MUI: Larangan Cadar karena Radikalisme Perlu Dibuktikan Penelitiannya

7 Maret 2018 13:36 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cadar. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cadar. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Majelis Ulama Indonesia (MUI) buka suara terkait larangan memakai cadar bagi Mahasiswa di UIN Sunan Kalijga, Yogyakarta. Menurut Ketua Komisi Dakwah MUI KH Cholil Nafis menyebutkan bahwa larangan bercadar karena alasan pencegahan radikalisme perlu dibuktikan hasil penelitiannya.
ADVERTISEMENT
"Kalau radikalisme menjadi alasan pelarangan niqab atau cadar tentu perlu dibuktikan hasil researchnya," kata KH Cholil Nafis dalam keterangannya yang diterima kumparan (kumparan.com), Rabu (7/3).
Cholil juga mengatakan jika alasan larangan cadar dilakukan karena masalah kesopanan, di kampus lain pun lanjut Cholill banyak ditemukan mahasiswi dengen berpakaian super ketat dan transparan.
"Kalau karena kesopanan di kampus mana tak sopan dengan pakaian yang super ketat dan transparan. Pertanyaannya, mana letak kebinekaan kita? Mana letak nalar logika kampus Islam negeri Indonesia?" ungkap Cholil.
Cholil menjelaskan, secara fikih atau ilmu tentang syariat, bercadar memiliki beberapa dasar hukum, yakni Al-Quran dan hadis. Ia menjelaskan dasar hukum dan syariat bercadar dalam Surat An-Nur ayat 31.
Foto Majelis Ulama Indonesia (MUI) (Foto:  Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Foto Majelis Ulama Indonesia (MUI) (Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan)
ADVERTISEMENT
Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.
"kata 'perhiasan' ini yang menjadi pangkal perbedaan ulama," ungkap Cholil.
Kemudian, Cholil kembali melanjutkan, ada beberapa pendapat ulama mengenai 'perhiasan' atau aurat yang harus ditutup wanita.
"Menurut Ibn Jabir yang boleh tampak hanya baju dan wajah, sedangkan menurut Al Auza'i hanya baju, wajah dan kedua telapak tangan. Ibnu Mas'ud seluruhnya kecuali bajunya. Ibnu Abbas hanya wajah dan kedua telapak tangannya. Imam Malik seluruh tubuh, wajah dan telapak tangannya aurat wanita," jelas Cholil.
Namun, menurut pandangan Cholil yang berdasar pada pendapat ulama terdahulu, ia sepakat jika wajah dan telapak tangan saja yang tidak perlu ditutup.
"Saya sepakat dengan fatwa Al Azhar bahwa wajah dan tak wajib ditutupi," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi dalam ranah fikih khilafiyah boleh memilih dalil yang dianggap kuat untuk dipedomani. Namun tetap menghormati perbedaan pendapat yang dianggap kuat dan dirasa lebih maslahat oleh orang lain sehingga tidak tepat mencela apalagi melarangnya seperti di UIN Yogya," tutup Cholil.