Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
PAN Sesalkan Maraknya Pembelian Caleg Jelang Pemilu 2019
21 Juli 2018 11:37 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Wasekjen PAN Erwin Izharuddin mengkritik fenomena banyaknya artis dan sejumlah politikus yang dibajak partai lain di Pileg 2019. Dulu, kata dia, PAN sempat disebut sebagai Partai Artis Nasional. Namun, lanjut dia, gambaran tersebut tidak lagi berlaku untuk PAN.
ADVERTISEMENT
“Mungkin tahun-tahun sebelumnya, PAN sudah sangat biasa, dulu diisukan partai artis nasional. Jadi ini sudah lewat. Karena dari hasil survei, dari belasan artis hanya 4-5 orang (terpilih di Pileg 2014),” kata Erwin dalam diskusi bertajuak Colak Colek Caleg di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/7).
Menurutnya, fenomena membajak caleg terutama yang berprofesi artis ini sungguh mengerikan, terlebih lagi ada dugaan mahar dalam pembajakan tersebut. Hal itu tentunya bisa berakibat pada memburuknya kualitas demokrasi di Indonesia. Karena para caleg artis yang dibeli itu rentan didikte oleh partainya selaku pemilik modal.
“Cuma yang sekarang mengerikan, karena isunya beberapa caleg dibeli. Kalau seorang wakil rakyat dibeli, dia bukan wakil rakyat lagi. Dia hanya menjadi wakil partai owner. Karena dia akan didikte oleh yang beli,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
“Ini terjadi hampir semua incumbent, pada pendaftaran, keluar (pindah partai). Jadi indikasinya ke arah sana sangat besar (pembajakan caleg). Dan ada satu partai yang men-declare baik gaji anggota DPR tidak dipotong, tidak dipungut biaya apa-apa, bahkan ada dia yang membayar,” imbuhnya.
Imbasnya, kerja caleg yang telah dibeli oleh pemilik modal tidak akan bisa maksimal. Dalam pembuatan Undang-undang, kepentingan politik akan lebih dominan yang memunculkan celah-celah korupsi di partai politik.
“Bukan lagi individu wakil rakyat yang akan korupsi, tapi lebih berbahaya lagi. Kenapa? Owner (pemilik partai) akan memuluskan UU yang wakilnya dibeli. Proses korupsi kita berpindah kepada korporasi yang lebih besar. Ini sangat berbahaya,” tutupnya.