Ilustrasi Quick Count

Quick Count Baru Diizinkan Pukul 15.00 WIB dan Segala Aturannya

12 April 2019 21:14 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi quick count Foto: Widodo S Jusuf/Antara
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi quick count Foto: Widodo S Jusuf/Antara
ADVERTISEMENT
Penghitungan cepat (quick count) merupakan salah satu praktik yang kerap dilaksanakan setiap gelaran pemilu. Biasanya, dilakukan oleh lembaga survei independen atau yang dianggap berafiliasi untuk menunjukkan prakiraan sementara hasil pemilu.
ADVERTISEMENT
Quick count merupakan bagian dari partisipasi masyarakat yang dijamin undang-undang. Tujuannya, demi meningkatkan partisipasi politik masyarakat secara luas dengan tetap menjaga suasana kondusif dalam pemilu yang aman, damai, tertib, dan lancar.
Walau begitu, quick count tidak serta merta bisa dilakukan begitu saja. Ada sejumlah peraturan yang wajib dipatuhi setiap oleh lembaga survei sebagai pelaksana. Yakni, aturan yang tertuang pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2018.
Untuk Pemilu 2019, lembaga survei yang boleh melaksanakan quick count dan jajak pendapat hanya yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jumlahnya 40 lembaga survei.
Hal itu sesuai dengan Pasal 28 ayat 1 dan 2 Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2018 yang bunyinya sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
(1) Survei atau Jajak Pendapat dan Penghitungan Cepat Hasil Pemilu dilakukan oleh lembaga yang telah terdaftar di KPU.
(2) Lembaga survei yang telah terdaftar di KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga berbadan hukum di Indonesia dan sumber dananya tidak berasal dari pembiayaan luar negeri.
Sementara itu, seputar waktu pengumuman quick count juga tidak bisa sembarangan. Namun, harus sesuai ketentuan Pasal 449 ayat 5 UU Nomor 7 Tahun 2017.
(5) Pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat.
Sesuai jadwal KPU, pemungutan suara akan selesai pada pukul 13.00 waktu setempat. Dengan begitu, lembaga survei baru bisa merilis hasil quick count sekitar pukul 15.00 WIB. Hal ini bertujuan agar quick count tidak memengaruhi pemilih yang belum mencoblos di provinsi lain.
ADVERTISEMENT
"Dua jam setelah timur selesai jadi pukul 15.00 WIB," kata Ketua KPU Arief Budiman di Kantor KPU Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (12/3).
Apabila lembaga survei mengumumkan prakiraan hasil penghitungan cepat sebelum waktu yang ditentukan, maka ada sanksi tersendiri yang diatur dalam Pasal 540 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2019.
(2) Pelaksana kegiatan penghitungan cepat yang mengumumkan prakiraan hasil penghitungan cepat sebelum 2 (dua) jam setelah selesainya pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 449 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama I (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp 18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Di sisi lain, sejumlah aturan dalam UU Nomor 17 Tahun 2017 dinilai merugikan lembaga survei. Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) pun mengajukan judicial review terhadap pasal 449 ayat 2 dan 5, pasal 509, serta pasal 540 ayat 2 ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 15 Maret 2019 lalu.
ADVERTISEMENT
Ketua AROPI, Sunarto Cipto Harjono, mengatakan, pasal tersebut menyebabkan masyarakat yang ingin tahu hasil pemilu lebih cepat kecewa. Sebab, hasil hitung cepat baru bisa dipublikasikan dua jam usai pemungutan suara selesai dilakukan di wilayah waktu Indonesia bagian barat.
"AROPI memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk mempercepat putusan atas permohonan judicial review ini sebelum masa tenang," kata Sunarto di Gedung LSI, Jakarta Timur, Jumat (15/3).
Hingga saat ini, sidang judicial review masih berlangsung di MK. Dalam Risalah Sidang MK pada Kamis (11/4), Majelis Hakim telah bersepakat bahwa perkara gugatan UU tersebut akan diputus tanggal 16 April 2019, sehari sebelum pemilu berlangsung.
Ketentuan tentang pembatasan quick count sebelumnya pernah digugat ke MK sebanyak dua kali. Pertama pada tahun 2008 yang dilakukan terhadap UU nomor 42 tahun 2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Kedua, tahun 2014 yang dilakukan terhadap UU Nomor 8 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pemilu DPR, DPD, dan DPRD.
ADVERTISEMENT
Kedua UU tersebut memuat peraturan serupa yang berisi pembatasan penyiaran hitung cepat 2 jam setelah TPS ditutup di wilayah waktu Indonesia bagian barat. Gugatan atas pasal pembatasan quick count pun dua-duanya dikabulkan MK.
Kini beberapa pasal itu muncul lagi dalam UU Pemilu dan digugat. Akankah MK mengabulkan gugatan serupa?
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten