MK Pertanyakan Alasan Presidential Threshold 20% Kembali Digugat

3 Juli 2018 13:54 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Hakim Mahkamah Konstitusi mempertanyakan soal kembali digugatnya ketentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen kursi DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sebab, ketentuan tersebut sudah pernah digugat dan ditolak oleh MK.
ADVERTISEMENT
Ketentuan itu kembali digugat oleh sejumlah aktivis ke MK dan terdaftar dengan nomor perkara 49/PUU-XVI/2018. Sidang perdana digelar MK pada hari Selasa (3/7) dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.
Dalam sidang tersebut, majelis hakim pleno memberikan masukan kepada pihak pemohon untuk memperbaiki permohonannya, khususnya terkait alasan pengajuan permohonan.
"Jauh lebih sederhana kalau pemohon bisa membuat matriks dan menyampaikan adanya alasan baru dalam gugatan ini. Setelah kami telaah, ini sebagian alasan sudah pernah muncul dan pernah ditujukan kepada kami. Jadi kami minta untuk ditunjukan yang berbeda," kata hakim Saldi Isra dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Medan Merdeka Barat, Selasa (3/7).
Sidang UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Saldi juga meminta para pemohon untuk lebih menjelaskan mengenai kedudukan hukum serta kerugian konsitusional yang timbul akibat berlakunya Pasal 222 UU Pemilu tersebut. Menurut Saldi, gugatan tersebut bisa saja gugur sebelum diperiksa di sidang pleno lantaran tak ada legal standing dari para pemohonnya.
ADVERTISEMENT
"Kami minta untuk dipaparkan mengenai kerugian konstitusional masyarakat tidak hanya masalah tax payer. Jadi kami berikan waktu untuk perbaikan 16 Juli paling telat jam 10.00 WIB. Setelah itu, jadwal sidang nanti kami jadwalkan termasuk pengesahan alat bukti," ucap Saldi.
Menanggapi hal itu, Direktur Perludem Titi Anggraini yang juga merupakan salah satu dari 12 pemohon menyambut baik masukan dari hakim. Ia menilai pernyataan hakim tidak melemahkan gugatannya.
"Jadi kami kira tidak ada yang dilemahkan para hakim, justru ingin mememperkuat agar permohonan kami tidak mengalami masalah di proses sidang," kata Titi.
Lebih lanjut, Titi menyebut pihaknya segera melakukan perbaikan materi dan akan membuat matriks pembeda dengan uji materi sebelumnya. Ia yakin, MK akan memutus perkara ini sebelum 4 Agustus 2018 mendatang.
ADVERTISEMENT
"Catatan membuat perbandingan syarat konstitusional itu merupakan masukan yang baik, itu akan kami sampaikan perbedaannya secara terbuka," ujarnya.
Gugatan dilayangkan oleh 12 pakar yang berasal dari berbagai macam latar belakang. Mereka menginginkan agar ketentuan soal ambang batas menjadi 0% alias semua parpol bisa mengusung pasangan capres-cawapres, meski tidak punya kursi di DPR.
Gugatan diajukan oleh 12 orang, yakni Busyro Muqoddas (mantan Ketua KPK dan Ketua KY), Chatib Basri (mantan Menteri Keuangan), Faisal Basri (Ekonom), Hadar N. Gumay (mantan Pimpinan KPU), Bambang Widjojanto (mantan Pimpinan KPK), Rocky Gerung (Akademisi), Robertus Robet (Akademisi), Feri Amsari (Direktur Pusako Universitas Andalas).
Kemudian Angga Dwimas Sasongko (Profesional/Sutradara Film), Dahnil Anzar Simanjuntak (Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah), Titi Anggraini (Direktur Perludem), dan Hasan Yahya (Profesional). Bertindak sebagai kuasa hukum atas permohonan ini adalah INTEGRITY (Indrayana Centre for Government, Constitution and Society).
ADVERTISEMENT