Novel Baswedan

Novel Baswedan: Pak Tito, Kalau Pelaku Tak Terungkap, Keterlaluan

15 Juli 2019 10:50 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyidik KPK, Novel Baswedan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penyidik KPK, Novel Baswedan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Novel tak ingin narasi yang muncul melulu soal motif. Baginya, menangkap pelaku lapangan yang utama.

Di balik kacamata itu, mata kiri penyidik KPK Novel Baswedan menyembul keluar berwarna kemerahan. Di tengahnya terdapat setitik bintik hitam yang bisa kita sebut bola mata. Mata itulah yang mampu melihat lebih jelas ketimbang mata sebelah kanan yang tampak normal.
Ia masuk ruangan mengenakan topi demi melindungi sebelah matanya dari silau. “Kalau cahaya segini, masih aman gue. Hmm topinya dipake atau lepas aja?” ujarnya sambil melepas-pasang-lepas topinya itu.
“Lepas aja ya,” ucap Novel memutuskan sembari duduk dan menyimpan topi itu di sampingnya. Ia kemudian mengeluarkan obat dan meneteskan cairan itu ke matanya.
Setelah diserang dengan air keras pada 11 April dua tahun lalu, mata Novel tak bisa sembuh sempurna. Ancaman kebutaan kerap menghantui, beruntung ia masih bisa melihat dan terhitung sehat.
Setiap pagi, siang, dan sore, ia telaten merawat matanya. Membersihkan dan meneteskan cairan obat Dexamethasone menjadi rutinitas yang tak boleh terlewat. Kepanikan sempat muncul ketika mendadak matanya tak bisa melihat apapun pada 22 Juni.
Di hari itu pula ia bergegas menuju Jakarta Eye Center untuk setidaknya mendapat perawatan pertama. Tak menunggu lama, Senin dini hari Novel memilih segera terbang ke Singapura demi mengobati matanya itu.
“Sekarang udah nggak apa-apa,” jawabnya melihat gurat khawatir terukir di wajah kami.
Dua tahun lebih kasusnya berlalu, hingga kini belum ada pelaku lapangan yang berhasil ditangkap. Berulang kali diperiksa, Novel meragukan adanya kemajuan berarti melihat tiap tanya yang diajukan.
Hari itu ia bercerita panjang lebar terkait kesehatan matanya hingga rasa pesimisme terkait hasil investigasi kasusnya oleh Tim Gabungan yang dibentuk Polri pada awal Januari 2019.
Berikut petikan obrolan singkat kami bersama Novel Baswedan.
Penyidik KPK, Novel Baswedan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Apakah ada persiapan tertentu menanti pengumuman TPF pekan depan?
Yang pertama saya mau katakan bahwa itu bukan TPF (Tim Pencari Fakta). Karena SK Kapolri mengatakan bahwa itu Tim Gabungan Penyelidik-Penyidik. Saya kan meminta kepada presiden agar dibentuk TPF atau TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) yang sampai sekarang belum dibentuk.
Rasanya saya nggak ada persiapan apa pun terkait apa yang akan disampaikan dalam rilisnya nanti. Tentunya walaupun saya pesimis dengan tim ini, tapi saya tetap menunggu apakah saya bisa memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih apabila ternyata hasilnya baik.
Indikatornya mudah. Kalau kita lihat bahwa ternyata tim ini bisa menemukan atau bisa membuktikan atau bisa merangkai pembuktian untuk menemukan pelaku lapangannya, berarti tim ini berhasil. Kalau tidak bisa, saya sulit memahami bahwa ini adalah keberhasilan.
Kenapa? Kalau sekadar hanya mengatakan, "Oh ini ada motif begini, begitu, dan lain-lain", saya kira itu bukan pengungkapan kasus yang baik ya. Karena pengungkapan kasus yang baik dalam perkara street crime itu dimulai dari pelaku lapangan, dimulai dari pembuktian di TKP.
Mengapa Anda merasa pesimistis?
Saya meyakini kasus ini tidak akan diungkap. Saya khawatir ketika mereka asyik bicara motif, itu menyenangkan orang tapi menyamarkan peristiwa. Saya juga dengar Prof. Hermawan Sulistyo mengatakan ada peristiwa yang jelas tapi fakta hukumnya sulit dibuktikan.
Emang fakta hukum itu apa sih? Fakta hukum itu ada alat bukti. Alat bukti yang susah itu kaya gimana? Sidik jari yang sudah dihapus, terus CCTV yang sengaja enggak diambil dan kemudian tertimpa dan hilang, lalu saksi-saksi yang terintimidasi, terus sketsa yang dibikin sendiri dan tidak sesuai dengan keterangan saksi?
Pada Jumat, 12 Juli 2019, salah satu anggota Dewan Pakar TPF Kasus Novel Baswedan, Hermawan Sulistyo mengatakan, “Kasusnya Novel ini, fakta peristiwanya bisa kita petakan, tapi fakta hukumnya kan tidak bisa, sulit.”
Ringkasan Laporan Pemantauan Kasus Novel Baswedan oleh Koalisi Masyarakat Sipil. Foto: Dok. Istimewa
Belum lagi gini, penyerangan ke saya itu, saya baru paham dikenai pasalnya itu 170 KUHP (kekerasan secara terang-terangan dan bersama-sama). Pasal 170 KUHP itu biasa diterapkan seumpama ada anak sekolah dikeroyok sama temennya.
Ini kan harusnya pasalnya adalah percobaan pembunuhan berencana atau penganiayaan berat berencana. Pasalnya 340 KUHP atau 355 KUHP, saya lupa.
Apakah selama diperiksa baik oleh kepolisian di awal ataupun setelah terbentuknya TPF, Anda merasa ada kemajuan berarti?
Keterangan saya kepada TPF atau kepada tim gabungan ini, saya sesuaikan dengan SK Kapolri ya karena bunyinya Tim Gabungan Penyelidik-Penyidik, itu tidak jauh beda dengan keterangan yang pernah saya sampaikan sebelumnya. Jadi bisa dikatakan hampir seluruh keterangan saya itu sudah pernah saya berikan, cuma mungkin ada penambahan sedikit barangkali untuk hal-hal yang sekiranya perlu ada pendalaman.
Tapi untuk sekadar menemukan pelaku lapangan, keterangan saya yang pertama pun sudah cukup sebenarnya. Artinya, karena saya tidak lihat pelakunya langsung, saya hanya bisa memberikan tambahan-tambahan dan lain-lain, banyak bukti-bukti lain, keterangan orang-orang lain yang itu adalah kekuatan untuk bisa mengungkap pelaku lapangan. Dan itu modal, modal untuk mengungkap peristiwa ini.
Saya berulang kali mengatakan, pengungkapan kasus begini itu dimulai dari lapangan. Sekarang coba di seluruh dunia, sekalipun itu film kartun yang lucu pun, ada nggak kira-kira yang mengungkap street crime dimulai dari motif. Nggak bakal ada, apalagi setelah dua tahun, nggak ada.
Kapolri Tito Karnavian. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Anda pernah berkomunikasi langsung dengan Kapolri Tito Karnavian. Apa yang Anda sampaikan saat itu?
Setelah saya diserang, Pak Tito datang ke Singapura. Bertemu lama sama saya. Ketika bertemu dengan saya, saya katakan, karena saya bicara panjang lebar sama Pak Tito, saya banyak bicara macam-macam. Saya katakan, “Pak Tito, kalau Bapak nggak ungkap pelaku lapangan, keterlaluan Bapak.” Pak Tito menjawab, “Oke, saya akan ungkap.”
Terkait dengan peringatan yang diberikan M. Iriawan sebelum penyerangan. Seperti apa hubungan Anda dengan beliau?
Ya saya kenal sama beliau, saya tahu beliau itu senior saya. Tentunya saya tau, beliau tapi beliau tidak tau saya lah. Tapi setelah belakangan muncul-muncul di media, ya beliau tau saya. Tapi secara pribadi saya enggak ada interaksi langsung maupun tidak langsung.
Kalau terkait beliau berubah keterangannya, tunjukan saja videonya yang dulu. Bahkan ketika saya dikonfirmasi sama tim gabungan, tim pakar, ada pimpinan KPK Pak La Ode dan Pak Agus.
M. Iriawan yang saat itu menjabat Kapolda Metro Jaya sempat mendatangi rumah Novel Baswedan sekitar sebulan sebelum terjadi penyerangan. Saat itu ia mewanti-wanti Novel agar waspada. “Sebelum kejadian sudah saya sampaikan juga, supaya waspada, karena sedang menangani beberapa permasalahan (kasus korupsi) yang ada," kata Iriawan kepada awal media usai menjenguk Novel di Jakarta Eyes Center, 11 April 2017.
Saat ditanya, “Novel bagaimana itu katanya Pak Iwan Bule (nama panggilan M. Iriawan) katanya enggak bicara bahwa dia tidak memberikan informasi.’ Nah saya jawab, 'Coba Bapak tanya sama Pak Agus Rahardjo. Karena ketika di rumah sakit, Pak Iwan Bule ngomong lagi ke saya (soal peringatan yang sempat dia berikan) di depannya Pak Agus Rahardjo'.
Berkali-kali dia kasih tau dan bercerita di depan Pak Agus Rahardjo. Dan setelah itu ngomong di media beberapa kali. Artinya, kalau ada perubahan, ditanya ke beliau dia diancam siapa, takut ama siapa. Gitu lah.
Penyidik KPK Novel Baswedan (tengah) dalam Peringatan 2 tahun penyerangan air keras Novel Baswedan. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Soal dugaan keterlibatan jenderal bintang tiga dalam kasus ini. Bagaimana tanggapan Anda?
Saya melihat itu spekulasi. Kalau spekulasi itu tidak baik dilakukan dalam investigasi. Bagusnya masuk ke dalam opini apa itu? Gosip.
Saya memang yang mengatakan itu (kepada Tim Gabungan). Kenapa saya katakan itu? Agar ini dilihat sebagai hal yang serius. Karena saya bukan mengatakan dengan kira-kira, atau nuduh tanpa dasar.
Tapi untuk membicarakan itu dalam perspektif investigasi, itu bagusnya disimpan. Kalaupun ada, tidak diumumkan di publik, dia harus menjalankan dalam perspektif pembuktian yang kuat dulu. Dan itu mestinya dimulai dari TKP, dan dimulai dari pelaku lapangan.
Anda sempat dituding tidak kooperatif dalam pemeriksaan. Bagaimana tanggapan Anda?
Tidak kooperatif tuh di mana?
Tiga kali Anda dipanggil, tapi tidak bisa memenuhi panggilan tersebut. Benar begitu?
Saya tuh dipanggil, pada saat itu saya sedang ada jadwal berobat ke Singapura. Tiga-tiganya itu. Terus lawyer saya bikin surat, apakah itu ndak kooperatif?
Apakah saya harus lebih mementingkan datang ke penyidikan daripada kesehatan saya yang jadwalnya juga hari itu? Kalau jadwal pengobatan saya tunda, berarti saya harus bikin jadwal lagi dan butuh waktu agak panjang. Itu nggak bisa, karena jadwal dokter di sana kan padat.
Terus yang kedua, memang ada hal apa lagi yang mau ditanya? Kalau memang halnya urgensinya buru-buru, saya akan pertimbangkan. Yang mungkin dari jauh saya akan beri keterangan via telepon, bisa sebetulnya. Karena beri keterangan kan bisa dengan banyak cara.
Identifikasi wajah pelaku terkait kasus penyiraman Novel Baswedan di KPK versi Polda Metro Jaya. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Sempat tersebar gambar pelaku, tapi ada dua sketsa berbeda. Menurut Anda gambar mana yang paling tepat?
Dua-tiga hari setelah kunjungan Pak Tito saya dihubungi orang Densus. Dia datang ke rumah, meninggalkan nomor telepon. Lalu saya telepon dari Singapura pake WhatsApp Call. Dia senior saya, dia bilang dapat foto.
Kemudian foto itu diberikan ke saya. Saya tanya, 'Cara dapatkan fotonya bagaimana?' Dia katakan dia pakai scanning cell tower dam. Jadi menggunakan jejak digital untuk memastikan nomor handphone itu ada di sini waktu itu, berapa lama, selama di sini komunikasi nggak, ada telepon nggak, WhatsApp nggak. Saya bisa dapat itu dengan menggunakan teknologi tadi, jejak digital.
Kemudian foto itu ditanyakan ke saya, 'Inikah pelakunya?' Saya bilang, 'Saya nggak liat.' Terus mereka katakan lagi, 'Bisa nggak minta tolong, hubungi ke saksi-saksi yang lihat karena tetangga-tetangga Novel sudah mulai nggak percaya sama kami (polisi).'
Ketika foto yang saya dapatkan itu kemudian saya konfirmasi ke tetangga-tetangga saya yang melihat, mereka mengatakan—melalui salah satu orang pengurus masjid—kepada saya, “Pak Novel, orang-orang yang kami tanya semuanya mengatakan 100 persen inilah pelakunya.”
Pemeriksaan terakhir Anda para 20 Juni. Seperti apa prosesnya?
Saya dimintai keterangan. Tapi sampai sekarang belum ditandatangani sama saya.
Novel Baswedan memberikan keterangan pers terkait penyelidikan kasus dirinya di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Apa bisa dikatakan tidak ada perkembangan berarti selama dua tahun ini?
Iya. Sebenarnya saya ingin mengingatkan kembali ya. Kita perlu tahu bahwa tim gabungan ini dibuat, Kapolri membentuk Tim Gabungan ini karena adanya rekomendasi Komnas HAM. Komnas HAM membuat rekomendasi karena saya ditemani oleh tim lawyer melapor ke Komnas HAM.
Kenapa saya melapor? Karena saya mendapati proses penyidikannya bermasalah. Masalahnya apa? Masalahnya sudah saya laporkan kepada Komnas HAM. Dan Komnas HAM melakukan investigasi sendiri. Dari investigasi, mengklarifikasi, mengkonfirmasi ke Polri dan bidang-bidang lain, kemudian dibuatlah rekomendasi. Di antaranya disebutkan untuk dibentuk tim gabungan.
Ada juga rekomendasi yang mengatakan bahwa penyerangan kepada saya adalah suatu kejahatan yang terorganisir dan sistematis. Dan juga dikatakan bahwa dalam proses yang sebelumnya terjadi obstruction of process (justice). Jadi ada masalah di sana.
Ketika ada masalah itu, maka ya kita harus cari tahu. Kita harus sama-sama lihat tim gabungan ini harusnya tidak hanya sekadar menginvestigasi kasusnya saja. Tapi juga mencari tahu apa yang terjadi sesungguhnya dengan obstruction of justice. Apakah ada kesengajaan kesalahan. Kalau sengaja, yang nyuruh siapa dan lain-lain.
Tapi masalahnya kan penyelidik-penyidiknya juga ikut dalam tim gabungan ini. Saya tadi di awal sebelum-sebelum di awal pembentukan, saya katakan bahwa ini (keterlibatan penyelidik dan penyidik yang diduga bermasalah dalam proses penyidikan awal) yang membuat pesimis di antaranya.
Tapi terlepas dari ini semua, saya juga dengan senang hati menunggu untuk rilisnya seperti apa, apakah rilisnya kemudian membuat saya patut untuk menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih. Tapi kalau tidak (sesuai harapan), tentunya siapapun akan kecewa.
Anda siap dengan skenario terburuk?
Iya. Makanya saya katakan begini, ketika terjadi serangan kepada saya, saya katakan dari awal sudah ikhlas, saya maafkan pelakunya tapi saya tidak maklumi. Saya garis bawahi itu.
Maka dalam beberapa kesempatan saya katakan bagaimana kalau Polri atau Kapolri, dan Presiden tentunya sebagai pemimpin dari negara kita, dan semua pihak yang berkorelasi mengungkap saja penyerangan kepada orang-orang KPK lainnya. Bukankah itu juga banyak? Tidak ada satupun yang terungkap, dan semuanya harusnya penting. Kenapa? Kita ingin teror kepada KPK ini dihentikan.
Bagaimana kondisi kesehatan mata Anda sekarang?
Jadi, mata saya itu kan ketika kena air keras, dua belah mata rusak berat. Ketika rusak berat kondisi itu awalnya dokter sempat bilang hanya bisa bertahan untuk penglihatan sampai enam bulan.
Kemudian waktu empat bulan setelah kejadian, mata kiri dioperasi dulu. Jadi dibikin beberapa organ artifisial yang menggunakan tubuh saya sendiri. Proses operasi selesai, bertahap membaik membaik dan saya bisa merasakan penglihatan optimal sekitar bulan lalu.
Tapi akhir bulan ada kendala lagi. Kendalanya ternyata tidak terlalu berbahaya, cuma memang untuk sekarang ini kondisinya agak kurang jelas lihat karena mata kiri saya ada pendarahan di belakang lensa. Tapi alhamdulillah semuanya baik.
Pada 22 Juni, Novel Baswedan mendadak tidak bisa melihat sama sekali. Hari itu juga dia ke Jakarta Eye Center untuk mendapat perawatan awal. Senin pagi, (24/6), dia berangkat ke Singapura untuk kembali menjalani pengobatan.
Kasus Novel Baswedan: Kapan Selesai? Foto: Basith Subastian/kumparan
Apa dampak yang paling terasa setelah kejadian ini? Ada trauma?
Begitu kejadian pertama kali memang rasanya tuh, terserang air keras itu kan luar biasa ya. Bahkan waktu itu saya merasa bahwa itu akhir hidup lah karena gagal napas. Dan beberapa kasus penyerangan air keras itu korbannya meninggal.
Alhamdulillah saya masih diberi umur ya. Dan kemudian memang rasa sakit yang luar biasa itu itu kadang kala membuat… Kalau trauma sih ada, tapi saya selalu berupaya meminimalisir.
Apa langkah selanjutnya kalau TGPF tak mampu mengungkap pelaku penyerangan terhadap Anda?
Saya pribadi konsisten, saya berharap bahwa Presiden mau membentuk TPF atau tim TGPF, tim gabungan pencari fakta. Tujuannya apa? Kita ingin semua hal yang ditutup-tutupi itu dibuka.
Kita ingin tidak lagi ada ruang gelap dalam teror-teror kepada orang-orang KPK. Kita berharap upaya penegakan hukum, pemberantasan korupsi itu bisa berjalan dalam ruang-ruang yang terang dan jelas.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten