PDIP Yakin Bendera yang Dibakar HTI: Umat Islam Jangan Terprovokasi

2 November 2018 14:25 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wasekjen DPP PDIP Perjuangan, Ahmad Basarah (Foto: Garin Gustavian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wasekjen DPP PDIP Perjuangan, Ahmad Basarah (Foto: Garin Gustavian/kumparan)
ADVERTISEMENT
Aksi bela tauhid kembali digelar oleh sejumlah ormas Islam di depan Istana Negara. Para demonstran memprotes pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid oleh anggota ormas di bawah Nahdlatul Ulama (NU), GP Ansor.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu, Wasekjen PDIP Ahmad Basarah meyakini bahwa bendera yang dibakar oleh GP Ansor itu adalah bendera HTI, bukan bendera berkalimat tauhid. Menurut dia, hadirnya bendera HTI di acara peringatan Hari Santri Nasional di Garut itu sebagai upaya memprovokasi.
“Kami yakin kader Ansor, kader Banser tidak akan mungkin membakar kalimat tauhid yang menjadi rukun Islam pertama bagi umat Islam. Yang dibakar adalah bendera HTI sebagai ormas yang sudah resmi dibubarkan dan dilarang oleh pengadilan,” kata Basarah dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/11).
Untuk itu, Basarah mengajak seluruh umat Islam, khususnya NU dan Muhammadiyah untuk bekerja sama menjaga persatuan dan kesatuan demi keutuhan NKRI. Basarah mengatakan, pada Muktamar NU tahun 1984 di Situbonda, dengan tegas NU mengakui Pancasila sebagai asas tunggal.
ADVERTISEMENT
Sedangkan, Muhammadiyah dalam Muktamar 47 di Makassar tahun 2015 menegaskan bahwa negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah, yang artinya negara perjanjian dan tempat bersaksi. Artinya, NU dan Muhammadiyah telah sepakat bahwa Pancasila telah menjadi asas dasar bernegara bagi seluruh umat di Indonesia.
“Terkait pembakaran bendera HTI di Garut, Jawa Barat pada saat puncak peringatan Hari Santri 22 Oktober 2018, sikap kita sejalan dengan pemerintah bahwa HTI dan simbol-simbolnya telah secara resmi dilarang oleh keputusan negara melalui putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” tegas Wakil Ketua MPR itu.
Maka dari itu, lanjut Basarah, PDIP siap menjadi pelopor utama untuk mengeratkan kembali semangat gotong royong dengan NU dan Muhammadiyah guna menjaga persatuan dan kesatuan NKRI.
ADVERTISEMENT
"PDI Perjuangan siap bekerja sama dengan seluruh keluarga besar Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di dalam menjaga Pancasila, NKRI, Konstitusi Negara dan Kebhinnekaan Indonesia," ujarnya.
Massa yang tergabung dalam Barisan Nusantara Pembela Tauhid membawa bendera bertuliskan kalimat tauhid di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (26/10/2018). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Massa yang tergabung dalam Barisan Nusantara Pembela Tauhid membawa bendera bertuliskan kalimat tauhid di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (26/10/2018). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Menurut Basarah, baik NU dan Muhammadiyah telah memberikan kontribusi nyata dalam merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Resolusi Jihad Fii Sabilillah yang dikumandangkan pada 22 Oktober tahun 1945 oleh Kiai Haji Hasyim Asy'ari adalah bentuk nyata kontribusi ulama dan santri dalam menjaga keutuhan Indonesia.
Pun demikian dengan Muhammadiyah di era kepemimpinan Ki Bagus Hadikusumo yang mendirikan Markas Ulama Angkatan Perang Sabil (MU-APS) pada tahun 1948 untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari agresi militer Belanda.
“Maka dari itu, PDIP terus melakukan dialog dengan NU dan Muhammadiyah agar umat Islam tidak terprovokasi oleh berbagai upaya adu domba sesama umat Islam dan bangsa Indonesia,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT