Ombudsman: Eksekusi Mati Humprey Jefferson Melanggar Hukum

28 Juli 2017 14:16 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ombudsman RI umumkan terpidana hukuman mati. (Foto: Wahyuni Sahara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ombudsman RI umumkan terpidana hukuman mati. (Foto: Wahyuni Sahara/kumparan)
ADVERTISEMENT
Masih ingatkah anda, tentang warga Nigeria bernama Humprey Ejike Jefferson? Dia dihukum mati pada 2016 karena terbukti memperjualbelikan dan memiliki heroin sebanyak 1,7 kilogram.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, eksekusi mati yang dilakukan terhadap Humprey tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 PNPS Tahun 1965 tentang cara pelaksanaan hukuman mati.
"Seharusnya eksekusi dapat dilakukan setelah 72 jam setelah pemberitahuan, tapi prosedur ini tidak dilakukan," ujar Anggota Ombudsman, Ninik Rahayu, di Gedung Ombudsman, Jumat (28/7).
Selain bertentangan dengan UU, saat itu terpidana melalui kuasa hukumnya sedang mengajukan mengajukan grasi, sehingga eksekusi mati terhadap Humprey seharusnya ditunda sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.
Pasal 13 UU itu yang berbunyi "Bagi terpidana mati, kuasa hukum atau keluarga yang mengajukan permohonan grasi, pidana tidak dapat dilakukan sebelum keputusan presiden tentang permohonan grasi yang diterima oleh terpidana."
"Pelaksanaan eksekusi seharusnya tidak dilaksanakan atau ditunda, mengingat terpidana sedang mengajukan grasi," kata Ninik.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Ombudsman melihat adanya diskriminasi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kepada Humprey, karena berkas permohonan peninjauan kembali kedua dia tidak diteruskan kepada Mahkamah Agung. Sedangkan, permohonan dua terpidana kasus yang sama waktu itu, Eugene Ape dan Zulfiqar Ali, diterima.
"Tidak diteruskannya PK kedua Humprey ke MA oleh PN Jakarta Pusat menunjukkan adanya diskriminasi di antara terpidana mati. Karena MA menerima berkas PK kedua terpidana mati lainnya," kata Ninik.
Berdasarkan hasil temuan tersebut, Ombudsman memberikan saran kepada Kejaksaaan Agung, Badan Pengawas MA, dan PN Jakarta Pusat.
"Kepada Kejagung, perlu perbaikan proses dan teknis pelaksanaan eksekusi mati. Kepada PN Jakarta Pusat, agar bisa menerapkan ketentuan teknis pengajuan peninjauan kembali tanpa diskriminasi kepada siapapun," kata Ninik.
ADVERTISEMENT
Ninik melanjutkan,"Kepada Badan Pengawas MA, silakan melakukan pemeriksaan ke PN Jakarta Pusat karena adanya diskriminasi kepada Humprey atas PK kedua dia yang ditolak dengan alasan yang tidak memadai. Bagi pihak yang terbukti melakukan penyimpangan agar diberi sanski sesuai ketentuan hukum," ujar dia.
Akibat tindakan maladministrasi yang dilakukan oleh ketiga lembaga negara tersebut, kuasa hukum Humprey Ricky Gunawan meminta agar Presiden segera mencopot jabatan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.
"Dengan temuan bahwa eksekusi mati dilakukan oleh Kejagung secara melawan hukum jelas menunjukkan inkompetensi Jaksa Agung dalam memimpin institusi ini. Kami Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat kembali mendesak Presiden Jokowi untuk segera mencopot Prasetyo dari jabatan Jaksa Agung," kata Ricky.
Ombudsman (Foto: Wahyuni Sahara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ombudsman (Foto: Wahyuni Sahara/kumparan)