PDIP dan Misi Amandemen UUD 1945 untuk Hidupkan GBHN

12 Agustus 2019 21:37 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang Tahunan MPR, Jakarta (16/8/2018). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Tahunan MPR, Jakarta (16/8/2018). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Wacana PDIP yang ingin mengamandemen UUD 1945 untuk menghidupkan lagi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara, menuai polemik.
ADVERTISEMENT
Isu itu kembali ramai dibahas setelah partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu memasukkannya sebagai salah satu poin rekomendasi Munas PDIP di Bali akhir pekan lalu. Bahkan, demi menggolkan agenda tersebut, PDIP siap 'menukarnya' dengan kursi pimpinan MPR.
Ketua DPP PDIP Bidang Hukum, Yasonna Laoly, menjelaskan wacana yang digulirkan partainya itu agar pembangunan bangsa menjadi lebih terarah. Dia menampik spekulasi liar atas usul tersebut.
"Ya soal hanya sekedar mengajukan supaya ada arah pembangunan bangsa yang jelas kan, dibuat itu saja. Enggak ada macam -macam lain, jadi ini menjadi liar ke mana-mana," kata Menkumham itu di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/8).
Di antara spekulasi yang muncul adalah kembali pada era orde baru alias antidemokrasi. Muncul kekhawatiran GBHN justru mengekang presiden, juga kekhawatiran MPR difungsikan untuk memilih dan memberhentikan presiden dan wapres.
ADVERTISEMENT
Yasonna menyebut isu GBHN sudah dibahas lama oleh pemerintah termasuk sejumlah partai. Dia mengklaim partai-partai relatif terbuka untuk mengamandemen UUD agar ada GBHN hidup lagi.
"Partai-partai pada umumnya sudah sepakat GBHN dalam konsep amandemen terbatas. Ini harus perlu dikoreksi, tidak ada keinginan macam-macam soal itu," tegasnya.
Menilik ke belakang, GBHN pernah tertuang dalam UUD 1945 ditetapkan oleh MPR. Namun, pada amandemen ketiga, fungsi MPR diubah salah satunya tidak lagi menetapkan GBHN, alias otomatis GBHN dihapuskan.
Sebagai gantinya, MPR berfungsi hanya menetapkan UU. Lahirlah UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang isinya RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) skala 20 tahun dan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) skala5 tahun.
ADVERTISEMENT
Yasonna meyakini amandemen terbatas UUD 1945 yang sudah beberapa kali dibahas dan disetujui pemerintah, MPR dan parpol, bisa tercapai.
"Ini sudah dibahas bahkan oleh badan pengkajian MPR sudah dibahas secara bersama oleh partai politik," ucapnya.
Jangan Jadi 'Kotak Pandora'
Mantan Ketua Mahkmah Konstitusi (MK) Mahfud MD. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Mantan ketua MK Mahfud MD, menyebut wacana GBHN sudah dibahas oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), MPR, pimpinan parpol, termasuk Presiden Jokowi. Kesimpulan, saat ini diperlukan amandemen terbatas UUD 1945. Artinya MPR hanya terbatas membuat GBHN.
"GBHN ini akan menjadi aturan pemerintah dari pusat sampai daerah," paparnya, Senin (12/8).
Sebab, saat ini tidak ada masterplan yang menyatu. Sehingga kebijakan pusat dan daerah sering kali tak sejalan. Dengan wewenang otonomi daerah, bahkan ada daerah-daerah yang mengeluarkan lisensi dengan mudah, misalnya eksplorasi tambang, hutan, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Namun, wacana ini diyakini tidak akan bergulir di MPR periode saat ini karena masa jabatan yang habis Oktober. Namun, yang penting bagi Mahfud adalah usulan ini tidak menjadi 'kotak pandora'.
"Begitu dibuka, lalu pasal-pasal lain juga ingin diubah. Itu saja dikhawatirkan karena misalnya sudah ada kan yang berpikir sudahlah diubah semua gitu," harapnya.