PBB Bisa Bubar Jika Kehabisan Uang di Akhir Oktober 2019

9 Oktober 2019 5:19 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi logo PBB Foto: Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi logo PBB Foto: Reuters
ADVERTISEMENT
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengumumkan mengalami defisit sebesar USD 230 juta atau setara Rp 3,2 triliun. Badan multilateral dunia tersebut menyatakan pada akhir Oktober 2019 kemungkinan besar akan kehabisan uang.
ADVERTISEMENT
Pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia, Shofwan Al Banna, menilai tak menutup kemungkinan PBB bakal bubar. Namun kemungkinan itu akan berdampak terhadap stabilitas semua negara.
"Apakah mungkin bubar? Ya mungkin saja, tapi sepertinya harganya terlalu mahal untuk semua negara," kata Shofwan kepada kumparan, Selasa (8/10).
Dia menjelaskan selama ini ada dua macam sumber dana PBB, yakni dari sumbangan wajib dan sukarela. Yang wajib yakni berasal dari 193 negara anggota PBB.
"Besarannya ditentukan oleh sebuah rumus yang memperhitungkan Gross National Income dengan jumlah populasi," ucapnya.
Namun, tak dipungkiri banyak negara yang telat atau tidak mau membayar 100 persen. Alasannya beragam, mulai dari kondisi ekonomi dan politik negara yang bersangkutan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum Ke-74 PBB, di New York, Kamis (26/9/2019). Foto: Dok. Setwapres
Sedangkan, untuk negara penyumbang terbesar PBB saat ini adalah Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
"Pada era Trump ini, AS menggunakan besaran dananya untuk leverage politik. Kalau PBB tidak mau sejalan dengan kepentingan AS, sumbangannya dikurangi," ujar Shofwan.
Oleh karena itu, kontribusi AS dan negara lain seperti China dan Rusia dapat berpengaruh terhadap keberlangsungan PBB. Meski, tak menutup kemungkinan akan muncul juga penyumbang non-negara anggota.
"Aktor non-negara juga banyak yang nyumbang. Bill and Melinda Gates Foundation, itu termasuk salah satu penyumbang besar PBB, 25 besar. Jadi mungkin nanti ya akan ada yang bayarin," ucapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, lembaga yang dipimpinnya itu mengalami defisit sebesar USD 230 juta atau setara Rp 3,2 triliun.
Dalam sebuah surat yang ditujukan kepada 37 ribu pegawai PBB, Guterres menyebut akan melakukan langkah penghematan. Kebijakan diambil agar gaji dan tunjangan pegawai lainnya dapat tetap terbayar.
ADVERTISEMENT
"Negara anggota cuma membayar 70 persen dari total yang dibutuhkan untuk biaya operasional pada 2019 ini," sebut Guterres dalam suratnya seperti dikutip dari AFP, Selasa (8/10).
Guterres menambahkan, ke depannya PBB akan menunda beberapa pertemuan, mengurangi sejumlah layanan, membatasi perjalanan dinas, serta menghemat energi.
Pria asal Portugal itu mendorong agar negara-negara anggota juga memperbesar kontribusinya ke PBB. Hal ini agar masalah tersebut dapat teratasi.
Pada 2018-2019 di luar biaya operasi pemeliharaan perdamaian, anggaran operasional PBB sebesar USD 5,4 miliar atau setara Rp 76,4 triliun. Sebanyak 22 persen dari dana operasional PBB merupakan sumbangan Amerika Serikat.