kerusuhan di kawasan Bawaslu. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Anggota kepolisian menunjukkan tersangka kerusuhan di kawasan Bawaslu. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Barang bukti yang diamankan dari tersangka kerusuhan di kawasan Bawaslu. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
"Kita juga mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi, TNI-Polri sudah memiliki tim anti-anarkis" lanjut Dedi.
Polda Metro Jaya sudah menetapkan 257 tersangka perusuh. Ke 257 tersangka tersebut ditangkap Polda Metro Jaya dari 3 tempat berbeda. Paling banyak merupakan perusuh di Petamburan.
Dari hasil pemeriksaan, empat dari mereka terbukti positif menggunakan narkoba dan merupakan perusuh bayaran.
ADVERTISEMENT