Percepat Sertifikasi Halal Vaksin MR, Kemenkes Lanjutkan Imunisasi

4 Agustus 2018 13:23 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek (Foto: Ferry Fadhlurahman/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek (Foto: Ferry Fadhlurahman/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sertifikasi halal untuk Vaksin Measles Rubella (MR) tengah menjadi perhatian serius Kementerian Kesehatan dan MUI. Kemenkes memastikan akan mempercepat proses sertifikasi halalnya agar program imunisasi campak dan rubella tetap berjalan lancar.
ADVERTISEMENT
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengatakan, pihaknya akan segara mengirimkan surat kepada produsen vaksin tersebut, Serum Institute of India (SII). Untuk dapat memberikan data yang dibutuhkan guna mempercepat proses sertifikasi halal tersebut.
“Sertifikasi kehalalan (vaksin MR) ini kewenangan MUI. PT Biofarma agar segera (melengkapi) dokumen kepada LPPOM MUI. Kami dari Kementerian Kesehatan juga akan menyurati SII untuk menanyakan kembali tentang bahan (vaksin MR)”, tutur Nila dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/8).
Nila menegaskan, sambil terus mempercepat proses sertifikat halal vaksin itu, Kementerian Kesehatan akan tetap menjalankan kampanye imunisasi MR di luar Jawa. Pemberian vaksin MR pada program imunisasi rutin di Pulau Jawa, juga tetap dilakukan.
“Kami tetap menjalankan kampanye imunisasi MR. Dari sisi kesehatan, tentu kami berkewajiban untuk melindungi anak-anak dan masyarakat dari bahayanya penyakit Campak dan Rubella”, ucap Nila.
ADVERTISEMENT
Berdasar data WHO tahun 2015, Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara dengan kasus campak terbesar di dunia. Hal itu didukung oleh Data Kemenkes yang mencatat jumlah kasus suspek Campak dan Rubella dalam lima tahun terakhir.
"Sejak 2014 sampaI dengan Juli 2018 ada 57.056 kasus, 8.964 positif campak dan 5.737 positif rubella," papar Nila.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am Sholeh, menambahkan, Kemenkes maupun MUI menangani sertifikasi halal ini secara serius untuk menjamin hak kesehatan sekaligus keagamaan masyarakat. Sebab menurut Ni’am, aspek kesehatan tidak bisa dipisahkan dengan aspek keagamaan, begitupun sebaliknya.
"Perspektif keagamaan memberikan pendukungan yang luar biasa terhadap pelaksanaan kegiatan imunisasi, sebagai mekanisme pencegahan (wabah) penyakit berbahaya," kata Ni'am dalam keterangan tertulis.
ADVERTISEMENT
Di awal tahun 2016, lanjut dia, MUI secara khusus melakukan pembahasan dan penetapan fatwa Nomor 4 tahun 2016 tentang imunisasi. "Salah satu isinya adalah imunisasi merupakan salah satu mekanisme pengobatan yang bersifat preventif, untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi masyarakat. Itu dibolehkan dengan vaksin yang halal/suci”, ujar Ni’am.
Surat dari MUI untuk kemenkes soal Vaksin MR (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Surat dari MUI untuk kemenkes soal Vaksin MR (Foto: Istimewa)
Ni'am menegaskan, vaksinasi sebagai sebuah mekanisme pencegahan dibenarkan secara syar’i. Namun vaksin sebagai produk yang akan digunakan, perlu dinilai dan ditetapkan pula hukumnya.
“Ada kesepahaman dan komitmen untuk mempercepat proses sertifikasi kehalalan vaksin MR. Langkah percepatannya, Ibu Menkes atas nama negara meminta PT Biofarma dan meminta kepada SII secara langsung terkait komposisi atau ingredient yang menjadi pembentuk vaksin MR”, terang Ni’am.
Komisi Fatwa MUI akan mempertimbangkan percepatan proses penetapan fatwa (bagi vaksin MR), setelah ada proses audit oleh LPPOM MUI. Tentunya, sesuai dengan prinsip-prinsip prudensialitas oleh sistem di LPPOM dan Komisi Fatwa MUI.
ADVERTISEMENT
"Bisa dikeluarkan sertifikat halal bila terbukti clear dari sisi bahan, tidak ada anasir yang terbukti haram atau najis. Bila ditemukan ada unsur pembentuknya dari najis/haram, dengan penjelasan bahwa bila tidak diimunisasi akan mengakibatkan mudharat kolektif di masyarakat, maka terhadap yang haram tadi bisa dibolehkan untuk digunakan," papar Ni’am.
"Dengan catatan tidak ada alternatif lain yang suci/halal atau bahayanya sudah sangat mendesak. Itu poin pentingnya," imbuh dia.
Niam mengimbau Kemenkes untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat yang ingin menunggu fatwa MUI terkait vaksin MR, jika ada warga yang memilih menunda pemberian imunisasi MR bagi anaknya sampai keluarnya fatwa tersebut.
“Hal ini sangat terkait dengan ketersediaan informasi yang dibutuhkan, terutama komposisi pembentuk (bahan) vaksin tersebut. Kalau itu tersedia, beberapa hari (fatwa) bisa selesai”, imbuh Ni’am.
ADVERTISEMENT
Imbauan itu ditanggapi positif oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, dr. Anung Sugihantono. Ia menegaskan, meski Kemenkes tetap melaksanakan kampanye imunisasi MR, pihaknya tetap memberikan kesempatan bagi masyarakat yang memilih untuk menunggu terbitnya fatwa MUI.
"Pemberian vaksinasi MR akan dilaksanakan pada kesempatan selanjutnya. Hal ini dimungkinkan mengingat periode pelaksanaan kampanye imunisasi MR di 28 Provinsi di luar pulau Jawa selama dua bulan," papar Anung.
“Waktu kita kan cukup panjang dari Agustus sampai September. Kementerian Kesehatan akan tetap memberikan pelayanan, sambil kita percepat prosesnya”, imbuhnya.