Parpol Usung Eks Koruptor Jadi Caleg Langgar Pakta Integritas

9 September 2018 15:31 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
NETGRIT Hadar Nafis Gumay di Diskusi Polemik Pencalonan Napi Korupsi di Indonesia Corruption Watch, Kalibata Timur, Jakarta, Minggu (9/9/2018). (Foto: Eny Immanuella Gloria)
zoom-in-whitePerbesar
NETGRIT Hadar Nafis Gumay di Diskusi Polemik Pencalonan Napi Korupsi di Indonesia Corruption Watch, Kalibata Timur, Jakarta, Minggu (9/9/2018). (Foto: Eny Immanuella Gloria)
ADVERTISEMENT
Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay, merilis peta mantan koruptor yang diloloskan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dari berbagai partai politik.
ADVERTISEMENT
Hasilnya, terdapat 10 parpol yang mengusung mantan koruptor menjadi caleg, yakni PKS, PAN, NasDem, Gerindra, Partai Berkarya, Golkar, Perindo, Hanura, Partai Garuda, dan PBB. Sedangkan PDIP, PSI, PPP, dan PKB, tercatat belum mengusung caleg mantan koruptor.
“Ada 34 caleg yang (mengusung mantan) koruptor, tapi kemudian diloloskan Bawaslu. Saya yakin masih ada yang keputusan lain di lapangan,” ujar Hadar di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Minggu (9/9).
Hadar menilai, sebaiknya Bawaslu menghormati Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang larangan narapidana kasus narkoba, pelecehan seksual terhadap anak, juga korupsi, maju sebagai bacaleg. Begitu juga sebaliknya, KPU diminta mematuhi aturan Bawaslu.
NETGRIT Hadar Nafis Gumay, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, Dosen Unand Padang Charles Simabura, Dosen STIH Jentera Bivitri Susanti, dan Koord. Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz di Diskusi Polemik Pencalonan Napi Korupsi di ICW, Jakarta, Minggu (9/9/2018). (Foto: Eny Immanuella Gloria)
zoom-in-whitePerbesar
NETGRIT Hadar Nafis Gumay, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, Dosen Unand Padang Charles Simabura, Dosen STIH Jentera Bivitri Susanti, dan Koord. Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz di Diskusi Polemik Pencalonan Napi Korupsi di ICW, Jakarta, Minggu (9/9/2018). (Foto: Eny Immanuella Gloria)
“Mereka ini suatu kesatuan dalam penyelenggara pemilu. Bukan saling adu argumentasi. Ini akan mempengaruhi masyarakat menanyakan 'Kok Bawaslu meloloskan koruptor nyaleg,” imbuh mantan Komisioner KPU tersebut.
ADVERTISEMENT
Hadar juga menyinggung beberapa parpol yang tetap mencalonkan orang-orang dengan rekam jejak bermasalah dalam hukum. Padahal, parpol peserta pemilu telah menyetujui pakta interigas PKPU, yang di dalamnya terdapat kesepakatan mantan napi tiga kategori di atas untuk dilarang mencalonkan diri.
Pakta Integritas Parpol terkait mantan narapidana yang mencalonkan di pemilu legislatif. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Pakta Integritas Parpol terkait mantan narapidana yang mencalonkan di pemilu legislatif. (Foto: Dok. Istimewa)
“Lampirannya ada di B.3 tentang pencalonan. Bakal calon bukan merupakan mantan terpidana dari 3 kategori. Kalau ada ditemukan, (parpol sepakat) ‘maka kami siap membatalkan pencalonan. Dan ini dalam fakta disebutkan sesungguhnya,” tutur dia.
Aturan itu juga kembali ditekankan dalam Pasal 4 ayat 3 PKPU 20/2018: Dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.
ADVERTISEMENT
Di kesempatan sebelumnya, anggota Bawaslu Rahmat Bagja telah memberikan pernyataan alasan Bawaslu meloloskan para napi koruptor menjadi bacaleg. Menurutnya, putusan Bawaslu didasarkan pada hak dipilih dan memilih yang diatur dalam Pasal 28 j UUD 1945 dan dituangkan dalam UU Pemilu.
Rahmat menegaskan, Bawaslu tetap memberikan supervisi terhadap keputusan Bawaslu daerah yang meloloskan bacaleg eks koruptor menjadi caleg. Sehingga, kata Bagja, bukan berarti Bawaslu pro terhadap koruptor, karena landasan Bawaslu adalah UU Pemilu.