Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
MUI Dukung Kemenpora Ubah Aturan Judo yang Larang Pakai Hijab
10 Oktober 2018 11:25 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Atlet blilnd judo Indonesia Miftahul Jannah didiskualifikasi dari arena pertandingan Asian Para Games karena enggan melepaskan hijabnya saat pertandingan. Hal ini membuat kekecewaan tersendiri bagi Miftahul dan sejumlah kalangan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi pun sempat mengutarakan kekecewaannya terhadap insiden yang menimpa Miftah ini. Kekecewaan juga datang Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, Cholil Nafis.
"Miftahul Jannah, kunci surga. Benar-benar mencerminkan namanya yang tak mau buka jilbabnya. Keteguhannya telah menggugah rasa keislaman dan ketundukan kita kepada ajaran Islam. Ia mundur dari kompetisi cabor Judo Para Games demi jilbab yang dikenakan. Saya sangat mengapresiasinya," kata Cholil dalam keterangan persnya, Rabu (10/10).
Menurut Cholil, bagi muslim berpakaian adalah ibadah dan keimanan. Maka aktifitas apapun yang mengganggu keimanan harus ditinggalkan demi taat kapada ajaran Islam.
"Namun disayangkan mengapa larangan jilbab itu pas detik-detik ke final. Bukankah sejak awal sudah ada ketentuan intenasional?," ungkap Cholil.
ADVERTISEMENT
"Soal pakaian yang sesuai dengan aktivitas tertentu kan bisa didesain. Seperti renang, voli. Pakaian jilbab bisa disesuaikan jika alasannya karena khawatir berjilbab akan membahaya di olahraga cabor Judo. Ini soal hak asasi manusia untuk memeluk agama dan mengikuti kompetisi," jelasnya.
Cholil setuju dengan usulan mengubah aturan cabor judo internasional yang melarang menggunakan jilbab.
"Saya mendukung Kemenpora RI yang mengusulkan mengubah aturan cabor Judo internasional yang melarang menggunakan jilbab," kata Cholil.
Apalagi perhelatan Asian Para Games, kata Cholil, dilaksanakan di Indonesia yang mayoritas muslim dengan jumlah terbesar di seluruh dunia maka otomatis banyak pemain muslimah," lanjut Cholil.
"Bagi kami umat muslim terasa sakit dengan kasus Miftahul Jannah yangg tak bisa melanjutkan pertandingan karena memakai jilbab," terangnya.
ADVERTISEMENT