Pengesahan RUU KPK Dinilai Cacat karena Paripurna DPR Tak Kuorum

17 September 2019 18:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana  Foto: Nadia Riso/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana Foto: Nadia Riso/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai tidak hadirnya 453 anggota DPR di rapat paripurna sebagai bukti DPR cacatnya pengesahan revisi UU KPK. Peneliti ICW Kurnia Ramadhan menyebut, pengesahan UU harusnya kuorum 50 persen+1.
ADVERTISEMENT
"Tadi paripurna yang datang kalau enggak salah 100-an orang. Kalau yang datang tak sampai 50 persen, berarti tidak kuorum. Itu menandakan DPR tidak serius membahas soal legislasi ini," kata Kurnia saat dihubungi, Selasa (17/9).
Dalam rapat paripurna tersebut, saat kumparan menghitung manual, hanya ada 107 anggota dewan yang hadir dalam ruangan. Padahal, jumlah total anggota DPR RI mencapai 560 orang.
Namun, rapat paripurna tetap bisa digelar. Sebab, anggota dewan yang berhalangan hadir namun melampirkan izin terlebih dahulu kehadirannya tetap dihitung dalam buku absen.
Sehingga, meski secara kasat mata, kehadiran anggota dewan di rapat paripurna kurang dari 50 persen, namun rapat tetap bisa digelar. Sebab, tercatat, ada 289 anggota yang sudah membubuhkan tandatangan dan surat izinnya di buku absen.
ADVERTISEMENT
"Rapat sudah dihadiri 289 anggota dewan dan dihadiri oleh semua fraksi. Perkenankan kami dari meja pimpinan untuk membuka rapat paripurna ke-9 dan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum," kata Wakil Ketua Fahri Hamzah saat membuka sidang, Selasa (17/9).
Selain soal ketidakhadiran anggota DPR, ICW juga menyoroti dua kecacatan lain yaitu Revisi UU KPK tak ada dalam Prolegnas prioritas tahun 2019, hanya prolegnas 5 tahunan.
Prolegnas adalah daftar UU yang akan direvisi atau disusun dalam jangka waktu setahun atau 5 tahun.
"Ketika revisi UU KPK tak masuk dalam prolegnas prioritas 2019, kalau saya tak salah itu terakhir masuk 2017. Lantas apa dasar DPR membahas serta secara terburu-buru mengesahkan pembahasan revisi UU KPK di tahap badan legislasi," ungkap Kurnia.
ADVERTISEMENT
Cacat lainnya, tak adanya poin yang disebut menguatkan kerja KPK. Menurutnya draft yang disetujui saat ini dengan draft yang diajukan sebelumnya, jelas memiliki kesamaan. Ia pun memandang seluruh poin yang terkandung dalam draf itu seluruhnya justru akan berimplikasi pada lumpuhnya kerja KPK.
"Karena catatan ICW sejak tahun 2010 draft ini sudah beredar dan praktis tidak banyak berubah hampir sama semua dan memang seluruh poin dalam revisi UU KPK baik yang awal diajukan DPR ataupun yang disetujui oleh Jokowi atau yang hari ini disepakati bersama, itu semua poin melemahkan KPK," tutup Kurnia.