Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK ) memutuskan menolak permohonan perkara nomor 24/PUU-XVII/2019 yang diajukan Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI), dan perkara nomor 25/PUU-XVII/2019 yang diajukan beberapa stasiun TV serta lembaga survei.
ADVERTISEMENT
"Memutuskan, mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim MK , Anwar Usman, saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/4).
Dalam putusannya, MK menegaskan pengumuman hasil hitung cepat (quick count) 2 jam setelah pemilihan dengan rujukan zona WIB yang diatur Pasal 449 ayat (5) UU Pemilu telah sesuai. Diketahui waktu pemilihan selesai pada pukul 13.00 WIB, sehingga hasil quick count baru boleh diumumkan pukul 15.00 WIB.
Pertimbangannya, pengumuman hasil hitung cepat sebelum pemilihan selesai dilakukan berpotensi mempengaruhi pemilih.
"Mahkamah menilai selisih waktu 2 jam antara wilayah WIB dengan WIT memungkinkan hasil hitung cepat di WIT sudah diumumkan ketika pemilihan pada WIB belum selesai. Pengumuman ini yang karena kemajuan teknologi informasi dapat diakses ke seluruh Indonesia berpotensi mempengaruhi sebagian pemilih yang bisa jadi mengikuti karena faktor psikologis ingin menjadi bagian pemenang," jelas hakim MK Enny Nurbaningsih dalam pertimbangannya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, MK juga menganggap aturan pelarangan publikasi hasil survei pada masa tenang pada Pasal 449 ayat (2) UU Pemilu sudah tepat.
Sebelumnya dalam permohonannya, para pemohon meminta majelis MK untuk membatalkan aturan publikasi hasil survei pada masa tenang pada Pasal 449 ayat (2) UU Pemilu, dan hitung cepat (quick count) 2 jam setelah pemilihan dengan rujukan WIB yang diatur Pasal 449 ayat (5) UU Pemilu.
Mereka menilai penundaan publikasi hasil hitungan cepat justru berpotensi menimbulkan spekulasi yang tidak terkontrol seputar hasil Pemilu, apalagi Pemilu kali ini adalah Pemilu perdana yang menggabungkan Pilpres dan Pileg dalam sejarah Indonesia.
"Pembatasan waktu dengan ancaman pidana soal hitungan cepat sebagaimana diatur dalam pasal-pasal yang diuji justru berpotensi menimbulkan berita-berita palsu (hoaks) seputar hasil Pemilu. Hal ini akan menambah beban pelaksanaan Pemilu bagi Penyelenggara Pemilu maupun aparat hukum, serta dapat menyulitkan dalam menciptakan tujuan Pemilu yang damai, tertib, adil, transparan, dan demokratis," bunyi pemohon dalam permohonannya
Padahal aturan tersebut telah dinyatakan bertentangan dengan konstitusi oleh MK melalui 3 (tiga) putusan sebelumnya yakni putusan Nomor 9/PUU-VII/2009, Nomor 98/PUU-VII/2009, Putusan Nomor 24/PUU-XII/2014.
ADVERTISEMENT