Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pengamat: Teroris di Indonesia Direkrut Lewat Forum Agama
16 Mei 2018 13:54 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan, kelompok radikal di Indonesia masih menerapkan proses rekrutmen secara offline. Artinya, pola rekrutmen dilakukan secara langsung baik dalam forum-forum agama maupun personal. Ini berbeda dengan kelompok radikal di luar negeri banyak yang menerapkan sistem rekrutmen secara online, yakni menggunakan media sosial.
"Radikalisasi di tempat lain secara online termasuk Malaysia. Radikalisasi di Indonesia rekrutmen secara offline. Jadi tidak melalui dunia maya," kata Solahudin dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 di Kemen Kominfo, Jakarta Pusat, Rabu (16/5).
Solahudin menyebutkan, dalam penelitiannya, sebanyak 91 persen dari 75 orang narapidana teroris mengaku bergabung dengan kelompok radikal dari forum agama. Sementara sisanya, melalui sistem online.
"Saya tanya 75 orang, dan hanya 9 persen yang bergabung dengan kelompok radikal melalui online. Sisanya 91 persen melalui tatap muka, melalui forum-forum agama," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sementara, dengan pola rekrutmen yang berbeda antara kelompok radikal Indonesia dengan kelompok radikal di luar negeri, hal itu menunjukkan adanya rasa tidak percaya dari oknum-oknum yang ingin bergabung. Pasalnya, sejumlah kasus penipuan acapkali dialami anggota kelompok radikal.
"Kelompok ekstremis di Indonesia tidak percaya dengan hal yang bersifat online dalam proses rekrutmen. Karena banyak penipuan," tutur Solahudin.
Solahudin mencontohkan kasus penipuan dari Susan Emira kepada jihadis Jemaah Asharut Daulah (JAD). Dalam penipuan tersebut Susan menjanjikan kepada sejumlah jihadis JAD untuk memberangkatkan mereka pergi ke Suriah, asalkan mereka bisa memberikan uang hingga puluhan juta.
Namun, mereka tak kunjung berangkat dan Susan tidak penah menunjukkan batang hidungnya setelah menerima uang dari para jihadis ini.
ADVERTISEMENT
"Nah, penipuan-penipuan di media sosial banyak terjadi. Itu juga yang menyebabkan banyak kelompok ekstremis yang tidak percaya rekrutmen di media sosial," pungkasnya.